part of 15

2.4K 247 22
                                    

Siang itu, akhirnya Taehyung bisa beristirahat tenang setelah setengah hari menjalani kegiatan yang padat. Dari mulai turun ke lapangan sampai mengadakan rapat dadakan karena ada beberapa kendalan dalam proyeknya. Naasnya, Jimin sang sahabat tidak ada karena mendapat bagian di luar kota.

Lalu di sinilah Taehyung, di dalam ruangannya tepat duduk di atas kursi kerjanya. Memandang kotak bekal di atas meja yang sudah terbuka dan tersaji dengan cantik. Tersenyum senang karena tahu siapa yang memasak dan akan bagaimana rasanya. Taehyung baru saja meraih sumpit, hendak mengambil satu potong telur gulung sesaat sebelum sebuah suara menginterupsi pergerakannya.

"Sudah lama tidak bertemu, Son."

Taehyung terdiam begitu melihat siapa yang datang. Tidak pernah ada yang berani masuk ke dalam ruangannya tanpa izin, ada pengecualian untuk sosok di hadapannya. Sosok yang bahkan Taehyung nyaris lupa kapan terakhir bertemu.

"Ayah."

"Bahagia dengan pernikahamu?"

Mendengar pertanyaan sederhana itu membuat Taehyung agak geram. Menunda makan siangnya, kembali menyimpan bekal itu. Menatap pria berumur di hadapannya yang belum dia persilakan duduk. Persetan, bahkan pria itu masuk ke dalam ruangannya tanpa izin sama sekali.

"Ada apa? ... Ayah?" Taehyung berusaha menjadi profesional, membenarkan letak jasnya sedikit dan memberi gestur kepada ayahnya untuk duduk di hadapannya.

"Tidak ada yang khusus. Hanya ingin melihat putraku susah sesukses apa dan sebahagia apa. Ketika dulu bekerja dan berpenghasilan secara diam-diam, kini menikah pun sama. Apa memang begini sifatmu, Kim Taehyung?"

Raut wajahnya tidak memperlihatkan reaksi apapun. Taehyung berlindung di balik wajah tanpa ekspresinya. Bagaimana perasaannya? Terlalu rumit dijelaskan. Napasnya agak memberat sementara dadanya mulai sesak.

"Aku hanya... ya, tidak mau ada yang mengganggu." Tersenyum di akhir kalimatnya.

Sang ayah tertawa puas mendengarnya. Tapi bagi Taehyung, tawa itu adalah hinaan paling mencelos hatinya.

"Begitu? Siapa yang akan menggangumu, Son?"

"Mungkin Ayah tahu."

Ayahnya terdiam mendengar jawabannya. Tak pernah Taehyung menganggap bahwa dirinya sedang berdebat dengan ayahnya. Pria itu mau bagaimana pun adalah ayah kandungnya. Tanpa jasa pria itu, Taehyung tidak akan bisa seperti sekarang.

"Kau, memang anak kurang tahu diri."

. . .

Bekerja itu memang melelahkan tapi libur ketika harusnya bekerja tidak selamanya menjadi hal yang menyenangkan. Jungkook terpaksa tidak bisa masuk karena tugasnya hari ini tidak ada. Rapatnya ditunda dan di kantor pun dirinya tidak mendapat tugas lagi.

Kini kegiatannya hanya berbaring di atas sofa malas. Menonton teve dengan tidak bersemangat bersama Yeontan di pangkuannya. Perutnya sudah kenyang sementara hari masihlah sore, Taehyung belum ada tanda-tanda akan pulang. Terakhir pria itu belum membalas chat-nya sejak siang tadi.

"Astaga, mengapa semembosankan ini?" Jungkook menatap jengah teve di hadapannya.

Ingin rasanya pergi keluar atau menghampiri Taehyung di kantornya. Namun pria itu belum membalas chat-nya dan Jungkook hanya takut menganggu.

Beberapa saat kemudian terdengar suara pintu samping dibuka. Jungkook segera menoleh ke arah pintu begitu pun Yeontan yang langsung turun dari pangkuannya. Itu Taehyung, datang bersama tas kerjanya dengan wajah lesu dan langkah lemah.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 06, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ZuhausWhere stories live. Discover now