💃20: Harus Sama Regan Pokoknya

666 67 20
                                    

Hari pelaksanaan lomba eskul renang semakin dekat, dan itu artinya waktu Edel untuk terbebas dari Regan semakin menipis. Padahal hidupnya sempat dibuat tenang akhir-akhir ini.

Brum ... brum ... brum ...!

Nada dering yang berasal dari ponsel Edel berhasil memecahkan suasana hening di kelas. Beberapa murid yang sibuk mencontek tugas temannya dibuat tertawa lantaran mendengar hal aneh tersebut. Dipikirnya, memang ada motor yang berlaju ke dalam kelas?

Ditengoknya ke arah pintu, masih tertutup rapat pula, bahkan tak tampak wajah seorang pun di sana. Kedua bahunya terangkat beserta wajah putus asa. Baiklah, ia akan kembali menyelami dunia jawaban lagi.

Sementara Edel yang juga tersentak saat melihat tampilan nama seseorang di layar ponselnya segera berjalan keluar dari kelas. Tak biasanya pula di jam istirahat seperti ini ada yang menghubungi.

Ah, iya, nama Sasya terpampang jelas di sana. Pasti gadis itu akan menyampaikan informasi tentang eskul. Mengingat pelaksanaan eskul renang tinggal menghitung hari, pastinya eskul tata boga akan menyiapkan bahan-bahan untuk melaksanakan bazar.

"Halo, Edel." Suara centil seorang cewek terdengar dari ujung sana.

"Iya?"

"Besok kita ke pasar swalayan, ya. Beli bahan bareng. Sebenernya tadi kita udah bahas di grup, cuman lo nggak baca. Nanti kita juga bakal kumpul di ruang tabog buat diskusi lebih lanjut sama Bu Petog."

Astaga ... Edel belum beli kuota. Pantas saja tak ada informasi apa pun dari grup eskul di hari yang semakin dekat.

Ia pikir eskul tata boga tak jadi digunakan saat bazar nanti dan lebih mengandalkan kemampuan para guru yang sudah lanjut usia. Sebab katanya beberapa pengajar di Bunga Bangsa memiliki pekerjaan sampingan, seperti menjual kue secara daring.

"Oh, oke. Makasih infonya, Sya. Maaf, aku belom beli kuota, jadi nggak bisa nginfoin."

"Lo bisa, 'kan? Pokoknya lo harus ikut, ya! Lo paling jago tuh milih bahan." Gadis itu memaksa. Memang tak semua anak eskul itu pandai memilih bahan ataupun memasak, sebab mereka sendiri pun masih belajar.

Bahkan baru mengenal apa itu peralatan dapur sejak masuk jenjang SMA. Saat kecil, mereka tak diperbolehkan untuk menyentuh benda seperti itu. Tidak seperti Edel yang mungkin sudah terbiasa sejak kecil karena sering diajak Tiara ke pasar.

Ya ... memang memiliki manfaat, sih. Edel jadi bisa melayani Ariyanto dengan baik. Di samping itu pula ia jadi mengerti dan menemukan caranya bahagia setelah pulang sekolah.

Tanpa berpikir panjang Edel langsung menyetujui. Kemudian setelah panggilan berakhir, barulah ia tersadar bahwa ia juga memiliki janji dengan Regan. Astaga bagaimana ia harus memilih?

Edel menepuk jidad pelan. Kenapa tiba-tiba saja lupa? Tugas mana yang harus ia pilih? Sasya atau Regan?

Aduh gimana ini? Matanya sayu, giginya pun terus menggesekkan diri ke satu sama lain, seperti memberikan sinyal pada sang otak bahwa Edel sedang panik dan tak bisa melakukan apa pun.

Aku nggak tau, deh. Nanti minta ijin sama Regan aja. Semoga dibolehin dan bisa belanja bareng temen-temen. Sekarang Edel mengangguk setelah menemukan solusi.

Walau tak yakin dengan apa yang ia pikirkan dan memutuskan untuk segera kembali ke dalam kelas, sesosok cowok yang baru saja terbesit namanya sudah muncul di belakang.

Edelweiss [Completed]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang