Chapter 2

1.4K 133 5
                                    

Wahyu bukan muslim yang taat. Dia hanya shalat saat dia sedang ingat. Membaca al-Qur’an saat dia sedang ingin tenang sebelum pertandingan. Bahkan saat bulan ramadhan dia sering tidak puasa beralasan terlalu sering minum air di kolam renang saat latihan.

Hati nya seakan tercubit saat melihat Nameera sedang membaca al-Qur’an di koridor. Saat teman nya yang lain memegang ponsel sambil bergosip, Nameera menghabiskan waktu luang nya dengan hal yang bermanfaat. Nameera bahkan tidak memperhatikan gamis biru laut nya menyentuh lantai.

Wahyu mendekat, duduk di kursi panjang samping Nameera, mengamati wajah nya lebih dekat.

Bagaimana cara Nameera mendongak menatap nya lalu mengangguk sopan, setelah nya dia bergeser menjauh. Tidak ingin ada fitnah di antara mereka.

“Kamu fakultas mana?” Basa basi.

Wahyu sudah tau banyak tentang Nameera dari Henry. Pelatih sekaligus kakak senior nya itu sudah menceritakan banyak hal meski Wahyu tidak bertanya banyak.

“Kedokteran mas.” Suara nya lirih. Lembut sekali. Apalagi waktu Nameera memanggil nya dengan sebutan ‘mas’, rasa nya Wahyu ingin mendengar Nameera memanggil nya terus-menerus.

“Disini ngapain?”

Wahyu masih bisa melihat Nameera tersenyum sopan walau dia sedang menunduk. “Nunggu kelas mas, sekalian nunggu adzan.”

Wahyu reflek melirik jam tangan nya.

Sebentar lagi jam 12. Adzan dhuhur.
Nameera kembali membaca al-Qur’an dengan suara lirih. Masih bisa Wahyu dengar. Panjang pendek nya ayat yang Nameera bacakan terdengar indah di telinga nya.

Sudah 10 menit. Wahyu masih duduk di samping Nameera dengan punggung yang bersandar di tembok. Mata nya terpejam menikmati suara nya Nameera.

“Kamu ngapain disini?” Wahyu membuka mata nya, menoleh ke arah Nameera. “Huh?”

“Temen aku udah pergi, kita cuman berdua disini. Sebentar lagi mau adzan, kamu mau ke mushola dulu? Atau aku aja? Takut ada fitnah soal nya.” Nameera menunduk. Mata bening nya menatap ke sekitar, was-was saat ada beberapa orang yang melihat mereka dengan tatapan yang tidak dia sukai.

Raut wajah Nameera panik, dia menutup al-Qur’an lalu dia masukkan ke tas. Nameera berdiri, menunduk sekilas pada Wahyu lalu berjalan meninggalkan nya.

Wahyu ikut berdiri, berlari mengikuti Nameera lalu berhenti di depan nya. Dia mengulurkan tangan. “Kita belum kenalan. Aku Wahyu, kamu?”

“Nameera.” Dia mengatupkan tangan nya, menolak bersentuhan. Menjawab pertanyaan Wahyu, Nameera mengangguk sopan mohon undur diri lalu kembali berjalan. Meninggalkan Wahyu yang masih terdiam dengan tangan terjulur.

***

“Aku denger kamu deketin Nameera.” Arga. Teman seangkatan berkulit sawo matang yang duduk di kursi samping nya itu bertanya. Wajah nya terlihat humor dengan luka yang tertutupi kapas di dahi. Belum lagi tangan kanan nya terbalut perban beberapa hari terakhir.

“Cuma duduk di sebelah nya, nggak lebih.” Wahyu menjawab seadanya. Dia masih mencatat di buku, berharap agar dosen segera datang sebelum Arga kembali bertanya hal yang tidak penting.

“Sama aja, banyak yang ngomongin kalian tadi. Kalian duduk berdua agak lama, walau jarak nya cukup buat diisi 3 orang sih.”

“Aku cuman duduk, ngobrol nggak ada 2 menit abis itu diem-dieman.” Wahyu menyela. Dia menggunakan sapaan ‘kamu-aku’ saat bersama orang yang berbicara sopan pada nya.

“Deketin Nameera itu susah. Cantik iya, cuman dia terlalu berpegang sama agama. Apalagi gedung kita sama gedung nya dia jauh, ketemu cuman pas mau shalat aja.”

What Makes You Beautiful [SELESAI] ✔️Where stories live. Discover now