HASRATMU ADALAH TIRAI YANG MENUTUPI YANG NYATA

643 20 0
                                    

Kai berkata, "Beberapa orang yang berhasrat untuk melihatmu berkata, "Aku berharap untuk dapat melihat guru."

Di dalam kenyataannya, orang itu tidak akan mampu untuk melihat guru begitu saja karena hasratnya untuk melihat guru menjadi tirai penghalang pada sang guru itu sendiri. Pada saat itu dia tidak akan melihat guru tanpa tirai penghalang.

Setiap orang tentu memiliki hasrat, kasih sayang, cinta, dan kemesraan yang dia tumpahkan terhadap segala hal, ayah, ibu, sahabat, surga dan bumi, taman, beranda, karya, pengetahuan, makanan atau minuman. Dia harus menyadari bahwa segala hasrat dan keinginan itu menjadi "tirai" yang menghalanginya. Ketika seseorang mampu melampaui dunia ini dan melihat bahwa Sang Raja tidak tertutupi tirai itu, ia akan sadar bahwa seluruh hal tersebut merupakan "tirai yang menutupi". Sementara apa yang mereka cari pada hakikatnya satu. Dengan adanya kesadaran itu, seluruh masalah akan terpecahkan. Seluruh pertanyaan dan kesukaran hati akan terjawab, dan segala sesuatu akan menjadi jernih.

Tapi jawaban Tuhan tidak akan seperti itu. Dia mesti menjawab segala masalah satu persatu. Satu jawaban akan menyelesaikan seluruh masalah. Pada musim dingin setiap orang akan menyelimuti dirinya dan merapat di tempat yang hangat untuk mengusir dingin. Seluruh tanaman dan pepohonan meluruhkan dedaunan dan buah-buahnya karena serangan musim dingin. Menahankan rasa dingin dan bertahan dengan kulitnya agar tidak menderita kebekuan. Lalu datanglah musim semi "menjawab" kebekuan musim dingin. Munculnya musim semi, menjawab dan memuaskan segala masalah dan seluruh pertanyaan mereka yang bermacam-macam. Musim semi menyapa seluruh kehidupan, seluruh benda hidup, semua abenda mati dan menjawab setiap pertanyaan mereka dengan satu tiupan. Dan akhirnya, segala sesuatu mengeluarkan kepalanya dan mengetahui apa yang menyebabkan munculnya bencana itu.

Tuhan telah menciptakan "tirai" tersebut untuk satu tujuan yang baik. Apabila Dia menunjukkan keindahan-Nya tanpa tirai, kita tidak akan mempu melihat dan menikmati keindahan-Nya. Kita juga tak akan memperoleh manfaat darinya, karena kita diciptakan dan dikuatkan secara tidak langsung. Apakah kamu meliaht matahari? Di dalam cahayanya kita datang dan pergi. Karena cahanya kita dapat melihat dan mampu membedakan kebaikan dari keburukan. Dengan cahanya pula kita
menghangatkan diri. Karena mataharilah, pepohonan dan taman menghasilkan buah-buahan. Buah-buahan yang mentah, pahit, dan masam menjadi matang dan manis dalam panasnya. Di bawah pengaruhnya, bebauan dan logam berproses menjadi emas, perak, rubi dan nilan (safir). Jika matahari yang sangat bermanfaat secara tidak langsung itu terlalu dekat dengan kita, tentu kita tidak akan mendapatkan manfaat darinya. Bahkan dia juga akan menyebabkan seluruh dunia dan seisinya hangus terbakar. Ketika Tuhan Mengejawantahkan Diri-Nya, dengan ditutupi tirai pada gunung, pohon-pohon, berbagai jenis bunga akan menghiasi gunung itu dengan segala keindahannya. Kehijauan memenuhi manifestasi Tuhan dalam gunung tersebut. Tetapi jika Dia mengejawantahkan Diri-Nya tanpa tirai, pegunungan akan hancur dan musnah menjadi debu. Ketika Tuhan muncul denegan keagungan di gunung, Dia menyebabkan kehancuran gunung itu menjadi debu (QS.7:143).

Ketika kita sampai pada pemahaman itu, seseorang berkata, "Tetapi matahari musim dingin adalah juga matahari musim semi."

Guru menjawab, "Maksud kami di sini adalah untuk membuat perbandingan. Tentu berbeda antara persamaan dan perbandingan. Persamaan yang selaras adalah satu hal, sedangkan perbandingan adalah hal lain."

Dan jika intelek berjuang dengan seluruh kemampuannya, namun tidak mampu memahami sesuatu, mengapa dia harus mengehtikan usahanya? Apabila intelek menghentikan upaya karena tidak mencapai pemahaman, maka dia bukan intelek. Karena intelek selalu berusaha siang dan malam, tanpa istirahat, menyibukkan dirinya dengan pikiran untuk memehami sang Pencipta. Bahkan apabila Dia mustahil dapahami dan dibayangkan sekali pun. Intelek ini seperti laron dan kekasih Ilahinya bagaikan lilin. Ketika laron menerbangkan dirinya menuju lilin, tak dapat dielakkan lagi dia terbakar dan hancur. Laron tentu tidak akan mampu menahan nyala lilin, tapi dia tidak peduli. Dia rela menderita terbakar dengan seluruh rasa sakit yang ia rasakan. Binatang apa pun yang tidak mampu menahan nyala lilin dan menerbangkan dirinya kepada nyala itu adalah "laron". Dan lilin, tempat laron melemparkan diri padanya, tetapi tidak membakar laron, ia bukanlah lilin."

Maka, manusia yang bertahan dalam ketidak tahuannya tentang Tuhan, dan tidak berusaha dengan segala kemampuannya untuk memahami Tuhan, ia bukanlah manusia. Tuhan yang dapat dipahami seseorang bukanlah Tuhan. Manusia yang sejati tak akan pernah berhenti berusaha. Dia menunggu tiada henti di sekitar "Cahaya" Tuhan yang mengagumkan. "Tuhan" adalah lilin yang "membakar" dan terus menariknya agar lebih dekat. Tapi kedekatan itu tak terpahami oleh intelek.

Jalaludin Rumi, Fihi ma FihiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang