♤vølvər♧

52 5 1
                                    

"Rin, udah sekarang kita pulang ya. Nggak baik lo nangis disini terus." gumam Malfin menatap lamat-lamat kedua bilik mata Airin.

Airin masih berusaha mengatur nafasnya, "Ngg-gak Fin, g-gue gak mau pulang k-ke rumah." ujar Airin tidak berani menatap Malfin. Makin terdiam, berusaha berfikir.

"Oke, yang penting sekarang kita jalan dulu. Gue tahu tempat yang pas untuk nenangin diri lo."

......

Malfin dan Airin tiba di salah satu kafe, mereka kemudian naik ke rooftop untuk mencari angin yang dapat menyegarkan pikiran dan hati. Malfin memesankan beberapa minuman untuk mereka berdua agar bisa berbincang lebih nikmat.

"Rin, cerita ke gue. Ada apa?" Malfin memegang pundak Airin dan mengelusnya lembut. Airin masih tertunduk, ia malah melamun. "Airin?" Airin tersadar, membuyarkan fokusnya pada wajah Malfin.

Malfin tersenyum membuat Airin sedikit rileks, Airin kemudian menarik nafas untuk memulai ceritanya.

"Kemarin gue ketemu sama mereka di kafe, waktu itu gue lagi sama Shirin. Shirin waktu itu memang lagi butuh gue karena lo selalu nganggep dia salah, dan tentang Fero sama Lilian mereka udah pasti backstreet dan secara gak sengaja ketahuan sama gue. Gue yakin di motor atau mobil mereka berantem tentang backstreet mereka yang kelihatan sama gue."

Malfin mulai mencerna alur cerita, ia mengangguk pelan. "Gue tahu ini berat, Rin. Tapi, jangan salahin diri lo, lo nggak usah takut. Disini, ada gue, gue bisa bantu lo. Dan, Lilian sama Fero juga tahu ini kesalahan mereka. Jadi, ini sepenuhnya bukan salah lo kok." Airin tersenyum simpul mendengar penjelasan Malfin, ia mulai beranjak pulih dari kecemasannya.

"M-makasih ya Fin, lo memang baik banget. Beruntung gue bisa kenal sama lo." Airin kembali tersenyum, jauh dalam ruang hatinya. Ia sanggat menyayangi Malfin, ia tahu semua ini sudah direncanakan oleh tuhan dan Malfin adalah kuncinya. Airin sanggat bersyukur dapat mengenal Malfin, memiliki Malfin.

"Iya sama-sama, Rin. Kita manusia memang saling membutuhkan, jadi apa salahnya membantu." Malfin ikut tersenyum dengan mata mengamati dua manik mata lainnya, merasakan hal yang sanggat istimewa walau sederhana. Malfin peduli dan Malfin juga menyayangi Airin sepenuhnya.

Mereka kini menikmati obrolan hangat satu sama lain dengan Moccacino hangat menemani.

.......

"Fin, makasih ya buat hari ini. Sampai ketemu besok kunyuk!" Airin melambaikan tangannya, tersenyum bahagia. Ia mengucapkan selamat tinggal sedari menatap kepergian Malfin.

Tak lama, kakak kesayangannya itu muncul di hadapannya dan memeluknya dengan sanggat erat. "AIRIN LO KEMANA AJAAAA!!" Darin memeluk Airin erat, ia sanggat mengakhawatirkan adiknya.

"Airinn, kamu udah pulang? Syukur deh, sekarang ayo masuk, Sayang. Kita makan malam ya." Jessica menyambut kepulangan putrinya dengan bahagia, ia segera mengantarkan Airin untuk menikmati makan malam hari ini.

......

Airin terlihat pucat malam ini, kemungkinan karena beban fikiran yang menimpannya sejak kemarin. Ia berusaha untuk mengontrol emosinya tetapi usahanya sia-sia. Ia tidak bisa menyembunyikan kepahitan yang dialami dirinya.

"Rin, lo kenapa sih? Cerita sini sama gue." Darin yang menangkap perubahan sikap sang adik kini beralih untuk membantunnya. Kini, ia duduk bersanding bersama Airin.

Airin masih bungkam, bingung harus mulai darimana. Ia rasa semuanya sudah cukup untuk diutarkan, lidahnya lelah untuk menjelaskan semuanya. Airin malah menggeleng, ia tidak mau berbicara dengan kakaknya.

Hanya satu orang yang bisa membuat Airin berkutat, itu adalah Malfin. Kapanpun, Malfin memang yang paling mengerti menurut Airin.

Darin melengos, satu sisi ia sanggat penasaran dengan keadaan dan satu sisi ia tidak mau merusak perasaan Airin yang sedang memburuk. "Yaudah gue ambilin susu coklat ya, siapa tahu bisa buat mood lo baikan." gumam Darin kemudian beranjak pergi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 24, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

▪what if▪Where stories live. Discover now