06 ; Ketahuan

12 2 6
                                    

Pria yang kerap di sapa Edward itu marah bukan main sesaat Ersa yang setingkat dibawah pangkatnya menantang dirinya. Edward jelas tertantang. Pria itu merasa terganggu oleh Ersa, ralat. Ia merasa karir yang ia bangun dengan susah payah bisa hancur karena kedatangan detektif baru diperusahaan mereka.

Pikirannya tidak tenang hari itu. Rasanya ia ingin pulang dan menyingkirkan Ersa secepat yang ia bisa.

Mengenai kontak detektif 3 tahun yang lalu, Edward sengaja tidak memberikannya. Awalnya saat ia dilimpahi kasus ini, Edward bersemangat karena akan diberi imbalan yang besar tentunya. Namun seiring berjalannya waktu, ia merasa lelah sendiri. Kaki tangan yang bernama Jonathan kerap kali tidak mau diajak bekerja sama. Jadi ia alihkan lagi kasusnya ke Ersa dengan sewenang-wenang. Edward tidak peduli, kalau dirinya saja tidak bisa menemukan kemajuan dari kasus ini, Ersa apalagi.

Namun Erdward terkejut saat perempuan itu masuk ke kantornya. Meminta sebuah kontak yang lupa ia letakkan ke berkas-berkas kasus dan selanjutnya pindah tangan ke Ersa. Karena ia berpikir bahwa Ersa bisa menanyakan kontak detektif itu, Edward berspekulasi bahwa bisa saja posisinya saat ini akan diambil alih, akan digantikan oleh bawahannya sendiri. Edward tidak mau itu terjadi. Jadi dia menyanggupi tantangan Ersa mengenai keluarnya ia dari sini.

Tapi Edward yakinkan, Ersa tidak akan berjalan mudah. Sengaja ia memperumit perempuan itu. Edward akhirnya menyimpan berkas terakhir yang berisi tentang perusahaan lain 3 tahun lalu dan kesimpulan kasus dari mereka. Ia simpan didalam brankas pribadinya di dalam kantor.

"Malam Edward." Pria setengah baya itu mengangguk cepat. Sebenarnya ia paling malas menyapa-angguk seperti ini. Toh mereka bukan pimpinan perusahaan, tidak ada artinya menghormati yang lebih rendah atau yang setara pangkat dengannya.

Edward memasuki mobilnya lalu menancap gas untuk pergi dari kantornya. Bekerja disini membuatnya muak terkadang.

Ditengah perjalanan, sambil bersenandung kecil Edward menjalankan mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Lampu menyala merah membuat Edward berdecak kesal, ia ingin cepat-cepat sampai dirumahnya. Ponselnya berdering selagi menunggu lampu hijau, itu dari rekannya.

"Data perusahaan terakhir, lo bawa kan?" Sial. Edward lupa, terakhir ia letakkan dalam sebuah brankas miliknya di dalam ruangan. Edward meringis menyentuh dahinya. Data tersebut tidak akan aman jika berada di dalam kantor, seharusnya ia bawa pulang malam ini.

"Iya, gue bawa."

"Oke. Jangan lo letak di kantor, mate. Bahaya. Kita nggak tahu mungkin aja petugas bersih-bersih nggak sengaja menemukannya."

"Lo tenang aja lah, datanya aman."

"Kalau gitu, tengah malam ini gue kerumah. Siapin semuanya, mate."

Lampu berganti menjadi hijau. Edward memutar setir mobilnya kembali ke arah kantor. Dia tidak mau petugas bersih-bersih menemukan brankas miliknya apalagi jika tahu sesuatu didalamnya.

"Loh, balik lagi Pak?" Kata security yang kebagian jadwal berjaga hari ini. Tapi tidak Edward hiraukan, ia langsung saja menerobos pintu kaca otomatis didepannya. Tidak menganggap orang yang baru saja menyapanya. Menimbulkan decakan serta keluhan betapa tidak bersahabatnya orang ini.

Edward menghampiri lift yang berada di lantai dasar, ia menekan kasar tombolnya berharap lift akan segera terbuka.

"Pak, itu liftnya mati." Edward menoleh, security yang tadi rupanya. "Kalau sudah jam malam, sudah tidak bisa dioperasikan. Biaya listrik mahal Pak." Dengusan ia keluarkan sebagai bentuk kekesalannya. "Tahu apa kamu tentang perusahaan ini? Sana pergi!" Sekali lagi, umpatan security itu lontarkan sembari berjalan menuju pos jaganya.

The 3 TraceWhere stories live. Discover now