ľe ciřcostanže

39 6 0
                                    

Ini adalah tahun ketiga setelah ayah meninggalkan Malfin dan keluarga. Memang, terkadang menyakitkan harus kehilangan sesuatu yang bukan semestinya dan kenyataannya untuk merelakan tidak secepat itu.

Malfin kini hanya bisa menangis dalam diam, membiarkan kenangan itu mengambil alih tata letak perasaannya.

Ternyata, kenangan itu menjerumuskannya ke dalam rasa penuh kesedihan.

Ia menatap lekat-lekat foto antara ia dan sang ayah, tak kuasa menahan air mata itu runtuh.

Jujur saja, ia sanggat merindukan sosok ayah.

Tak ada yang seindah matamu
Hanya rembulan
Tak ada yang selembut sikapmu
Hanya lautan

Takkan tergantikan
Oh....
Walau kita tak lagi
Saling menyapa

▪Pilu Membiru -Kunto Aji

Banyak yang ia ingin sampaikan sebelum waktu itu, sebelum leukimia itu merebut nyawa sang ayah.

Hari dimana, ia sanggat terpuruk dan terpukul. Ia sanggatlah menyayangi sang ayah dan itu takkan pernah tergantikan oleh siapapun.

Rasanya bibir sanggat kelu untuk berbicara selama sebulan setelah kepulangan ayahnya ke pangkuan yang maha kuasa.

Ia terus-terusan menangis karena jujur hati masih belum bisa menerima kenyataan dan kehilangan ini.

Ia merasa sanggat kehilangan, kehilangan orang terkasih.

Tapi itu sudah ia lewati, masa-masa merelakan memang sungguh sulit dan membutuhkan waktu.

Kini, ia sudah belajar untuk melepaskan yang sudah-sudah berusaha meyakini takdir bahwa semuanya sudah disusun rapih oleh tuhan.

Ia yakin tuhan pasti sudah menyiapkan pengganti terkasih yang dapat menghilangkan luka ini secara perlahan, mengajari cara untuk mengikhlaskan semua.

"Inget gak Yah, waktu Malfin menang basket di turnamen se-provinsi. Malfin inget banget, Ayah bangga banget sama Malfin karena aku menang. Malfin kangen Ayah, Ayah yang dulu suka ngajak aku berkuda, main golf tapi sekarang Malfin harus kehilangan Ayah. Semoga Ayah tenang disana, Aamiin."

Malfin mendekapkan bingkai foto itu dengan sanggat erat, ia hanya merindukan semuanya.

Semua kenangan manis yang menjadi ciri khas sang ayah. Hidup memang tidak adil dan itu fakta untuk kali ini.

Mata Malfin perlahan-lahan terpejam dengan bedcover memeluk hangat tubuhnya, walaupun bantalnya cukup basah karena air matanya.

Ia tertidur dengan bingkai foto masih terpeluk erat.

.......

"Bang" Shirin, sang adik yang pasti sama merindukan sosok ayah.

Kini, ia berusaha untuk membangunkan kakaknya yang terkadang suka kebablasan dalam urusan bermimpi.

Tapi, untuk kali ini.

Shirin sedikit terpukul ketika menjumpai bahwa terdapat bingkai foto dalam dekapan kakaknya.

Bingkai yang memperlihatkan momen Ayah dan Malfin memeriahkan kemenangan Malfin.

Momen dimana Malfin dan sang ayah merayakan kesuksesan Malfin dalam turnamen antar provinsi, Shirin yakin itu hal paling menyenangkan dalam hidup Malfin.

Ia tahu, pasti Malfin merindukan sang ayah lagi.

Shirin pun mulai tidak enak hati untuk membangunkan sang kakak.

▪what if▪Where stories live. Discover now