Bab 9 (Mulai Menyelidiki)

18 2 0
                                    

Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Haha, permainan ini begitu menyenangkan, Darial Sayang. Tahukah kamu? Aku menyiapkan kejutan lagi untukmu. Kamu pasti menyukainya.

***

Darial mengunci pintu kamarnya, Dewi dan Lily sudah boleh dibawa pulang pagi tadi. Keadaan mereka berdua mulai membaik. Hanya perlu istirahat penuh di hotel. Liburan mereka di Jogja tinggal dua minggu lagi, sedangkan mereka baru mengunjungi Candi Prambanan dan Borobudur. Padahal, jauh-jauh hari mereka telah menargetkan banyak tempat untuk dikunjungi.

Mata pemuda itu terpejam erat, dengan lengan kanan di atasnya. Pikirannya menerawang jauh, ke mana-mana. Dia masih sering merasa diamati bahkan diikuti oleh seseorang setiap harinya. Pemuda itu khawatir, kejadian yang menimpa Dewi adalah disengaja, dilakukan oleh orang yang sama. Ponsel di saku celananya bergetar, menandakan ada pesan yang baru saja masuk.

From: Xxx

Sslamat malam, Darial Sayang. Bagaimana, kamu suka kejutan dariku? Haha. Jangan dekati gadis mana pun jika kamu masih ingin mereka baik-baik saja, Sayang. Aku tidak main-main dengan ucapanku. Good night, Dear.

Matanya lantas terbuka lebar saat membaca pesan itu. Kantuk yang sempat datang, seperti pergi begitu saja. Lenyap. Darial duduk termenung sambung menatap layar ponselnya. Orang yang baru saja mengirim pesan kepadanya sudah tidak waras. Dia gila. Seperti psikopat.

Siapa kamu, hah?! Muncullah. Jangan seperti seorang pengecut!

Ketiknya cepat di atas keyboard, lantas menekan tombol kirim. Pemuda itu mengetuk-ngetuk layar ponselnya, menunggu jawaban. Selang beberapa jam, masih saja tak ada balasan yang masuk ke ponselnya. Darial menggeram keras, tangannya terkepal kuat, lalu meninjukannya ke ranjang. Pemuda itu harus menyelediki semuanya mulai besok. Kalau perlu, dia akan meminta bantuan pada teman-temannya.

***

"Haha, carilah aku sebisamu, Darial Sayang. Kamu tak akan menemukannya. Karena aku berada di dekatmu. Kamu tahu? Persembunyian yang paling aman itu adalah di dekat musuhmu sendiri, Darial Sayang. Tidak perlu jauh-jauh. Karena juga, aku tak bisa jauh darimu. Hahaha!"

Tawa itu menggema begitu saja. Ruangan yang kedap suara, menjadikan gadis itu leluasa berkata apa pun. Tidak akan ada yang mendengar suaranya. Dia adalah Tuhan di permainan ini, dia yang mengatur semua kejadiannya.

Namun, gadis itu lupa. Masih ada Sang Pencipta. Tuhan Semesta Alam. Dia yang lebih bisa dan lebih layak mengatur semua kejadian di masa depan. Dia tak terkalahkan.

Segera ambil obat yang sudah aku beritahu kemarin. Tukarlah dengan cara pintar, jangan sampai ketahuan.

Semenit setelah mengirim pesan tersebut, ponsel gadis itu bergetar.

From: Xxx

Baik, Nona. Kami tahu.

***

Keadaan pagi ini cukup hening, mereka berenam sedang berkumpul di kamar Dewi, berbincang ringan, sembari sarapan.

"Waktunya minum obat, Dew, Ly," ucap Rosi dengan lantang. Gadis itu segera membuka lemari kecil, yang ada di sudut ruangan. Matanya sedikit menyipit, saat mendapati isinya.

"Obat kalian tinggal satu butir, nanti aku akan membelinya di apotek dengan Velis. Iya kan, Vel? Kamu mau nemenin aku?"

Velis menyahut tanpa minat, gadis itu masih fokus dengan ponsel di tangannya. Dia tak ingin berinteraksi banyak. Mood-nya yang sering anjlok akhir-akhir ini menjadi salah satu penyebab. Tentu saja, interaksi Darial dan Dewi adalah penyebab utama yang membuatnya begitu. Hatinya selalu terasa terbakar api cemburu.

"Oh, iya. Aku mau bicara sesuatu dengan kalian. Nanti siang, kita bisa kumpul di kafe depan hotel?"

Pertanyaan Darial yang tiba-tiba dan cukup aneh membuat orang sekelilingnya menatap dengan heran. Tapi, tak ada yang bertanya. Mereka hanya mengangguk.

"Kami semua atau siapa saja, Dar?" tanya Dewi setelahnya. "E, maksudnya, kalau aku juga diajak tidak bisa. Soalnya kakiku masih belum bisa digerakkan. Takutnya malah menyusahkan kalian."

"Tidak apa-apa, Wi. Hanya kami berempat kok. Aku, Lily, Velis dan juga Rosi."

"Baiklah. Re, nanti kita juga bicara ya. Ada yang ingin kuceritakan padamu," lanjut Dewi setelahnya. Mereka berenam akhirnya terkunci dalam keheningan. Sebabnya, setelah perkataan Dewi itu tak ada lagi yang berbicara. Bahkan Rosi, gadis cerewet yang biasanya membahas segala hal, agar suasana tidak sesepi sekarang ini.

Di Balik Wisata Jogja (PROSES TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang