Chapter 7

11 1 0
                                    

Tama ngajak gue untuk nonton film di bioskop. Sayangnya, nggak ada film menarik yang tayang hari ini. Tapi karena cowok itu sedang butuh distraction akibat patah hatinya, akhirnya kita nggak punya pilihan lain selain menghabiskan waktu selama dua jam kurang di dalam studio bioskop sambil menyantap popcorn. Terlebih karena kali ini gue ditraktir Tama, jadilah gue nggak banyak protes saat dia ngajak gue buat nonton film bergenre fantasi yang sebenernya rating-nya nggak bagus-bagus amat.

Sepulang dari bioskop, kita berdua mampir untuk makan di kafe langganan, yang biasanya sering gue datengin bareng Tama dan Steffani saat nongkrong bertiga.

Secara teknis, jalan berduaan begini sama Tama seharusnya terasa menyenangkan. Kita nonton bareng dan kemudian makan di kafe. Gue bisa berpura-pura seolah-olah ini adalah sebuah kencan. Yup, kalau aja seandainya hari ini cowok itu bisa bersikap normal sepanjang hari, bukannya malah keliatan kayak orang linglung yang kebanyakan bengong hampir setiap waktu.

Seperti saat ini contohnya.

Alih-alih menghabiskan kentang goreng pesanannya, Tama malah sibuk mengaduk-ngaduk minuman milik cowok itu sembari sibuk dengan pikirannya sendiri.

Ini adalah salah satu hal yang nggak gue suka dari Tama. Sahabat gue itu selalu bersikap layaknya seperti buku yang mudah terbaca oleh semua orang. Semua hal yang dilakukannya merefleksikan perasaan Tama saat itu. Banyak bicara ketika mood-nya bagus, dan mendadak jadi pendiam ketika hatinya lagi berantakan.

Begitu juga saat Tama sedang berada di sekitar Steffani. Matanya akan berbinar senang mirip seperti anak anjing ketika mereka sedang mengobrol sambil tertawa berdua, lalu tiba-tiba berubah salting saat adik kembar gue itu menatapnya dengan senyuman manis di bibir. Seperti itulah Tama yang gue kenal.

Makanya, gue nggak kaget saat melihat cowok itu begitu pendiam hari ini, bersikap layaknya seperti orang paling menyedihkan sedunia karena cintanya bertepuk sebelah tangan.

Maksud gue, tolonglah, gue udah naksir Tama semenjak masih duduk di kelas satu SMA. Bersahabat selama dua tahun lebih dengan cowok itu, membuat gue merasakan patah hati setiap hari, terutama ketika gue mulai menyadari kalau Tama nggak akan pernah menatap gue dengan pandangan yang sama seperti ketika cowok itu menatap Steffani.

Tapi ya udah, gue nggak merasa perlu tuh untuk bersikap layaknya orang patah hati seperti yang Tama lakukan saat ini.

Somehow gue merasa, cowok itu lebih melankolis dari pada gue sendiri, dan sedikit-banyak hal tersebut mengganggu perasaan gue.

"Earth to Tama!" Gue menjentikkan jari di depan wajah cowok itu, membuat perhatiannya tertuju pada gue. "Denger nggak barusan apa yang gue bilang?"

"Apa?" tanya Tama bingung.

"Kentang gorengnya buat gue ya, keburu lepek kalo nggak lo makan." Gue langsung menarik piring di depan Tama sebelum cowok itu mengiyakan.

"Oh," gumamnya pelan, lalu menatap gue yang dengan lahap menyantap kentang goreng miliknya, mengabaikan bentuknya yang sudah terlihat sedikit layu. "Lo masih laper? Mau pesen yang baru aja nggak?"

"Nggak usah kok, cukup bayarin aja semua pesenan gue," tolak gue sambil senyum.

"Dasar oportunis." Tama ketawa pelan, lalu mendorong dahi gue dengan jari telunjuknya.

"Hei, lo berhutang budi ya sama gue. Asal tau aja, lo tuh lebih nyebelin pas lagi patah hati ketimbang pas lagi rese," kata gue dengan nada dramatis sembari memutar bola mata. "Masa dari tadi gue cerita panjang-lebar, semuanya mental sih nggak ada yang masuk kuping lo sama sekali. Gue berasa lagi jalan sama tembok tau ngg... Hmmph!"

Dengan sadisnya, Tama menyuapkan beberapa buah potongan kentang goreng sekaligus ke dalam mulut gue. "Nggak usah bawel, oke? Lo juga nyebelin kalo lagi cerewet."

Gue melotot, tapi nggak bisa protes karena mulut gue udah terisi penuh. "Ugh!" Pada akhirnya, gue cuma bisa mengerang dan memutar kedua bola mata gue untuk kedua kalinya, membuat Tama langsung tertawa senang karena terhibur dengan wajah kesal gue.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Look at MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang