#11 (Amarah (2))

27 3 0
                                    


Guntur masuk ke dalam kamar orangtua Lintar. Begitu yakin ia melangkahkan kaki mendekati tempat peristirahan kedua orangtuanya. Ayah Lintar tertidur lebih dekat dengan pintu, sedangkan ibu Lintar berada di sisinya. Guntur mengangkat tangan kanan yang memegang pisau. Namun perasaan ragu mendadak hinggap di benaknya.

Lintar datang menembus tembok. Guntur sedang mengayunkan pisau yang hendak meluncur ke arah kepala ayahnya. Lintar berteriak kencang. Pisau telah tertancap.

"TIDAK ...!!!" Lintar berteriak kencang.

Waktu sudah habis. Arwah Lintar ditarik kembali menuju tubuhnya. Guntur terpental keluar dari badan Lintar, dia berguling-guling di atas kasur, menembus orangtua Lintar, sampai terjatuh dari kasur karena terus meluncur.

Ayah Lintar membuka mata perlahan, di bantalnya sebuah pisau menancap hanya beberapa senti. Ayah Lintar terkesiap. Dia melihat anaknya sedang berdiri di dekatnya dengan badan bergetar hebat.

"Ayah tidak apa-apa?" tanya Lintar begitu gugup.

Ayah Lintar bangun lalu menarik tangan Lintar menuju ke luar kamar. Sementara itu, Guntur masih tergeletak di lantai dengan pandangan kosong menatap ke atas.

Pria berkacamata itu mengajak duduk. Lintar terus saja meminta maaf sambil menangis pada ayahnya.

"Sudah, Lintar! Ayah tahu itu bukan perbuatanmu. Seharusnya Ayah yang meminta maaf kepada kalian, karena telah merahasiakan sesuatu yang sangat penting darimu dan ibumu."

Lintar mencoba menghentikan tangisannya.

"Sebetulnya, dulu, saat kamu lahir, kamu mempunyai kembaran. Dia bernama Guntur."

Lintar terkejut. Dari dulu Lintar hanya tahu ia adalah anak satu-satunya di keluarga ini.

"Maafkan, Ayah, karena harus merahasiakan semuanya."

Mata ayah Lintar mulai berkaca-kaca.

"Kenapa, Ayah, harus merahasiakannya? Jawab, Yah! Ayah, jawab!" tangan Lintar menggoyang-goyangkan tangan ayahnya.

Di kamar, Guntur yang sudah menjadi arwah, berdiri di dekat kasur dengan mata menuju ke arah pintu, di sana ibu Lintar sedang mendengarkan pembicaraan antara suami dan anaknya.

"Karena Ayah telah membunuh saudaramu." Air mata ayah Lintar sudah tidak bisa ditahan lagi, dia pun menangis. Perlahan tangan Lintar mulai melepaskan tangan ayahnya. Dia tidak menyangka bahwa ayahnya telah membunuh saudara kembarnya.

Ibu Lintar pun berjalan menuju kasur dengan tubuh lemas dan tatapan mata yang kosong.

"Maafkan, Ayah, Lintar!"

Kedua tangan ayahnya menarik tangan Lintar, tapi Lintar melepaskan tangan ayahnya, lalu berlari menuju kamar. Ayah Lintar terus menangis.

Pria tua berkacamata itu menutup pintu kamarnya, dia berjalan pelan menuju kasur. Terlihat istrinya masih terlelap. Ayah Lintar mencabut pisau yang tertancap di bantal. Menyembunyikannya di bawah kasur. Dia mulai membaringkan badan sambil memandang ke arah istrinya.

"Maafkan, aku, sayang!" bisik Ayah Lintar.

Guntur yang berada di kamar itu melihat ibunya sedang menangis membelakangi ayahnya.

PSIKOLOGIS:  Suara HatiWhere stories live. Discover now