A&S | Prolog

180 21 2
                                    

Buliran besar air hujan berjatuhan lagi malam ini. Beserta angin kencang dan petir yang berkilatan, gelapnya malam seakan terlengkapi dengan badai yang belakangan ini menerpa wilayah Kintanu.

Namun demikian, itu tak lagi menjadi masalah bagi penghuni rumah kayu tua yang terpencil—terletak di salah satu sisi hutan, jauh dari perkotaan dan penduduk desa. Di mana banyak pepohonan tumbang dan hampir merobohkan tempat tinggal yang lebih mirip gubuk tersebut.

Mereka—penghuni rumah tersebut—justru tengah gembira menyambut tangis pertama dari sosok bayi mungil yang baru saja dilahirkan. Sang pemilik rahim masih tampak kesakitan, meringis dengan napas yang juga masih putus-putus di atas pembaringan.

Sementara itu, wanita tua yang telah mendampingi persalinan segera menyerahkan bayi di tangannya yang belum dimandikan, kepada pria di sebelah istrinya.

"Oh, anakku …." Pria itu mencium dahi anaknya dengan lembut. Tangannya gemetar. Merasa belum percaya bahwa dia telah menjadi seorang ayah.

"Anak kita sehat, bukan?" lirih istrinya begitu lemah.

"Dia lengkap istriku. Dan dia—"

Tok tok tok

Pria dan wanita tua di sana sontak menolehkan wajah ke pintu luar.

"Siapa yang malam-malam begini datang kemari?" tanya si pria dengan alis bertautan.

"Biar kubukakan pintu." Si wanita tua bergegas keluar untuk membukakan pintu.

Akan tetapi, setelah kertak pintu berbunyi, wanita itu tiba-tiba menjerit. Bersamaan dengan tubuhnya yang melayang dengan kencang dan menabrak dinding kayu di sebelah ranjang. Membuat sepasang suami istri itu terkejut bukan main. Benturannya begitu keras hingga darah menetes dari dinding, dan wanita berkepala lima itu tak sadarkan diri.

"Ada apa i—"

Pekikan pria itu terhenti kala sosok berjubah cokelat muncul. Tudung jubahnya menutup sebagian wajah—hingga hanya tampak bibir merah pucatnya, yang tengah menyudutkan senyum. Sosok itu membawa tongkat kayu, di atasnya terdapat batu seukuran kepalan tangan orang dewasa, berwarna kuning agak kecoklatan dan transparan, mirip seperti batu amber.

"Siapa kau?" Pria itu bertanya dengan ekspresi was-was. Dipeluknya bayi dalam dekapannya erat-erat. Sosok itu terlihat seperti perempuan, pikir pria tersebut.

Ruangan mendadak hening. Hanya napas tak beraturan pria itu yang terdengar, juga ketukan langkah sosok misterius yang terdengar selalu sama. Sementara wanita yang masih tergeletak tak berdaya di ranjang hanya mampu memperhatikan sosok itu dengan pandangan lemah.

Sosok itu akhirnya berhenti dan berdiri beberapa kaki di depan ranjang. "Aku hanya ingin memberikan anak yang lahir di awal bulan baru ini sebuah berkat, Tuanku," jelasnya dengan sopan. Suaranya sedikit parau, seperti orang lanjut usia. Meski bibirnya masih tampak segar.

"Kau tak akan mungkin melukai seorang tabib tua bila maksud kedatanganmu demikian!" sanggah si pria.

"Begitukah?" Ketika kilat kembali menerangi ruangan yang hanya dicahayai sebuah lentera, senyuman sosok itu terlihat. Penuh dengan kelicikan. Batu yang melekat pada tongkatnya tiba-tiba bercahaya.

Istri dari pria itu berteriak kesakitan seketika. Tubuhnya yang telentang seperti kejang-kejang, seakan tengah dilukai oleh sesuatu. Sesuatu yang tak kasat mata.

"Apa yang kau lakukan pada istriku, Penyihir jahat!" Pria itu segera merapat pada sang istri. Mencoba untuk merengkuhnya dengan satu lengan supaya berhenti bergerak.

"Baiklah."

Istri pria tersebut akhirnya terlepas dari sihir jahat wanita berjubah. Sayang sekali, si wanita misterius justru beralih kepada bayi di tangan pria itu. Ia membuat bayi mungil tersebut terbang, diiringi asap hitam dan cahaya merah yang timbul tenggelam.

"Tidak! Mau kau apakan anakku!"

Si penyihir bertudung tersebut tak menggubris bentakan ayah dari anak yang hendak dimantrainya. Ketika pria itu mau menggapai anaknya, si wanita berjubah pun masih saja diam. Lagi-lagi, ia hanya menyudutkan senyum picik. Namun, ia sanggup membuat pria itu membeku di tempatnya. Tak dapat berkutik sedikitpun.

Kata-kata yang tak dimengerti oleh sepasang suami-istri itu pun muncul dari bibir pucat si wanita berjubah cokelat.

"Kau akan berubah wujud setiap malam. Maka, makanlah hati orang yang lahir di hari yang hanya muncul setiap empat tahun sekali, tepat di hari lahirnya. Dan kau akan terbebas dari sihirku."

Asap hitam dan cahaya kemerahan yang meliputinya di sekitar bayi itu seolah-olah pecah dan menyebar ke seluruh sudut ruang. Begitu pekat sampai segala hal tak dapat terlihat. Bahkan lentera yang tertancap di dua sisi dinding pun tak menyala lagi.

Bayi tersebut menyentuh permukaan lantai dengan lembut. Diikuti suara tangisnya yang telah berubah. Bersamaan dengan hilangnya asap tersebut dari ruangan, si wanita misterius tak tampak lagi di segala sisi ruang. Ia telah menghilang.

Dan betapa terkejut kala sang pria mendekati anaknya yang terbalut selimut di lantai. Karena anaknya kini telah seutuhnya berubah wujud.

Menjadi anak serigala.[]

###

Cerita ini adalah proyek pertama Rockiester atau mungkin kalian lebih bisa mengenalnya sebagai Viavidi. Dia sebenernya lebih seneng bayangin hal-hal fantasy seperti ini. Cuma entah kenapa lapaknya justru penuh dengan permasalahan cinta dan persahabatan para remaja. Jadi, di grup Fantascroller inilah dia memanfaatkannya untuk belajar dan menulis dengan genre fantasy, sci fi, horror, atau thriller.

Kalian yang juga suka menulis dengan genre di atas dan pengen gabung di grup ini boleh lhoh. Kalian bisa langsung DM Rockiester.

Oh iya, bagaimana prolognya? Apa cukup membuat kamu ingin membuka bagian selanjutnya?

ALNILAM & SIRSINAWhere stories live. Discover now