"Yoosun, Yoosun tahu tidak rumah sakit itu tempat apa?" Melihat Seokjin yang tidak bisa membantah perkataan putranya Yeon Ah kini menghampiri bocah kecil tadi. Sebuah senyum tak lupa selalu di sematkan wanita tersebut pada sosok yang mengangguk atas pertanyaan Yeon Ah.

"Rlumah sakit adalah tempat orang-orlang sakit agar cepat sembuh."

"Benar sekali, coba Yoosun bayangkan jika ada orang-orang yang sakit dan datang ke sini tapi rumah sakitnya penuh, karena orang-orang yang seharusnya boleh pulang tapi tidak mau pulang."

"Eum ... tidak boleh ke rumah sakit?"

"Ya dan Yoosun ingat saat sakit sebelum di bawa ke sini?" Bocah yang belum genap berusia empat tahun itu mengangguk seabagai jawaban. "Tidak enak sakali bukan sakit itu? Untung saja rumah sakit masih mau menerima Yoosun hingga Yoosun sembuh seperti sekarang, bagaimana kalau mereka tidak mau menerima Yoosun?"

"Yoosun akan menangis kalena sakit pelut."

"Jadi?"

"Yoosun tidak boleh mementingkan dirri sendirli dan halus peduli pada yang lain. Baiklah mama Yoosun akan menulut kata uncle Kim dan mau pulang besok," lirih bocah itu sambil menunduk dan memainkan mainannya asal. Yeon Ah tersenyum meperhatikan laku putranya ini, mengelus pipi Yoosun sebelum mengecupnya bangga akan betapa pintar putranya ini.

"Yoosun dengar, ketika kita memikirkan diri sendiri memanglah terdengar sangat menyenangkan tapi kita harus ingat, semua bukanlah mengenai diri kita saja. Kita harus memperhatikan orang lain. Ingat, mementingkan diri sendiri itu tak apa asal jangan menjadi pribadi yang egois."

"Baik ma, Yoosun mengerti."

"Kalau Yoosun mau bertemu teman-teman, suster dan Uncle Kim kita bisa kesini kapan-kapan."

"Benarkah mama?" Kini pria kecil tersebut menatap ibunya dengan mata berkilau tanda kegirangan yang di sahuti anggukan oleh Yeon Ah. Seokjin yang sedari tadi terdiam itu merasa tertohok oleh percakapan kedua orang ini. Merasa tersindir sekaligus kagum pada sosok Yeon Ah. Bagaimana tenangnya wanita itu menanggapi hal tadi, meski pria tersebut tahu juga bahwa wanita berstatus istrinya itu tidak bermaksud sama sekali untuk menyidirnya. Semua yang dikatakan Yeon Ah merupakan kebenaran, Seokjin tak bisa memungkiri. "Papa besok mengantar Yoosun pulang berrsama mama kan?"

"Oh, ya tentu saja." Sedikit terkejut Seokjin menanggapi pertanyaan bersemangat Yoosun.

"Telima kasih papa, Yoosun sayang papa dan mama," ucap bocah itu kemudian mengecup pipi kedua orang tuanya bergantian.

-***-

Dengan mata yang menyipit, Seokjin berusaha menyesuaikan diri pada benda persegi yang tengah digenggamnya. Netranya kembali mengerjap beberapa kali pada refleksi cahaya yang dihasilkan benda tersebut, dengan tingkat kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul pria itu berusaha memahami beberapa deret kata yang terlampau sederhana di sana.

Ia baru setengah jam terlelap sebelum akhirnya terbangun karena sebuah pesan singkat pada ponsel miliknya. Beberapa hari mengurus Yoosun membuat Seokjin harus merelakan diri untuk membawa pekerjaannya pulang serta mengurangi jam tidur. Fokusnya kini teralih pada bocah kecil yang terlelap di sampingnya. Salah satu tangannya masih menggenggam erat jari telunjuk Seokjin dan salah satu tangannya lagi memeluk lengan Yeon Ah yang tidur di sampingnya.

Malam tadi usai kepulangannya dari rumah sakit, bocah itu merengek di hadapan kedua orang tuanya untuk tidur bersama ayah dan ibunya. Memanfaatkan kesempatan keberadaan Kakek dan Nenek Kim yang kebetulan menyambut kepulangan cucu satu-satunya tersebut. Tahu betul kedua orang tuanya akan menolaknya halus, mengatakan bahwa ia harus tidur sendiri karena sudah besar. Hingga tidak ada alasan untuk Seokjin dan Yeon Ah menolak permintaan sederhana tersebut, terlebih di hadapan Kakek dan Nenek bocah ini.

"Kau ada urusan Kim?" Suara parau khas bangun tidur itu mengentrupsi, tidak keras namun cukup mampu membuat Seokjin terperanjat.

"Maaf, aku membangunkanmu ya?"

"Tidak, aku hanya merasa haus." Geleng Yeon Ah kemudian mengambil gelas mineral di nakas yang tepat berada di samping ranjangnya. "Pergilah kim, aku tak apa."

"Entahlah Yeon aku tak yakin," guman Seokjin dengan menjatuhkan lengannya pada kedua netranya yang terpejam rapat. Mengingat kembali pesan sederhana dari sang pemilik separuh hatinya.

'Kau sudah tidur?' Hanya pertanyaan sederhana yang tertuang di sana tapi sudah cukup membuat Seokjin mengerti bahwa gadis itu tengah membutuhkannya. Mengingat kembali jam telah menunjukan pukul dua dini hari, menjelaskan bahwa insomnia gadis tersebut tengah kambuh. Hati seorang Kim Seokjin seperti berada antara dua kutub yang berlawanan. Sisi lainnya menginginkan tetap tinggal disini, ia tidak ingin kembali terlalu mengecewakan keluarga kecilnya. Ya, meski ini bukan sebuah keluarga yang ia impikan tapi Seokjin memahami apa peranannya.

"Pergilah Kim, aku rasa ia lebih membutuhkanmu lagi pula Yoosun juga sudah tidur. Ada aku untuk menjaga Yoosun."

"Kau yakin Yeon?"

"Ya, bukannya kau sendiri yang sering mengatakan bahwa ia membutuhkanmu."

"Yeon Ah tolong jangan berpikir aku mengesampingkan Yoosun, aku hanya_" Pria ini langsung terduduk berusaha menjelaskan situasi yang ia rasakan.

"Aku paham Kim, terima kasih atas waktumu beberapa hari ini. Itu sangat berarti bagi pemulihan Yoosun dan aku sangat menghargainya." Potong Yeon Ah mengetahui Seokjin sudah tergagap menjelaskan maksud ucapannya.

"Yeon Ah, maafkan aku ... aku benar-benar ayah yang buruk."

"Kita berdua masih belajar, semuanya memiliki prosesnya masing-masing terlepas peran kita ini terasa begitu tiba-tiba. Aku menghargai dan menikmati setiap prosesnya, kehadiran Yoosun membuatku belajar untuk menjadi pribadi yang semakin baik setiap harinya. Aku harap kau juga merasakan hal yang sama." Seokjin hanya bisa tersenyum kecut sebagai respon, tak menyangka wanita yang dulunya begitu tak terkendali itu menjadi semakin dewasa setiap harinya. Sepertinya hanya Seokjin sendiri yang masih berjalan di tempat tanpa belajar barang sedikit. "Aku tidak pernah memaksamu tapi jika kau ingin pergi ... pulanglah sebelum Yoosun bangun, karena ia akan langsung mencarimu saat bocah ini membuka mata esok. Hanya itu pesanku."

"Yeon, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana tapi aku benar-benar berterima kasih padamu," ucap Seokjin yang hanya dibalas wanita itu dengan anggukan dan sebuah senyum tipis, sebelum pria itu mengecup kening putranya dan beranjak untuk bersiap pergi ke tempat pemilik separuh hatinya berada.

Semoga ini tidak mengecewakan kalian ... TT_TT

feed back-nya jangan lupa komen dan sarannya jangan sungkan demi kelangsungan work ini ..

terima kasih.

IN A BINDWhere stories live. Discover now