Bab 11. A Million Dreams in Canberra

19.7K 1.8K 596
                                    

Eight years ago.

Ada cuitan yang mengatakan, tidak perlu menunjukkan sifat baikmu agar dicintai oleh semua seseorang. Tapi tunjukkan kekuranganmu, maka kamu akan melihat siapa orang yang akan menetap dan bertahan.

Setelah kelahiran Norey, Aluna dan Romeo sempat program untuk menambah anak perempuan. Tuhan memberikan, namun dengan cepat mengambil kebahagiaan. Tidak di izinkan untuk merawat dan membesarkan. Aluna kehilangan anak perempuannya yang baru berusia lima tahun. Kejadian itu membuatnya sangat terpukul dan frustasi.

Melihat Picka mengingatkan Aluna akan putrinya yang terbaring lemah tidak berdaya di rumah sakit. Antara hidup dan mati. Aluna berdoa setiap hari, meminta Tuhan membiarkan anak itu untuk menjadi putrinya kali ini. Ada sebuah ikatan yang membuat Aluna ingin sekali memberikan perhatian lalu berbagi hal bersama. Aluna merasa ada jiwanya dalam diri Picka.

Dalam keadaan tidak sadar, Aluna terus bercerita. Ia juga mempoles wajah pucat Picka agar terlihat cantik dan segar. Setiap sudut ruangan juga mendapat perhatian, memastikan semua nyaman untuk Picka. Berharap suatu hari Picka terbangun dari tidur panjangnya.

Lima bulan berjalan sama sekali tidak ada perkembangan. Berbagai cara, pemeriksaan sudah di lakukan. Semua tim medis di kerahkan. Semua hanya bisa pasrah, karena kemungkinan sadar sangat kecil.

Sampai akhirnya hal tidak diinginkan terjadi. Picka menunjukkan tanda penurunan dan memilih berhenti berjuang. Aluna menangis dalam pelukkan Romeo, tangisan yang terdengar seperti bertahun-tahun lalu ketika ia melihat kematian putrinya di depan mata. Entah kenapa Aluna merasakan kepedihan amat dalam, padahal ia belum pernah bertemu ataupun bercengkrama bersama Picka. Rasanya Aluna seperti kehilangan dirinya untuk kedua kali.

Semua mengikhlaskan kecuali Aluna. Dokter sudah mengupayakan sebaik mungkin namun tidak bisa. Suntikan obat untuk membantu memacu jantung dan rangsangan agar tetap bernafas dilakukan. Kepanikan dan ketegangan di ruangan begitu terasa. Dua jam dilakukan pertolongan tidak ada tanda kehidupan. Dokter meminta maaf dan menetapkan waktu kematian.

Aluna menggeleng pedih dengan tangis yang tidak tertahan. Romeo menenangkan istrinya, meminta seseorang untuk menyiapkan pemakaman dan memberikan kabar duka pada orang yang berada di Indonesia.

Semuanya terlalu cepat. Melihatnya saja membuat Romeo patah semangat. Mungkin ini waktunya, Picka lelah.

Kediaman rumah Romeo sudah di penuhi ucapan duka dan semua persiapkan pemakaman telah siap dalam beberapa menit kabar diberitahukan.

Dokter meminta izin untuk melepas semua alat kepada pihak keluarga. Aluna dibawa pergi dari ruangan karena menghalangi proses pelepasan alat.

Sekali lagi, Romeo menatap perempuan yang terbaring lemah tersebut. Ia tersenyum kecil kemudian mengangguk ikhlas. Banyak sekali harapan jika suatu hari perempuan itu menjadi putrinya. Tuhan berkehendak lain. Tidak memberi kesempatan untuk Romeo membahagiakannya.

"Silahkan di lepas." Kata Romeo melangkah mundur mengizinkan tim medis melakukan tugasnya.

Namun keajaiban di saksikan sendiri oleh kedua mata Romeo saat itu. Ketika sebuah tangan ingin melepas alat di tubuh Picka, detak jantung kembali terlihat depan layar monitor. Demi Tuhan Romeo terdiam melihatnya. Tim medis kembali memeriksa, keadaan tiba-tiba berubah. Romeo terduduk lemas dengan punggung bersandar ke dinding meraih kepalanya. Romeo menunjukkan ekspresi tidak percaya.

Penanganan kembali dilakukan. Saat itu dokter mengatakan hal mustahil bahwa kemungkinan Picka bisa kembali bertambah menjadi delapan puluh persen. Romeo tidak percaya mendengarnya. Yang ada di sana juga ikut merasakan bahagia dengan ekspresi takjub. Bagaimana Picka bisa bertahan di kemungkinan hidup yang awalnya hanya dua persen.

CAPTAIN PICKA 2 [COMPLATE]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt