part of 5

1.6K 267 21
                                    

Jungkook berbaring di atas ranjangnya dengan pandangan lurus ke langit-langit kamarnya. Jika kalian menganggap bahwa kejadian sebelumnya adalah sebuah mimpi semata, tentu saja itu salah. Semua itu benar terjadi, bahkan Jungkook masih tengiang rasa kue beras berwarna merah muda yang dia makan sebelumnya.

"Jadi, jawabanmu apa?"

Suasananya tiba-tiba terasa sulit, Jungkook berusaha untuk tetap tenang. Ini semua begitu mendadak, tubuhnya dan terutama pikirannya juga sedang lelah. Tak bisa memberi jawaban secepat itu, Jungkook butuh waktu. Dan, Kim Taehyung tanpa harus diberi tahu sudah paham apa yang Jungkook butuhkan.

"Tidak perlu dijawab sekarang."

Dan kini waktu yang terus menuju subuh sementara Jungkook belum bisa terlelap juga. Menghela napas kasar, dia butuh minum sekarang. Bangkit dari kasur dan menuju dapur yang berada dalam keadaan gelap. Taehyung pasti sudah tidur, pria itu baru saja pulang beberapa jam yang lalu tapi bisa-bisanya melamar Jungkook dengan sesedehana itu.

"Apa dia sedang mabuk?" gumam Jungkook, mengusak rambutnya, tidak begitu paham dengan situasi seperti ini.

Bagaimana nanti pagi jika mereka bertemu dan sudah pasti bertemu. Jungkook tidak pernah merasa begitu canggung dengan seniornya itu. Tapi usai kejadian barusan, Jungkook yakin bahwa dia akan merasa demikian terhadap Taehyung.

"Aku harus jawab apa?" tanya Jungkook entah pada siapa. Pikirannya mendadak kalut.

Padahal, hanya sebuah pertanyaan sederhana. Benar, bukan? Tapi tetap saja ada konsekuensi seumur hidup yang harus dia terima setelahnya. Lantas, dia harus menjawab apa?

...

"Sungguhan? Wow, aku tidak menyangka kau akan dilamar seperti itu, haha," ujar rekan kerjanya.

Jungkook sebenarnya ragu untuk menceritakan hal ini. Tapi dia benar-benar butuh saran. Pikirannya sedang tidak bisa memutuskan hal apa yang harus dilakukan. Nyaris 4 tahun dan hubungannya dengan Taehyung tak pernah lebih dari kenalan dekat. Mereka tidak pernah skinship, menghabiskan waktu berdua pun tidak begitu banyak. Mereka hanyalah dua orang yang tinggal di bawah satu atap. Ya, hanya itu. Sungguh.

"Coba kau pikirkan lagi, Jungkook. Alasan mengapa kau harus menolak dan mengapa harus menerima. Sesederhana itu. Tapi, kau menyukainya, bukan?"

"Siapa yang tidak menyukainya?"

Rekan kerjanya tersenyum. "Ya, tapi apa kau termasuk orang-orang yang menyukainya?"

"Hah, kau tidak paham. Tentu saja banyak yang menyukainya. Dia tampan, kaya dan lagi penyayang."

"Lalu?"

Jungkook meremat tangannya satu sama lain. Kepalanya terasa berat tapi debaran di dadanya selalu terasa berlebihan dari biasanya.

"Aku hanya... merasa kurang pantas?"

Rekan kerjanya nyaris tersedak mendengar hal itu. Menatap Jungkook yang tampak kalut, wajahnya tidak memancarkan kebahagian sebagaimana orang normal baru saja dilamar oleh seseorang yang dapat menjanjikan kebahagian untuknya.

"Apa? Bagaimana bisa kau berpikir seperti itu? Kau kurang waras, hah?"

"Memang benar, bukan?"

"Apalagi yang kurang darimu? Ingatlah, kalian sudah lama tinggal bersama."

"Jika begitu, mengapa dia harus melamarku?"

Pembicaraan itu berakhir dengan jalan buntu. Rekan kerja Jungkook tak tahu lagi harus membalas pertanyaan Jungkook dengan jawaban seperti apa.

ZuhausWhere stories live. Discover now