#5 (Kotak Rahasia)

252 16 0
                                    

Laki-laki misterius itu masih mencuci piring. Roy meletakkan banyak cucian, lantas kembali pergi melayani pelanggan di depan.

"Apa aku boleh bertanya?" Laki-laki misterius itu berkata dengan sedikit gugup kepada Maya yang sedang memasak.

"Silakan saja," Maya menjawab dengan ramah.

"Uang itu apa?"

Maya tertawa. "Kamu berasal dari mana?" Maya terus tertawa, tapi dia berhenti setelah melihat muka pemuda yang ada di dekatnya itu menjadi acuh.

"Biar kujelaskan sedikit saja, jika kamu ingin melakukan sesuatu di jaman sekarang, misalnya makan, minum, atau bersenang-senang, kamu harus mempunyai uang. Banyak juga orang di dunia ini saling bunuh karena uang."

"Membunuh?"

Maya kebingungan mendengar perkataan si pemuda tadi yang tak terlalu jelas.

"Hidup itu begitu rumit."

"Kamu kenapa?" tanya Maya, tapi laki-laki misterius itu tidak menjawab. "Jangan terlalu banyak melamun, itu tidak baik."

"Apakah kamu seorang ibu?"

"Ya, aku punya satu orang putri, mungkin dia seumuran denganmu."

"Apa laki-laki di depan itu suamimu?"

Maya tertawa kembali. "Bukan, Roy itu sudah lama berteman denganku." Muka Maya sedikit merona.

"Siapa namamu?"

Tangan laki-laki misterius itu langsung berhenti begerak.

"Kamu kenapa?" tanya Maya.

"Aku tidak bisa menyebutkan namaku," pemuda itu melanjutkan mencuci piring kembali.

"Anak muda jaman sekarang memang suka menyembunyikan identitas."

Hari telah gelap Restoran 1993 sudah ditutup. Maya mengantar Roy dan laki-laki misterius itu ke pelataran. Roy menggerutu, ketika Maya memberikan berbagai macam uang koin dan kertas. Dari 100 rupiah sampai 50.000 rupiah pada laki-laki misterius itu.

"Dia sudah membantu kita hari ini, sudah sewajarnya kita memberi imbalan," ujar Maya.

Laki-laki misterius itu menilik uang satu persatu. Roy pun pamit. Laki-laki misterius itu memasukkan uang ke dalam saku celananya. Maya tersenyum dengan tingkah pemuda itu, ia pergi tanpa berpamitan. Kepala Maya mulai melirik kiri-kanan, ia mengkhawatirkan anak gadisnya yang belum pulang juga. Maya pun masuk ke dalam rumah yang menyatu dengan restoran miliknya.

Laki-laki misterius itu berjalan di belakang Roy. Dia berhenti melangkah setelah Roy menatapnya.

"Kamu mengikutiku?"

Pemuda berpakaian serba hitam itu tak menjawab, dia kembali berjalan melewati Roy.

"Dasar anak sialan!" Roy kesal merasa diacuhkan.

Larut malam seperti ini, jalanan begitu sepi, laki-laki misterius itu berjalan seorang diri sambil menatap bulan sabit bersinar di atas langit yang gelap. Tanpa sengaja, di perjalanan, dia melihat, beberapa orang masuk ke sebuah tempat. Itu sebuah Bar. Laki-laki misterius itu ikut masuk ke dalam Bar itu. Suasana cukup ramai, semua orang begitu santai duduk di kursi sambil menikmati live musik.

Seorang pria berbicara setelah menyanyikan sebuah lagu. Ia mencoba mengajak pengunjung untuk bernyanyi bersamanya di panggung, tapi tidak ada satu pun yang bersedia. Pemuda berambut spike yang berdiri di depan pintu masuk bergegas naik.

"Wow, wow, wow, lihat, di sini rupanya seorang pemberani telah maju ke atas panggung."

Semua orang bertepuk tangan.

PSIKOLOGIS:  Suara HatiWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu