"Kalau jadi ketos emang gak sibuk gitu ikutan basket juga?"

"Ya nanti lihat aja deh ke depannya gimana. Kalau temen Kakak sih anak basket semua."

"Kenapa Kakak ikut OSIS?"

"Dimasukkin kakak kelas secara paksa, tapi lama-lama enak juga, sih."

Mobil yang mereka tumpangi mulai memasuki kawasan kompleks perumahan. Zeena menatap kagum rumah-rumah yang berjajar dengan pemandangan yang cukup asri di halaman rumah mereka.

"Udah sampai," ucap Rafa lalu mematikan mesin mobilnya.

Mereka berdua turun dari mobil dan melangkah mendekati seorang wanita yang sudah tak lagi muda usianya, tapi paras cantiknya masih terpancar.

"Assalamualaikum," ucap mereka bersamaan.

"Waalaikumussalam. Alhamdulillah, cucu Oma datang juga. Ayo masuk, Sayang!" ajak Windi dengan raut bahagianya.

Wanita sepuh itu merangkul Zeena yang hanya tersenyum lembut padanya. "Ini Zeena, ya?" tanyanya lembut. Zeena mengangguk.

"Kamu pasti bingung, ya, kenapa Kakak kamu bisa ajak kamu ke sini?" Lagi-lagi Zeena hanya mengangguk.

"Oma rindu sama kalian. Oma sudah bilang sama Ayah kalian biar kalian menginap di sini."

"Tapi Oma, bagaimana dengan seragam dan buku sekolah kami?" tanya Zeena sedikit cemas.

"Udah Kakak beresin tadi malam buat seragam. Kalau baju, katanya diantar sama Ayah," balas Rafa.

Windi tersenyum begitu manis. Melihat Zeena, rindunya pada Dzakira-menantu kesayangannya-mulai sedikit terobati. "Cantik kamu, Sayang, seperti Bunda kamu," lirihnya.

Zeena hanya tersenyum. Hal itu sudah biasa untuk dirinya. Namun kerinduan pada sang ibu selalu membuncah setiap orang tengah membahasnya.

Rafa berdeham. Dia mengusap lengan adiknya. "Mau ganti baju dulu?" tanyanya.

"Memangnya baju Zeena ada di sini?" tanyanya balik.

Windi terkekeh. "Ada, Sayang, ayahmu tadi sudah mengantarnya ke sini," balasnya. "Yuk, Oma antar ke kamar kamu!" sambungnya.

"Terima kasih, Oma." Zeena tersenyum begitu manis. Windi membalasnya.

Rafa juga ikut ke kamarnya untuk mengganti seragamnya dengan baju rumahan. Mungkin dirinya dan juga Zeena akan menginap beberapa minggu di sini karena Rangga ada tugas di luar kota untuk proyek perusahaannya.

***

Zeena memegangi perutnya sembari meringkuk di atas kasur. Bibirnya terus menerus mengeluarkan rintihan. Jika dia memanggil kakaknya, pasti suaranya tidak akan terdengar. Diraih ponselnya yang berada di atas meja. Lalu dia mengetikkan sesuatu untuk kakaknya.

Zeena: Kak. Kakak ada di mana?

Tidak menunggu lama, pesannya itu langsung dibalas oleh sang kakak.

Kak Acha: Di teras. Kenapa?

Zeena: Perut Zeena sakit banget, Kak.

Perfect Brother || HiatusOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz