[Putri+] Sang Mahadewi

5.1K 519 39
                                    

Jakarta, 2020.

"Gue balik dulu, ya!" ucap perempuan itu kepada ketiga temannya. Ia memasang masker yang menutupi hampir setengah dari wajahnya, tak lupa menyimpan kembali handsanitizer ke dalam tasnya.

"Put! Jangan lupa nanti kirim ke gue loh!" balas salah satu teman laki-laki yang berkacamata. Perempuan itu hanya mengangguk pelan, kemudian menaiki motor milik ojek online yang telah dipesannya tadi.

Sore yang cukup melelahkan, begitu sekiranya yang ia rasakan saat ini. Semua serba terbatas, tetapi roda kehidupan harus tetap berjalan. Kalau sudah sampai di rumah nanti ia ingin segera mandi dan tidur. Dari motor yang ia tumpangi, matanya mengamati jalan yang dilewatinya. Sepi, jarang ada kendaraan yang melintas di sini. Mungkin karena masyarakat lebih memilih untuk tetap di rumah daripada pergi ke luar rumah. Baguslah, setidaknya saat ini masyarakat semakin sadar dengan pandemi yang tengah terjadi. Tiga minggu yang lalu, pemerintah mengumumkan bahwa sekolah diliburkan selama dua minggu karena pandemi virus Covid-19. Namun, dua hari yang lalu pemerintah kembali mengeluarkan pengumuman bahwa kegiatan belajar mengajar mulai dilakukan secara daring, tak lagi bertatap muka di sekolah sebagai upaya untuk mengurangi penyebaran virus tersebut. Stay at home, begitulah kiranya kata-kata yang beberapa waktu terakhir menjadi trending hampir di seluruh media sosial.

"Terima kasih, Mas," katanya sembari melepas helm yang dipakainya.

Akhirnya, sampai juga ia di rumah. Tanpa banyak bicara perempuan tersebut memasuki rumahnya dan memilih untuk langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Akan tetapi, netranya menangkap sosok yang tak asing untuknya. "Putra! Ngapain sih? Mau ngintip?"

Yang tertuduh pun menggeleng, kemudian berkata, "Jangan gede rasa, aku gak suka ngintip manusia yang sedang mandi!"

Tak ingin berdebat dengan Putra, pemilik nama Putri itu pun memilih diam dan mandi. Lima belas menit setelahnya, ia keluar dari kamar mandi, wajahnya terlihat lebih segar, tidak seperti sebelumnya.

"Nanti malam mau makan apa?" tanya Putra ketika Putri membuka laptopnya, "aku mohon jangan pecel ayam, aku gak suka ke sana."

Sembari menunggu laptopnya menyala, Putri menjawab, "Gak tahu, mungkin aku gak makan malam."

Mendengar jawaban Putri, sang putra pun melotot. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan mendengus. "Harus makan, gak ingat tuh lambungmu gimana kabarnya?"

"Bawel deh kamu."

Tidak ada percakapan lagi setelahnya. Putri sibuk menatap layar laptopnya, sedangkan Putra hanya duduk manis di jendela kamar Putri. Melihat Putri yang fokus pada layar di hadapannya, Putra dengan rasa penasarannya yang tinggi pun ikut duduk di sebelah Putri. Ia ingin tahu, apa yang membuat Putri menatap laptopnya tanpa berkedip, bahkan dahi perempuan itu juga berkerut dibuatnya. Mulut Putra membulat setelah mengetahui alasan mengapa Putri nampak begitu fokus dan serius menatap laptopnya. Tahu bahwa Putri tengah sibuk berpikir, Putra memutuskan untuk kembali ke jendela dan duduk di sana, menunggu hingga Putri selesai bermain dengan pikiran dan imajinasinya.

Hening, keduanya sama-sama diam sampai akhirnya suara Putri pun sukses memecah keheningan di antara mereka. "Aku kasihan deh sama Oce."

"Kenapa?" ucap Putra menanggapi perkataan Putri.

"Ya kasihan aja, aku gak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau ternyata apa yang dialami Oce juga terjadi padaku, Tra. Ditinggal oleh Hayam Wuruk saat hari ulang tahunnya, bukankah itu menyakitkan?" Perempuan itu membalas sembari menguletkan tubuhnya. "By the way, Tra, kamu tahu gak sih siapa nama selir Hayam Wuruk yang sebenarnya? Maksud aku selir yang menjadi ibunya Bhre Wirabhumi itu loh."

Bukannya menjawab, Putra justru balik bertanya, "Kenapa kamu tiba-tiba tanya itu?"

"Penasaran aja, habisnya gak ada satu pun kitab atau prasasti yang mencatatnya sih. Terus aku juga penasaran tentang Perang Bubat, sebenarnya itu benar-benar terjadi atau hanya karangan belaka deh? Kamu tahu gak, Tra?"

Putra mengangguk, lalu menggeleng, mengangguk lagi, dan menggeleng, membuat Putri menatapnya tajam. Dasar bayi besar labil! Dengan cengiran yang menyebalkan, Putra pun membalas, "Entah, lihat aja nanti. Kamu beneran mau tahu tentang itu? Kalau mau, nanti aku minta bantuan salah satu keluargaku yang ada di sana untuk membantu kamu bertemu seseorang."

"Bertemu seseorang? Siapa?" Putri bertanya dengan raut wajah kebingungan. Ia hanya ingin mengetahui fakta dari masa lalu, kenapa harus repot-repot bertemu dengan orang lain? Apakah Putra memang tidak ingin memberitahunya secara langsung?

Pertanyaan Putri sepertinya selamanya akan menjadi pertanyaan tanpa jawaban. Persetan dengan Putra yang tak mau menjawabnya, Putri pun kembali fokus dengan layar laptop di hadapannya. Namun, baru tiga menit ia kembali menatap benda berlayar pipih itu, atensinya kembali pecah karena sebuah panggilan telepon yang masuk. Alisnya bertautan saat melihat siapa yang meneleponnya. Tanpa pikir panjang, Putri langsung mengangkat panggilan tersebut.

Rupanya panggilan tersebut adalah panggilan dari Devandra, salah satu teman dekat Putri, ialah laki-laki berkacamata yang tadi sore meminta Putri untuk mengirimkan file berisikan materi pelajaran melalui surelnya. Devandra menelepon Putri tidak hanya untuk mengingatkan agar perempuan tersebut segera mengirim surelnya, tetapi juga untuk menceritakan isi hatinya saat ini. Sebagai teman yang baik, Putri pun mendengarkannya dengan sepenuh hati.

Dua jam ia habiskan untuk menerima panggilan dari Devandra-bahkan panggilan itu masih berlanjut hingga sekarang sampai-sampai Putri lupa untuk makan malam. Hampir saja pawang jendela itu mengamuk, tetapi melihat Putri yang tak mengeluh lapar, Putra pun mengurungkan niatnya. Daripada memarahi Putri karena lupa makan malam, lebih baik Putra menguping isi pembicaraan kedua remaja itu saja.

Sadar bahwa ada yang menguping, Putri pun beranjak dari tempatnya duduk. Namun, sebelum ia benar-benar meninggalkan tempat duduknya, Putri sempat melirik ke arah Putra dan menyuruhnya untuk kembali ke jendela.

"Okay, thanks ya. I'll call you later setelah chat gue dibalas sama Angin. Sorry for disturbing your time, Put."

Panggilan itu pun diputus oleh pihak seberang. Putri mengembuskan napasnya pelan, energinya terkuras cukup banyak hari ini. Pembelajaran Jarak Jauh sungguh membuat kepalanya pusing! Ditambah lagi dengan kisah Oseania dan Hayam Wuruk yang membuatnya ingin tenggelam saja!

"Kamu tahu istrinya Shahrukh Khan?" Tak ada angin dan tak ada hujan, Putra tiba-tiba bertanya demikian.

Konyol, itu kata yang terlintas di pikiran Putri setelah mendengar pertanyaan Putra. "Duh, Putra! Aku gak tertarik dengan Bollywood. Jangan tanya tentang itu, aku gak tahu."

Sang putra hanya terkekeh, padahal jelas-jelas ia tahu bahwa Putri memang tidak tertarik dengan dunia industri film India. Hanya pernah menontonnya beberapa kali, itu pun karena sang ibu yang mengajaknya nonton bersama di ruang keluarga.

Namun, pada dasarnya semua yang Putra lakukan selalu memiliki hubungan sebab dan akibat. Biarlah Putri menilainya dengan penuh keanehan, tugasnya saat ini adalah menjaga sang putri seperti sebelumnya. Dengan sebuah seringai di wajahnya, Putra berbisik, "Dunia ini terlalu sempit, Putri. Kamu hanya berputar di dalamnya dan terlibat ke dalam alur yang berbeda di tiap waktunya."

👑👑👑

Another Time [MAJAPAHIT] (TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now