23; hurt

3K 338 90
                                    

"Kutebak kau pasti sedang bermasalah dengan suamimu."

Pria berhidung bangir dengan senyum manis dan garis mata seperti kucing mengambil posisi di sebelah Jeonghan setelah menuang segelas soju untuk sahabatnya itu. Namanya Joshua Hong, ia adalah salah satu teman Jeonghan yang ia kenal dari komunitas gay.

"Sok tahu." Jeonghan menyahut malas.

"Terlihat dari wajahmu, bodoh."

"Jangan mengataiku."

"Ya, ya. Minumlah sepuasnya, aku yang traktir."

Joshua adalah pemilik bar tempat mereka duduk sekarang. Biasanya Jeonghan akan datang bersama Seungcheol kesini, hampir tidak pernah ia datang sendiri. Karena itu kedatangannya dengan wajah murung dan sendirian membuat Joshua bisa menebak apa yang sedang terjadi sekarang.

Sebelumnya Jeonghan tidak pernah diluar selarut ini. Ia pasti mengusahakan pulang cepat karena Jihoon menunggunya dirumah. Tapi hari ini Jeonghan begitu lelah dan ingin keluar dari rumah sejenak, Jihoon pasti mengerti dan dia bisa makan ramen cup yang tersimpan di lemari jika lapar.

Ia memikirkan Seungcheol dan merasa akhir-akhir ini menjadi lebih sensitif. Seungcheol sudah beberapa kali menunjukkan gelagat mencurigakan yang membuat ia semakin khawatir dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia tertekan. Ia merasa dikhianati.

"Hey, kau bisa bercerita padaku jika merasa terlalu berat." Tangan Joshua yang lebih besar kini meremas erat tangannya.

"Tentu, Joshuji."

"Hentikan itu." Joshua tertawa hingga matanya menyipit. "Jangan memanggilku Joshuji."

Keduanya kemudian tertawa bersama. Jeonghan mengangkat gelasnya. "Ayo mabuk sampai mati, Joshua."

"Cukup." Tiba-tiba saja lengan kurusnya di cengkram oleh tangan besar milik pria yang baru saja tiba disana. Ia menoleh, mendapati Seungcheol memasang wajah dengan ekspresi tak bisa diterjemahkan. "Kita pulang."

"Aku tidak mau pulang!" Jeonghan menepis kasar tangan Seungcheol.

"Jeonghan, ini sudah larut."

"Oh, lalu apa masalahnya buatmu?"

Tak ada sahutan. Seungcheol kembali meraih lengan kurus itu, kali ini lebih kasar. Ia menarik paksa Jeonghan keluar dari sana meski harus membuat sedikit keributan dan Joshua hanya bisa menonton sekaligus berdoa Jeonghan akan baik-baik saja.

Seungcheol mengemudikan mobil seperti orang kesetanan. Ia hampir menabrak kerucut oranye di jalan dan membuat Jeonghan hampir berteriak akibat ulahnya. Perjalanan neraka itu memakan waktu yang singkat namun menyiksa, meski akhirnya Jeonghan bersyukur nyawanya masih ada ketika tiba di rumah.

Tapi Seungcheol tidak membiarkannya keluar dari mobil.

"Apa karena aku tidak pulang semalam kau jadi berselingkuh dengan Joshua?" Sebuah pertanyaan terlontar, penuh penekanan dan begitu dingin.

"Apa kau bilang?"

"Seberapa murah dirimu sampai kau berselingkuh hanya karena aku tidak pulang semalam--"

Plak

Tamparan keras mendarat mulus di pipi Seungcheol. Sebuah tamparan yang sepertinya tidak cukup untuk menggambarkan seberapa terlukanya Jeonghan sekarang.

"Jaga bicaramu!" Setetes cairan bening mengalir dari ujung matanya. "Kau, bangsat."

Gigi Seungcheol berderak menahan emosi. Ia keluar dari mobil, kemudian menarik Jeonghan keluar dengan kasar dari sana menuju kamar mereka.

Ia menarik kerah kemeja Jeonghan kemudian menghempas kasar tubuh kurus itu ke dinding. "Kau kira apa yang sudah kau lakukan?!"

"Kau seharusnya menanyakan hal itu pada dirimu!" Jeonghan menyahut. "Berkali-kali kau membohongiku, kau kira aku tidak tahu?"

"Kau--"

Kini air mata itu tidak lagi terbendung, mengalir deras menyusuri pipi tirus Jeonghan. Napasnya memburu, kepalanya pening, emosinya  meledak-ledak.

"Kau tahu betapa gelisahnya aku karena kau tidak pulang?" Suaranya bergetar hebat. "Aku merasa sangat...tolol."

Cengkraman di sekitaran leher Jeonghan mengendur, sedikit banyak kemarahan Seungcheol mereda. Kenapa ia merasa sangat marah saat ini, saat dimana seharusnya Jeonghanlah yang marah padanya karena tidak pulang semalaman tanpa kejelasan. Karena di belakang Jeonghan ia memilih pulang ke rumah seorang gadis dan memeluknya sampai pagi daripada pulang ke rumahnya sendiri dan membiarkan Jeonghan meringkuk kedinginan di sofa sepanjang malam.

Ia menarik Jeonghan ke ranjang, melepas kasar pakaian lelaki itu dan pakaian miliknya sendiri. Matanya seperti ditutup kabut. Ia bimbang, risau, bingung dengan apa yang terjadi dalam dirinya. Ia harus menyentuh Jeonghan, meyakinkan diri, menghapus keraguan yang entah apa.

"Hentikan." Jeonghan berusaha menahan Seungcheol dengan sisa-sisa tenaganya setelah terisak. "Seungcheol, aku tidak ingin--sakit!"

Kuku-kuku miliknya menancap di punggung Seungcheol. Rasa sakit mengerubungi sekujur tubuhnya, terutama di bagian bawah. Seungcheol melakukannya tanpa penetrasi dan itu membuat Jeonghan hampir berteriak jika saja ia tak segera menggigit bahu Seungcheol.

"Sakit." Lirihnya. "Seungcheol, sakit!"

Tidak dihiraukan sama sekali. Malam itu, keraguan Seungcheol sirna seiring dengan air mata Jeonghan yang perlahan mengering.

Malam itu ragunya binasa.

Ia yakin, rasanya pada Jeonghan sudah berubah.

Daddy | JeongcheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang