24. Menjelang Akad

Start from the beginning
                                    

"Trus kalian pilih undangan yang mana?" Tasya terus menghadapi kedua calon pengantin itu dengan sabar. Padahal kegeramanya meronta-ronta ingin keluar.

"Terserah." Kanaya dan Ridwan berucap bersamaan.

"Allahuakbar!! Gue ruqyah beneran nih mereka berdua." batin Tasya geram.

***

Hari yang ditunggu-tunggu para Siswa di SMAN Cendekia sudah tiba. Tepat pada hari ini sekolah mereka mengadakan acara Purnawiyata bagi seluruh kelas duabelas.

Baju kebaya bagi wanita, dan tuxedo bagi laki-laki adalah kostum yang mereka sepakati. Kini hampir seluruh penjuru ruangan di padati orang banyak orang.

"Nggak kerasa udah mau lulus aja." Tasya memandang Kanaya sembari tertawa kecil.

"Iya, sekolah ini banyak banget kenangannya. Saksi bisu kenakalan gue, juga tentang Raka.." Nada bicara Kanaya memelan. Tasya paham sekali perasaan sahabatnya. Bagaimanapun juga Raka adalah cinta pertama Kanaya dan pastinya sulit dilupakan. Apalagi selama ini hubungan mereka baik-baik saja, hanya saja takdir berkata lain.

"Jangan bahas Raka.. Okay? Raka udah bahagia disana, dia udah tenang disisi Allah."

Kanaya mengangguk.

"Yaudah, yuk, cari tempat duduk." ajak Tasya.

Mereka berdua pun mencari kursi di barisan tengah. Mereka tak ingin duduk di depan karena tak mau lebih banyak tersorot kamera.

Tasya celingak-celinguk mencari seseorang. Tapi sampai saat ini ia juga belum menemuinya. Sedangkan Kanaya yang mengerti langsung mengusap bahu Tasya menenangkan.

"Lo pasti cari Mama sama Papa lo, kan?"

Tasya hanya bergeming, lalu menatap Kanaya dengan tatapan nanar. "Papa sama Mama gak mungkin dateng deh, Nay. Mustahil. Buktinya pas gue di rumah lo, Mama sama Papa nggak nyariin gue, kan? Mereka udah nggak peduli, Nay. Gue ngerasa nggak punya orang tua."

"Hushh, jangan ngomong kaya gitu, gak baik. Mama sama Papa lo pasti dateng kok. Tunggu aja."

"Tapi sampai sekarang mereka juga nggak ada! Lihat deh anak-anak yang lain, orang tuanya pada dateng tepat waktu. Sedangkan Mama sama Papa gue? Belum tentu dateng, Nay!" Air mata Tasya menetes. "Kadang gue ngerasa iri. Gue pengen kaya anak-anak lain, gue pengen kaya lo. Punya keluarga yang sayang banget sama anaknya. Yang merhatiin perkembangan anaknya. Bukan malah nggak dipeduliin kek gue."

"Hush, gak boleh bilang gitu. Semua udah diatur sama Allah, lo jangan khawatir. Hapus rasa iri lo itu, lo iri karena lo kurang bersyukur. Jangan nyalahin hidup. Justru hidup yang nggak lo sukain ini bisa jadi menjadi impian orang lain. Bisa hidup enak, apa-apa keturutan. Lo nggak tau kan? Diluaran sana orang-orang harus jualan koran, ngamen, cuma buat makan."

"Tapi apa gunanya uang kalo gak dapet perhatian dari orang tua?"

"Gue tau, semua anak pasti ingin diperhatikan orang tua. Gue juga tau sebenarnya orang tua lo itu juga sayang sama lo, cuma mereka salah. Mungkin mereka pikir lo bisa bahagia dengan uang karena lo bisa beli apa aja yang lo mau. Kalo mereka salah beri mereka pengertian yang baik jangan malah dijauhin. Ada loh Sya, orang tua yang ngasih perhatian ke anaknya tapi anaknya gak peduli karena yang ada dipikirannya itu cuma ingin hidup enak. Keadaan setiap orang itu beda-beda, dan Allah akan memberikan jalan keluar yang berbeda-beda pula."

Tasya masih diam, menyimak.

"Setiap doa pasti dikabulkan. Bukan di waktu yang cepat tapi di waktu yang tepat. Kalo memang ini waktunya Allah mempermudah semuanya."

Sakinah [Sudah Diterbitkan]Where stories live. Discover now