IMAN ADALAH LAYAR PADA PERAHU DIRI MANUSIA

Depuis le début
                                    

•••

Orang-orang berkata, "Kami telah melihat Syamsuddin Tabriz. Wahai guru, kami telah melihat dia." Kalian sekelompok orang bodoh, betulkah kalian melihat dia? Seseorang yang tidak mampu melihat unta di atas atap mengatakan kepadamu bahwa dia bisa menemukan mata jarum dan menisikkannya! Sungguh itu cerita bagus yang mereka katakan tentang seorang lelaki yang berkata, "Ada dua hal yang membuat tertawa :Lelaki berkulit hitam mengecat kukunya dengan warna hitam dan lelaki buta yang menjulurkan kepalanya dari jendela." Orang-orang ini memang seperti itu. Kebutaan dalam dirinya membuat mereka menjulurkan kepalanya dari jendela tubuh mereka. Mereka pikir apa yang akan mereka lihat? Apakah arti dari persetujuan dan penolakan mereka? Begitu juga orang-orang yang bernalar, sama saja. Mereka, sebagaimana yang lainnya, tidak dapat melihat apa-apa untuk mereka setujui atau mereka tolak. Tidak peduli apa yang mereka katakan. Mereka hanya berkata omong kosong. Seseorang semestinya pertama kali memperoleh pandangan, beru kemudian melihat. Bahkan ketika seseorang telah memperoleh padangan, bagaimana mungkin orang mampu melihat sesuatu yang tidak dimaksdukan untuk bisa dilihat?

Di dunia ini terdapat begitu banyak orang suci dengan pandangan yang telah mencapai penyatuan. Tetapi ada juga orang suci lain yang telah melampaui mereka. Mereka dinamakan dengan Yang Terhijab Tuhan. Orang-orang suci kelompok pertama menangis merendahkan diri, "Ya Tuhan, tunjukkan kepada kami satu dari Yang Terhijab Milik-Mu!" tetapi hingga mereka benar-benar menginginkannya, hingga mereka bisa terlihat, tidak peduli betapapun orang-orang suci itu memiliki "pandangan", mereka tidak akan mampu melihat Yang Terhijab. Gadis-gadis penjaga kedai yang juga sebagai pelacur kerap kali tidak bisa dilihat oleh siapa pun hingga mereka dibutuhkan. Bagaimana mungkin kemudian ada seseorang yang mampu melihat atau mengenali Yang Terhijab dari Tuhan tanpa kehendak mereka? Itu bukan tugas yang mudah.

Malaikat berkata, "Kami memanjatkan pujian kepada-Mu, dan bertasbih kepada-Mu (QS.2:30). Kami adalah cinta murni, ruh dan cahaya sejati. Manusia-manusia itu adalah sekumpulan pemburu rakus yang selalu menumpahkan darah." Ini dikatakan agar manusia bergetar di hadapan Malaikat yang tidak memiliki kemakmuran, kedudukan, atau pun hijab, yang merupakan cahaya sejati, dan yang makanannya adalah keindahan Tuhan, cinta sejati, serta pandangan yang luas dan tajam. Mereka berperilaku di antara wilayah negatif dan positif. Di depan mereka manusia mesti tergetar dan berkata: "Sengsaralah aku! Apakah aku ini? Apa yang mesti aku ketahui?" Dan ketika cahaya menyinarinya dan kerinduan berkembang dalam dirinya, dia mesti akan menghaturkan ribuansyukur kepada Tuhan dan bertanya, "Bagaimana mungkin aku layak untuk ini?"

Saat ini engkau akan menikmati perkataan Syamsuddin secara lebih penuh bahwa Iman adalah layar pada perahu diri manusia. Layar dipasang untuk membawa mereka menuju tempat-tempat agung. Apabila tidak ada layar, kata-kata tidak berarti apa-apa kecuali angin yang berhembus.

•••

Antara seorang pencinta dan yang tercinta harus memiliki ketidak formalan yag mutlak dalam hubungannya. Formlitas hanya untuk orang-orang di luar diri mereka. Dalam keadaan yang bagaimana pun, ketidak formalan terlarang kecuali untuk cinta.

Aku akan menguraikan dengan panjang lebar dalam pebicaraanku, tetapi waktunya tidak tepat. Seseorang mesti berjuang sekuat tenaga dan "menggali banyak sumur" untuk bisa mencapai "kolam hati" Apakah orang-orang mereka kelelahan, atau pembicara yang merasa bosan dan meminta maaf, dan pembicaraan yang tidak mampu melepaskan dari kebosanan, mereka tidak layak sama sekali untuk jadi pembicara?

Pencinta tidak akan mampu memberikan bukti dari keindahan kekasihnya. Dan tidak seorang pun yang mampu meyakinkan pencinta dengan segala sesuatu yang bisa membuatnya membenci kekasihnya. Memang nyata kemudian bahwa untuk perkara semacam ini, bukti logis tidak berguna. Di dalam peristiwa ini orang mesti langsung menerjunkan diri dan menjadi pencari hubungan cinta. Sekarang, bila aku melebih-lebihkan tentang pencinta di dalam sebaris puisi, (Engkau yang bentuknya jauh lebih jujur dari seribu hakikat......), ini tidaklah berlebihan, karena aku melihat bahwa para pengikut telah menghabiskan hakikat dirinya sendiri di dalam kesenangan bentuk gurunya. Setiap pengikut selalu membutuhkan seorang guru ketika dia telah memunculkan konsep-konsep.

Baha‘uddin bertanya : "Tidakkah dia mengeluarkan konsepnya sendiri, bukan untuk bentuk sang guru tetapi untuk konsepnya sendiri?"

Itu tidak mesti demikian. Sebab jika seperti itu, maka keduanya akan menjadi guru. Sekarang memang suatu keharusan bagi kalian untuk berusaha keras mendapatkan pencahayaan batin demi melepaskan diri dan terlindung dari api kebingungan. Keadaan duniawiyah seperti jajaran kepangeranan dan kementerian. Sekejap berkilat seperti petir di dalam diri seseorang yang telah mencapai pencahayaan batin seperti itu. Sangat mirip dengan keadaan dari dunia tak terlihat, seperti halnya ketakutan terhadap Tuhan dan merindukan dunia aorang suci; sekejap berkilat seperti petir dan melintas cepat di dalan keduniawian. "Orang-orang Tuhan" telah sempurna kembali menuju Tuhan dan menjadi milik-Nya. Mereka syik dengan Tuhan dan tenggelam di dalam-Nya. Hasrat keduniawian ini, bagaikan nafsu birahi lelaki tan berdaya: tampak tetapi tidak memiliki tumpuan, melintas, dan cepat menghilang. Keduniawian hanyalah lawan dari keadaan dunia yang akan datang.

Jalaludin Rumi, Fihi ma FihiOù les histoires vivent. Découvrez maintenant