Zeena memang sebenarnya murid di SMA ini sejak awal masuk kemarin. Hanya saja karena mengalami kecelakaan, dia harus libur selama satu bulan untuk pemulihan kakinya.

Rafa mengantarkan adiknya itu sampai masuk ke dalam kelas. Ternyata memang sudah sangat ramai karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi dan bangku yang tersisa memang hanya satu, tepat di sebelah perempuan berwajah jutek dan di belakang dua laki-laki yang tengah menatap ke arahnya.

Mereka yang di dalam kelas itu menjawab salam saat dua orang itu masuk ke dalam. Semua perhatian ada pada dua orang itu sampai Zeena duduk di bangkunya.

"Makasih banyak, Kak," ucapnya lembut.

Rafa hanya membalas dengan senyuman tipis karena banyak yang memperhatikan dirinya di dalam kelas itu dan dia tidak mau ada yang melihat dia tersenyum selain keluarganya.

"Aku ke kelas dulu kalau ada apa-apa WA aja." Rafa mengacak puncak kepala adiknya. Tentu saja hal itu membuat perempuan di dalam kelas yang mengidolakan Rafa menahan jeritannya.

Laki-laki itu segera pergi dari sana. Telinganya sudah cukup pengang mendengar bisikan di dalam kelas itu.

Zeena meletakkan kruknya di sebelah kursi lalu menatap teman sebangkunya. "Maaf, ya, aku duduk di sini dan bikin kamu enggak nyaman," lirihnya.

Perempuan itu menatapnya dan tersenyum tipis. "Enggak apa-apa. Aku senang akhirnya ada teman sebangku. Kamu yang namanya Allisya?"

Zeena mengangguk. "Iya, panggil saja Zeena. Nama kamu?"

"Ainayya. Panggil Nayya aja."

"Siap, Nayya aja," canda Zeena yang disambut kekehan oleh perempuan itu.

"Hai! Nama lo Allisya, ya?" tanya salah satu orang yang duduk di depan Zeena.

Zeena tersenyum gugup. "I-iya. Panggil aja Zeena."

"Gue Devan. Salam kenal, ya!"

Zeena hanya mengangguk. Lelaki itu tidak mengajaknya bersalaman dan itu membuatnya sedikit merasa lega.

"Lo dari SMP mana kalau boleh tau?" tanya Devan lagi.

"Al Azhar."

Devan sedikit terkejut. "Lah satu sekolahan kita. Kenapa gak lanjut di sana?"

"Wah saya gak tau kalau satu sekolah. Gak apa-apa, pengen suasana baru aja." Zeena berpikir jadi itu alasan dia tidak mengajak berjabat tangan.

BRAK!

Suara pintu yang dibanting cukup kuat membuat semuanya terkejut terutama Zeena. Dia mendapati 3 orang perempuan dengan rok selutut dan baju yang mengetat sedang berjalan menuju mejanya.

"Lo yang tadi pagi bareng Rafa?" tanyanya sinis.

Zeena mengangguk takut-takut. "A-ada apa, ya?"

Perempuan itu menyibakkan rambutnya. "Ada apa ada apa! Rafa itu milik gue, ya! Jadi, lo gak usah deket-deket dia lagi!"

"Tapi—"

"Gak ada tapi tapian! Kalau lo masih berani nekat juga, gue gak akan segan-segan bikin lo menderita!" Perempuan itu langsung berbalik tanpa mendengar penjelasan Zeena terlebih dahulu.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Devan dan teman sebangkunya secara bersamaan.

Semua mata tertuju ke arahnya. Mereka menatap cemas juga takut. Karena Zeena baru hari pertama masuk, mereka jadi tidak berani bertanya.

"Nggak apa-apa, kok," balas Zeena sembari tersenyum.

Tak lama setelahnya bel masuk berbunyi. Mereka bersiap ke halaman sekolah untuk melaksanakan upacara bendera karena sudah ada instruksi dari guru. Zeena dan teman barunya yang bernama Nayya berjalan bersamaan dan di belakang mereka ada Devan dan temannya.

Perfect Brother || HiatusOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz