1. Putus

1.3K 110 45
                                    

"Maaf, tapi kita harus putus."

Aku hanya diam ketika Raka mengakhiri hubungan kami. Menatap lurus jalanan yang basah karena hujan, dan menikmati dingin yang menusuk hingga tulang.

Baik Raka maupun aku hanya diam dengan pikiran masing-masing. Untungnya jalanan sepi, jadi mobil Raka yang berhenti depan rumahku lebih dari sepuluh menit yang lalu tak mengganggu pengguna jalan yang lain.

"Laras..." Raka kembali memecahkan suasana. "Kita harus putus."

Tanpa bertanya kenapa atau mencegahnya memutuskanku, aku turun dari mobil disambut hujan lebat yang langsung mengguyur habis badanku. Seakan tak apa-apa, aku berjalan santai menuju pintu.

Malam itu, aku tak mendengar Raka yang meneriaki namaku ataupun pintu mobil yang terbanting karena berusaha mengejarku. Hanya satu suara yang aku ingat malam itu sebelum aku menangis seakan tak ada hari esok lagi, suara mobil Raka yang langsung pergi.

***

Aku bolos kuliah hari ini. Tadi pagi, tiba-tiba saja tubuhku demam, membuat keadaan semakin tak baik-baik saja. Atau sebenarnya aku tak apa-apa.

"Gue cari lo ke kost, taunya di rumah," Tiara berdecak sebal saat aku menyambutnya dengan senyuman lebar. "Untung hari ini gue emang mau ke bawah."

"Iya, sorry. Badan gue tiba-tiba panas."

"Nyokap lo ngomong lo hujan-hujanan tadi malam. Nggak di antar Raka lo?" Tiara memberikan satu plastik jajanan dari minimarket. Dia memang tahu apa yang aku suka.

Aku dengan riang membuka salah satu jajan yang Tiara berikan, dan melahapnya puas. "Di antar Raka kok. Sampai depan gerbang."

"Raka tau gak lo sakit? Ntar malam lo musti berobat ya. Gue gabisa temenin, suruh Raka aja." Tiara berucap sambil ikut melahap snack.

Aku menggeleng. "Nggak dia nggak tahu. Ntar malam gue sama Mama aja."

"Hah? Kenapa dia gatau?"

"Ya, karena gue sama dia udah mantanan."

"HAHHHHHHHHH?????"

Aku tersenyum lebar pada Tiara yang kaget dengan ucapanku. "Iya, tadi malam kita putus. Tanpa alasan jelas dan gue juga nggak nanya kenapa."

Aku bercerita pada Tiara seolah putus dengan pacarku yang sudah jalan tiga tahun itu adalah hal yang biasa. Bukan hal yang harus dipikirkan dan ditangisi.

Tiara merespon ucapanku dengan emosi, ia tak terima Raka memutusiku. Bukan aku yang emosi, tapi sahabatku.

Aku sama sekali tak tahu kenapa cowok itu mengatakan putus, dan aku tak paham kenapa reaksiku biasa saja dan menerimanya.

Yang ku tahu, sepertinya aku memang sudah lama hilang rasa pada laki-laki itu.

***

Pukul 20.47, aku baru tiba dari praktek yang ada di dekat rumahku. Saat hendak bersiap tidur ponselku berdering.

Raka❤️ is calling...

Aku lupa mengubah namanya di kontak, bahkan sepertinya instagramku masih penuh dengan fotonya.

"Ya? Hallo?"

"Laras," suara dari seberang sana terdengar. "Kata Tiara kamu sakit."

"Iya, ini sudah dari praktek sama Mama," aku menjawab ucapan Raka seakan dia itu masih pacarku dan lupa bahwa kita sudah putus malam kemarin!

"Kenapa nggak minta antar aku?"

Aku menatap diriku yang terlihat pucat di cermin. "Karena kita sudah mantanan?"

Raka diam setelah mendengar ucapanku. Aku tak berniat untuk membuka pembicaraan sebelum dia yang berbicara.

"Ras, kamu gamau tanya kenapa aku putusin kamu?"

Aku menghela nafas. "Nggak. Nggak perlu."

"Kenapa? Setidaknya ayo putus dengan jelas dan baik-baik." Raka melembutkan suaranya, tahu dia aku akan luluh dengan sikap lembutnya. "Aku akan jelasin, tolong jangan tutup telp—"

"Rak, lo nggak perlu jelasin alasan lo putusin gue." Aku memotong ucapannya dan masih menatap diriku yang terlihat kasihan dari cermin. "Gue nggak minta."

"Kenapa?" Nada suara Raka masih tenang. Aku mulai tidak suka.

"Karena nanti aku nangis." Bulir air mata mulai berjatuhan, aku masih mencoba menahan nada suaraku sebisa mungkin. "Tolong jangan perduliin gue lagi."

"Ras, aku putusin kamu karena aku udah ngerasa nggak nyaman sama hubungan kita. Aku bosan sama kamu." Dengan egoisnya Raka mulai menjelaskan alasannya memutuskanku. Bukannya mematikan telepon, aku masih setia mendengarkan penjelasannya. "Tapi tolong jangan block aku dari kehidupan kamu, ya, Ras? Aku gak tahu harus kemana sebenarnya..."

"Kamu brengsek, Ka." Aku mematikan telepon dan langsung membanting diri di kasur. Menangis sejadi-jadinya hingga demamku terasa makin tinggi.

Aku juga merasakan hal yang sama dengan Raka, lelah dengan hubungan yang kita jalani. Tapi aku tak percaya dia mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hubungan kami.

Mungkin, sebenarnya rasaku tak pernah hilang hanya bersembunyi karena hubungan yang melelahkan.

Lelah karena tak saling mengerti, tak mau mengalah, dan lelah karena mempertahankan ego masing-masing.

***

Halo!

Selama karantina di rumah, aku berusaha aktif dan ingin mulai menulis kembali (walaupun aku jarang nulis wattpad 🙃) dan semoga gaya nulisku gak kaku karena lama banget nggak nulis....

Tapi aku berusaha semoga cerita ini selesai.

Tetap sehat ya❤️

April: Rasa di Antara Kita[✔️]Where stories live. Discover now