34; obat

3K 314 9
                                    

Ketika kedua belah matanya terbuka, Jeonghan kira ia tengah bermimpi. Ia melihat wajah orang yang paling ia rindui berada teman di depannya. Telapak tangan orang itu yang hangat, suara napasnya yang berat, juga aroma tubuh yang rasanya sudah lama sekali tak ia hirup.

"Han, bagaimana keadaanmu?"

Jeonghan tidak butuh ucapan. Ia memaksakan diri menarik tubuh itu dalam pelukannya yang lemah. Tak berkata-kata, hanya gores-gores luka yang coba ia ungkapkan lewat kesunyian masa.

Kehangatan tubuh itu mengalir, ia tak lagi menggigil. Ketakutannya terbungkam, ia punya Seungcheol sekarang.

"Tunggulah sebentar, aku ambilkan obatmu." Namun gelengan kecil dan pelukan yang mengerat menghentikan Seungcheol. Bukan obat yang Jeonghan butuhkan sekarang.

Seungcheol pun membenarkan posisi mereka, berbaring dan Jeonghan berada di dadanya. Sudah berapa lama suasana ini tak ia rasakan?

"Badanmu panas sekali." Bisik Seungcheol. Ia dapat merasakan lelehan air mata mulai membasahi kaos yang ia pakai. Rasa bersalah terus menggerogotinya dan saat ini ia benar-benar ingin kembali pada Jeonghan. "Kepalamu pusing?"

Jeonghan mengangguk sebagai jawaban.

"Sebentar, Jeonghan." Seungcheol secara hati-hati membaringkan kepala Jeonghan di bantal lalu duduk dan melepas kaos miliknya, membuat Jeonghan agak terkejut dan malu mengingat sudah lama ia tidak melihat pemandangan seperti ini. "Kudengar ini bisa menurunkan panas." Ia tersenyum lebar, memamerkan gigi-gigi dan ujung gusinya.

Seungcheol kemudian kembali memeluk Jeonghan. Rasanya seperti ini lebih baik dan pasti lebih baik lagi jika Jeonghan juga melepas pakaiannya. Tapi ia sedang demam, jadi Seungcheol tidak sampai hati menyuruhnya melepas baju.

"Lebih baik sekarang?"

Jeonghan pun mengangguk. Tidak ada yang lebih baik daripada pelukan Seungcheol dan dada bidangnya.

Daddy | JeongcheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang