Pesan itu langsung terkirim. Zeena baru ingin melanjutkan ketikannya, tapi pintu kamarnya sudah terbuka. Berdirilah lelaki yang begitu tampan dan diidolakan oleh siswi di sekolah.

"Mau ke dokter?" tanya Rafa to the point.

Zeena meletakkan ponselnya lalu menggeleng pelan. "Zeena gak dibawain roti Jepang, ya?" lirihnya.

Rafa mengernyitkan alisnya. Laki-laki itu langsung menepuk dahinya kuat. "Aduh, maafin Kakak. Kakak lupa." Zeena hanya meringis menanggapi.

"Ya udah Kakak beliin dulu, ya." Rafa langsung keluar kamar itu dan menutup pintunya. Dia meraih kunci mobil yang tersimpan di laci kamarnya.

"Loh, Rafa. Kamu mau ke mana malam-malam begini?" tanya Windi yang baru saja pulang dari acara kajian rutin di kompleks.

"Untung Oma sudah pulang. Rafa titip Zeena dulu ya, Oma," jawabnya buru-buru.

"Kamu mau ke mana?" tanya Windi lagi.

"Mau beli kebutuhan genting, Oma. Assalamualaikum."

Windi hanya tersenyum dan menghela napasnya. "Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh."

Rafa mencari-cari minimarket yang masih buka, tapi ternyata sedikit jauh dari rumah omanya. Setelah memarkirkan mobilnya dengan benar, Rafa langsung berlari menuju minimarket itu. Dia mencari sesuatu yang sudah begitu dihafalkannya.

Teringat sesuatu, Rafa mendekati bagian makanan. Dia membelikan beberapa camilan juga minuman coklat favorit adiknya. Tak lupa juga cokelat Goldqueen agar mood adiknya nanti tidak begitu buruk.

Zeena membuka mata saat seseorang mengusap lembut rambut panjangnya. "Kak Rafa udah dapet?" tanyanya.

"Kakak mana bisa dapet. Kamu yang dapet," candanya.

Zeena mengerucutkan bibirnya. "Ngeselin!" sarkasnya sambil memukul lengan kekar kakaknya itu.

Rafa tertawa pelan. "Bercanda, Sayang. Ini udah Kakak belikan. Sekalian bonus giveaway buat kamu."

Zeena membuka plastik besar itu dan melongo saat melihat banyaknya makanan juga minuman yang dibeli kakaknya. "Boros banget, sih!"

Rafa merubah raut wajahnya menjadi datar. "Daripada kena amuk kamu nantinya. Ya udah Kakak mau tidur dulu. Selamat malam, Little Sister!" ucapnya lalu mengecup singkat kening adiknya.

Zeena tersenyum. "Selamat malam juga, Perfect Brother!"

Zeena menghela napasnya saat Rafa sudah pergi dari kamarnya. Dia menatap coklat yang begitu banyak di kasurnya. Ini memang sudah biasa untuknya, tapi tetap saja dia merasa tidak enak karena sudah merepotkan kakaknya itu.

Beruntung sekali dirinya memiliki seorang kakak seperti Rafa. Kakaknya itu bahkan tidak enggan sama sekali saat membelikan dirinya barang seperti ini. Rasa sayangnya pada sang kakak semakin bertambah. Dia tidak ingin kehilangan kakak satu-satunya itu. Dia hanya berharap kalau kakaknya itu tidak akan pernah berubah sampai kapan pun.

Zeena mendapati ponselnya menyala-nyala. Dia segera menutup pintu kamar mandi dan mengambil gawainya itu.

Ternyata Devan yang mengirim pesan. Zeena merasa laki-laki itu agak berbeda dengan laki-laki lain di kelasnya. Devan seperti lebih perhatian padanya. Bahkan lelaki itu tidak keberatan meminjamkan buku catatan selama dirinya tidak masuk sekolah.

Devan: Assalamu'alaikum. Maaf, Zeen, aku ganggu malam-malam gini.

Devan: Aku cuma mau ingetin kalau besok bisa kan bawakan buku catatan fisika punyaku?

Devan: Eh, Zeena online. Keganggu, ya?

Zeena tersenyum saat mendapati laki-laki itu masih aktif. Dia secepat mungkin mengetikkan balasannya.

Zeena: Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh. Sebelumnya aku minta maaf ya sama kamu Devan. Bukunya ada di rumah dan aku lagi di rumah Oma sekarang. Kalau semisal aku antarkan besok setelah pulang sekolah gimana?

Zeena melihat tanda baca itu langsung berubah warna biru dan Devan tengah mengetik pesannya.

Devan: Oh ya udah kalau gitu. Gak apa-apa, besok aku ambil aja ke rumah kamu. Satu rumah kan sama Kak Rafa?

Zeena: Iya.

Devan: Oke.

Zeena: Sekali lagi Zeena minta maaf, ya.

Devan: Gak apa-apa. Santai aja. Udah tidur sana. Anak gadis gak baik tidur malam-malam.

Devan: Jangan lupa baca doa. Daripada diganggu setan, mending mimpiin cogan.

Devan: Eh, gak boleh sih. Bukan mahram.

Devan: Tapi kalau mau mimpiin gue juga gak apa-apa. Dengan senang hati gue masuk ke mimpi lo.

Zeena tidak membalasnya. Dia langsung mematikan layar ponselnya. Devan sudah gila, pikirnya. Namun sayangnya pesan itu membuat jantungnya tidak sehat secara tiba-tiba.

"Dasar anak muda," lirihnya.

***

Alhamdulillah update.

Temen-temen kalau semisal bikin group chat line gitu mau gak, ya? #plak

Selamat menunggu part depan.

Jazakunallah khairan❤

Perfect Brother || HiatusDonde viven las historias. Descúbrelo ahora