Si Pengganggu

966 132 120
                                    

Suasana kelas menjadi hening, saat sesi ulangan Geografi dadakan itu sudah berjalan lima menit, sampai akhirnya guru itu keluar dari kelas entah mengambil berkas apa, dan itu adalah kesempatan untuk siswa yang gak pernah belajar setiap hari. Atau memang untuk kelas X IPS 1 jurusan minat Sastra Inggris yang selalu nyontek setiap hari.

"Nomor lima, woi lima." seru di belakang maupun di depan karena di menit itu juga nyawa kita di pertaruhkan, semakin lama guru itu di luar, semakin cepat soal ini di selesaikan.

"No sepuluh, anjritlah nggak ngerti soal," ucap Kevin ketua kelas yang ikut-ikutan nyontek.

Biasanya pelajaran yang selalu tes dadakan Ekonomi, Geograpi sama PKN, enggak tahu kenapa 3 pelajaran itu selalu aja memberikan tes dadakan apalagi tugas di LKS yang gak kira-kira. Emangnya ini otak mesin komputer yang bisa kasih soal langsung nyari jawaban ke otak, enggaklah!

Dari tadi aku sudah menyalin nomor empat dan nomor tujuh. empat nomor lagi yang belum, Syasa nggak akan jauh jawabannya dengan aku, karena aku menyalin dari dia.

"Hei, tujuh ... tujuh." ucapku ke belakang dan ke samping.

Jawaban dari kertas bisa melayang ke depan dan ke belakang, ke samping kanan dan kiri, begitulah IPS 1 jawaban dari satu orang, bisa dapet semua, kerennya lagi kalau ada ulangan matematika semuanya di remedial gak ada yang lulus. Kerenkan? Sampe-sampe kelas ini di bilang paling bodoh dalam eksa.

"Hei, Bu Dina datang."

Keadaan yang super berantakan dan sorak-sorak minta jawaban soal, menjadi hening seketika. Begitulah hebatnya kelas ini. Selalu tahu kondisi waktu di mana ada guru dan nggak ada guru saat ulangan.

"Yang sudah boleh pulang," titah Bu Dina, menunjuk map untuk dimasukan jawaban itu ke dalam map merah.

"Hah, gila ya kalau tiap hari gini, kepala gue pening."

"Iya, karena lo nyontek, coba kalau enggak berapa puluh soal dikerjakan kepala bakal fresh kalau hasil sendiri."

"Ya-iya, udah ceramahnya? Gue pulang duluan ya mau bareng Reyhan,"

Aku mengemas semua peralatan pensil dan buku-buku yang berserak di bawah meja di masukan ke dalam tas secepat kilat, berlari secepat kelas, untuk tiba di kelasnya yang tidak butuh waktu berapa menit.

"Reyhan." Aku melambaikan tangan, saat dirinya sudah keluar kelas.

"Hoii."

Aku mengamit di sebelah tanganya yang kiri, lalu menyenderkan kepala di sebelah pundaknya. Sampai tiba di parkiran, aku membetulkan tali sepatu yang keluar dari ikatan. Rey masih mematung di dekat pohon besar.

"HEI ANJING!!!" teriak dua orang yang masih aku hafal suaranya, saat di kantin. Farhan dan Reza.

"Inget urusan kita belum selesai!!"

Aku berdiri mengambil ancang-ancang lalu tertunduk lagi karena takut.

Reyhan menatap mereka samar, jarak mereka hanya sesenti.

"Minggir!!! Urusan kalian itu sama aku bukan sama Reyhan!!" Teriak gadis itu membawa kayu digenggamannya dengan erat. yang ia ambil dari ujung parkiran sekolah.

"Of course urusan lo juga belum selesai!!!" teriak Farhan meludahkan air liurnya ke hadapan gadis itu.

Aku yang melihat adegan itu langsung, membuat organ dadaku naik turun, kakiku menjadi lemas dan lebih memilih mundur ke belakang.

"Lo mainnya jangan sama cewek, sama gue kalau berani!!!"

Reyhan menatap gadis itu untuk menyingkir, namun ia memilih menolak dan memilih untuk mengeluarkan kekuatan di balik kayu itu, jujur itu membuatku cemburu.

Mata mereka beradu, seperti berhitung dengan siap, untuk menyerang Farhan dan Reza.

"Stop, gue udah telepon polisi, saat kalian babak belur, polisi bakal langsung nangkap kalian!!!" aku berteriak setenang mungkin mengalihkan ketakutan ini, dengan memejamkan mata sambil melihatkan panggilan yang sudah berakhir.

"Gue hitung sampai tiga, kalau kalian masih mau berantem gue bakal telepon lagi!!" nadaku mengancam, agar perkelahian itu tidak terjadi.

"Cabut aja Rez, gue gak mau berurusan sama polisi gue takut gak lulus di Univ."

Reza, memejamkan matanya lagi sambil mengeratkan ke dua tangannya.

"Awas aja, gue bakal perhitungan buat lo juga!! kalau gue udah keluar dari SMA ini, ancaman lo itu gak akan mempan lagi!!" ucap Reyhan lalu mereka berdua pamit, yang membuatku jatuh seketika.

Gadis itu masih menatap Reza dan Farhan, memastikan bahwa mereka benar-benar pergi.

"Aduh ...." di detik berikutnya gadis itu terjatuh ke dalam pelukan Reyhan, sedangkan Reyhan tidak menolongku sedikit pun atau melihatku, bahkan matanya saja masih fokus ke arah gadis yang bersandar di dada bidangnya itu.

"Maaf."

Aku seperti badut, menonton adegan yang harusnya bisa membuatku berteriak histeris, tapi tidak kali ini, setengah air mataku ingin keluar dari persembunyiannya.

"Apa ini?"

Kenapa dia memilih orang yang baru ia temui, ketimbang memilih sahabatnya yang sudah berteman selama 4 tahun?

"Renata, hari ini aku nganter cewek ini ya, lo nggak papa pulang sendirian?"

Aku mengguk dengan pelan, meski berat, ternyata aku yang sedang terduduk lemas ini, tidak di pilih untuk ia selamatkan. Gak papa Rey. Hanya hari inikan?

❤️Friendzone👍👎❤️

Terjebak Friendzone Where stories live. Discover now