31: No One To Be Wrong

Start from the beginning
                                    

Jelita menjeda ucapannya, "Setelah Teh Senin pulang, kekosongan Kak Jinan terisi kembali. Tapi aku udah terlanjur masuk, dan Kak Jinan kebingungan gimana ngehadepin itu. Aku bisa ngerasain itu. Tapi aku bisa pastiin, kalau yang ada di hati Kak Jinan itu tetep Teh Senin."

Senin tersenyum tipis, dia tahu, dia tahu semuanya. Hanya saja, dia benci melihat Jinan kebingungan. Jadi dirinya memilih nekat untuk mengalah agar lelaki itu bisa memutuskan sendiri. Dirinya tak ingin menghalangi pilihan Jinan dengan status mereka.

"Kamu sendiri?" Senin bertanya yang ditanggapi kebingungan oleh Jelita.

"Kamu suka Jinan?"

Kini Jelita yang tersenyum tipis, "aku suka Kak Jinan, tapi aku sadar perasaan itu lain dengan rasa suka yang Teteh punya ke Kak Jinan. Dia senior yang baik. Aku seneng sama Kak Jinan. Tapi aku tahu, perasaan aku juga bisa jadi manipulasi dari keadaan aku yang merasa hampa."

"Jadi aku mutusin, buat kembali nyari apa yang sebenarnya hati aku mau. Yang pasti, aku udah yakin, kalau Kak Jinan bukan jawabannya."

"Karena sampai kapanpun. Teteh itu selalu jadi jawaban Kak Jinan."

Merasa Senin mendengarkannya dengan baik, Jelita tiba - tiba tergerak ingin menceritakan sesuatu.

"Aku sempet merasa kehilangan yang teramat dalam Kak. Sampai rasanya dunia aku runtuh seketika. Sulit buat aku kembali menapaki bumi."

"Teteh pasti tahu kan, kalau aku sama Nana pernah pacaran?" tanya Jelita.

Sekretaris Redaksi itu mengangguk, Ia mendengarnya dari Kanaya, dan gadis itu dapat dari kekasihnya Wishaka.

Senyum sedih tergambar di wajah SDM Litbang itu, "aku yang mutusin dia Kak. Aku ninggalin dia, dan egois milih hidup aku sendiri. Aku ngerasa gak pantas untuk dapetin lelaki sebaik Nana. Jadi aku milih buat lepasin dia, dan meratapi hidup aku sendiri. Dunia yang awalnya terasa indah, hancur dalam sehari dengan kepergian orang yang aku cintai."

Menipiskan bibirnya, Jelita bertutur,  "aku gak mau Nana ngerasain itu, aku gak mau Nana liat diri aku yang hancur."

Tetesan air mata, sudah barang tentu meluncur dari pipi gadis yang sering dipanggil Jelly itu. Senin tercenung, ia kemudian merangkul Jelita ke dalam pelukannya.

Senin tahu sekali rasanya, kehilangan seseorang yang sangat berarti untuk kita adalah yang terburuk. Ia bahkan pernah melihat kehancuran Kanaya sampai memutuskan untuk berpisah dengan Wishaka. Apalagi seperti yang dihadapi Jelita, ia yakin rasanya lebih menyengsarakan.

Dirinya mengerti maksud Jelita. Senin pernah menemani Kanaya dulu, dan sangat tahu maksud gadis ini.


Tring


Sebuah pesan masuk ke ponsel Senin, dari Salwa yang mengatakan jika Jinan menyusul ke Parkir Atas.  Benar saja, tak selang lama, Jinan datang.

Jelita yang menyadari dirinya harus pergi, segera bangkit dan menghampiri Jinan lebih dulu.

"Liat? Aku benerkan? Ngeyakinin hati masing – masing dulu buat tahu apa yang sebenernya hati Kak Jinan mau. Jangan sia – siain perempuan sebaik Teh Senin, Kak. Kalau kehilangan kesempatan sekarang, Kak Jinan bakal nyesel seumur hidup." Jelita mengucapkannya sembari tersenyum tulus. Merasa senang akhirnya Jinan menemukan jawabannya sendiri.

Tinggal dirinya yang harus kembali berjalan mencari jawaban lain.

"Makasih ya Jel, dan juga maaf."

"Gak usah minta maaf Kak. Gak ada yang salah."

Pers Kampus 2.0✔Where stories live. Discover now