part of 8

1.3K 223 5
                                    

Dan di sinilah Jungkook berada. Ruang tengah, duduk di atas sofa dengan sebelah tangan yang tertahan. Menatap tangan kanannya yang ditahan oleh orang lain—Taehyung yang sebelumnya memaksa masuk ke dalam kamarnya. Menyebabkan Jungkook nyaris melemparinya gelas berisi air di atas nakas.

Duduk bersebelahan tanpa ada pembicaraan. Setengah jam berlalu dan tangan pria di sebelahnya masih setia menahan pergelangan tangannya.

"Hyung, aku ingin tidur." Jungkook mengusap kedua matanya yang sudah terasa berat.

Belum lagi, besok mereka masih harus kembali bekerja. Jungkook sudah mengantuk sedari tadi, namun kali ini mulutnya baru menguap dan tubuhnya meremang karena dingin dan sudah lelah.

"Sebentar. Kau mau berbicara apa?"

Pergelangan tangannya lepas dari tempat semula. Ada sisa kehangatan di sana, Jungkook mengusap tangan kanannya, masih terasa asing. Mereka juga bukan tipe orang yang sering melakukan skinship dan Jungkook sendiri cukup awam dengan skinship seperti barusan.

"Tidak ada."

"Jangan berbohong."

"Tidak ada!" Jungkook masih kukuh pada pendiriannya, memeluk kedua lututnya yang dinaikkan ke atas sofa.

Taehyung terlihat menghela napasnya kasar. Sejujurnya dia memikirkan janji apa yang Jungkook maksud barusan. Kini dia baru ingat, dan malah dibuat bingung.

"Aku baru ingat. Aku berjanji bahwa tidak akan ada yang menentang kita, bukan?"

Bodohnya, Jungkook malah mengangguk. Selanjutnya mengutuk diri sendiri, mengapa dia seolah berpaling dari jawabannya barusan?

"Keluargaku bukan keluarga normal pada umumnya, Jungkook."

"Lalu?"

Taehyung melepas jam tangan di tangan kanannya. Menaruh di atas meja kaca di hadapan mereka. Menyamankan posisi dengan bersandar pada sofa. Lampu-lampu masih menyala meski waktu sudah menunjukkan memasuki tengah malam.

"Ayahku itu tidak punya pendirian. Kalau kau bingung, aku sebenarnya memiliki dua ayah dan dua ibu."

"Huh? Bagaimana caranya, Hyung?"

Taehyung tersenyum mendengarnya. Senyum yang sejatinya terasa sakit. Sedikit rumit menjelaskan keadaan keluarganya.

"Aku adalah anak pertama dan tunggal dari ayah dan ibuku. Suatu kejadian menyebabkan ibuku pergi dan aku tidak tahu ke mana. Beberapa tahun kemudian, ayah membawa seorang wanita yang tengah hamil. Ayah bilang, itu adikku. Kemudian lahirlah Yeonjun, beberapa tahun kemudian, ibu Yeonjun pergi tanpa alasan. Selanjutnya apa? Ayahku datang dengan seorang lelaki."

Jungkook mengangguk paham. Tak memungkiri sedikit bingung dan bagaimana bisa hal tersebut terjadi. Tapi Jungkook juga tidak membantah itu, tidak mungkin Taehyung berbohong kepadanya, bukan?

"Ayah hanyalah orang yang kutahu sebagi sosok yang selalu memberi uang setiap bulan. Tidak lebih. Bahkan selama satu tahun, aku tak pernah menjamin bisa bertemu ayah lebih dari tiga kali. Dia hanya datang ketika akan menikah. Itu saja. Dan hari pernikahannya pun, aku tidak pernah tahu." Taehyung melonggarakan dasi di lehernya.

Jungkook masih fokus mendengarkan. Kini bantal sofa berada di pahanya sebagai tumpuan kedua tangannya. Memperhatikan pria di sebelahnya yang sedari tadi tidak menatapnya.

"Sebelumnya kau tinggal bersama siapa, Hyung?"

Taehyung tampak berpikir. "Terserah diriku. Ayah tak pernah memberiku rumah, dia hanya memberiku uang. Terakhir dia memberiku ketika tahun keempat, beruntung aku sudah punya pekerjaan saat itu. Yeonjun tinggal bersama paman dan bibi dari ibunya. Tapi itu hanya beberapa saat, lalu dia pun tinggal sendiri di apartement. Namun, dia sering bertemu dengan ibu."

"Kau tidak pernah mencari ayahmu, Hyung?"

"Pernah. Tapi selalu nihil. Meski begitu, ayah selalu tahu apa yang sedang kulakukan. Termasuk, jika aku sudah melamarmu. Dia belum menghubungiku, tapi aku yakin dia tahu sebenarnya."

"Apa mungkin ayahmu akan menolak, Hyung?"

Taehyung mengangkat kedua bahunya. "Entah, tapi aku pernah bertemu suaminya—pria itu selalu ingin dipanggil ibu. Pria yang lebih sering menemui Yeonjun. Dia berkata bahwa ayah tidak mau anak-anaknya menjadi seperti dirinya." Taehyung membuang napasnya kasar.

"Tapi aku tidak peduli. Aku memang hanya mau menikahimu," lanjutnya. Menyebabkan kedua pipi Jungkook merona hebat.

Hening kembali melanda. Jungkook sempat memikirkan cerita Taehyung. Cukup tragis, ya, pantas saja Yeonjun seolah tak ingin dirinya pergi dari rumah ini. Namun, tetap saja ketakutan hinggap dalam benaknya.

Sebuah sentuhan hangat, Jungkook spontan menoleh ketika merasakan sebuah jarak yang kian menipis. Taehyung tepat duduk di sebelahnya, merangkul bahunya menjadikan wajah mereka sangat dekat saat ini. Bahkan bahu mereka bersentuhan dengan lekat.

"Jungkook," panggil Taehyung, suaranya sungguh berat.

Ini pertama kalinya mereka berada di jarak sedekat ini. Belum lagi wajah mereka, Jungkook dapat mencium aroma manis dari mulut Taehyung. Kepalanya mulai pusing, dadanya bergemuruh dan tubuhnya seperti ingin pindah dari sini.

"Bolehkah aku menciumu?"

Kedua matanya membulat tanda terkejut. Sungguh terkejut. Jungkook tak pernah membayangkan akan mendengar kalimat itu terlebih dari seorang Kim Taehyung yang menurutnya misterius dan sedikit menakutkan. Wajah mereka sangat dekat, hanya berjarak beberapa senti bahkan dengan maju sedikit saja, maka bibir mereka akan menyatu.

"A-aku...."

"Kau tidak mau?"

Jarak di wajah mereka kembali normal. Taehyung hanya terkekeh, kemudian berdiri dan tak lupa mengambil jam tangannya.

"Tidurlah. Besok kita berangkat bersama," titah Taehyung.

Seolah sikap dan auranya terasa lebih dingin saat ini. Jungkook hanya menatapnya, membiarkan pria itu berlalu. Tinggalah dirinya sendiri, Jungkook memejamkan matanya. Wajahnya terasa panas dan kini malah merasa sangat malu.

ZuhausWhere stories live. Discover now