Part 19: Nikah Yuk!

303 16 3
                                    

'Shill, nikah yuk!', iPhone Shilla lepas dari genggamannya, ia kaget membaca pesan whatsapp yang dikirim Cakka. Untung saja posisinya saat itu sedang telungkup di atas kasur karena ia sedang menyelesaikan laporan PKPP.

Setelah berbulan-bulan semenjak mamanya menyatakan restu akan hubungannya dengan Cakka, Shilla dan Cakka semakin dekat. Dekat yang memang hanya ada mereka berdua tanpa ada konflik berarti sebab orang lain. Namun selama mereka dekat kembali, Cakka tak lagi membicarakan tentang pernikahan. Ini kali pertama ia menyebut lagi tentang pernikahan dan itu melalui pesan whatsapp.

'Ngaco!' balas Shilla. Mereka berdua sekarang benar-benar sudah saling terbuka, bahkan Shilla sudah berani melakukan hal-hal dan menggunakan kalimat-kalimat yang dahulunya ia anggap tabu untuk diekspresikan di depan Cakka karena Cakka tak akan suka.

'Ih, orang serius juga..'

'Kamu dimana?
Ngapain?
Sama siapa?'

'Atu-atu, Mbaa, kalau nanyaak.
Di studio nih, tiduran sama si Ruby.'

'Di studio tu ngeramu nada-nada.
Tiduran di kamar.
Dek Hiro mana?'

'Hmm..'

'Hmm doang.'

'1 jam dari sekarang bukain pintu.
Mba Asih masak ga?'

'Mo ngapaiiin?
Masak, ayam kari.'

'Widiiih, uenak e.'

'Dinner di luar aja yuk, di tempat yang romantis-romantis gitu.
Masa akhir-akhir ini makannya di rumah aku, rumah kamu, Si Jago, kalau engga di Ganja.
Boseen..!'

'Di luar banyak orang.'

'Apa salahnyaaa?'

'Ga fokus.'

'Alesan!'

Cakka tak membalas lagi. Satu jam kemudian bel rumah Shilla berbunyi. Cakka berdiri di depan pintu rumah Shilla, tersenyum pada Shilla yang membukakan pintu untuknya.

"Rapi bener, dinner di café mana nih kita?"

"Disini lah, kamu aja nyantai gitu pakaiannya."

Shilla hanya memutar bola matanya menanggapi Cakka. Cakka yang bilang mau makan di rumah saja jadinya Shilla hanya memakai pakaian santai, eh malah dia sendiri memakai pakaian rapi seperti yang mau dinner di restoran mewah.

"Waah.. enak banget ini kayaknya. Katanya ayam kari doang, tapi ini jadi banyak banget menunya? Aku juga beli loh." Ucap Cakka sambil memperlihatkan tentengannya pada Shilla.

"Ya udahlah kita kasih Mba Asih aja setengahnya, biar digojekin ke rumahnya buat saudara-saudaranya."

"Boleh-boleh..."

Mereka makan berdua sambil mengobrol ringan. Setelah selesai menyantap makan malamnya, sambil menunggu Shilla meletakkan piring-piring kotor di westafel, Cakka mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Cincin berlian yang sudah ia siapkan jauh-jauh hari. Cincin yang ia pilih dengan pertimbangan matang berdasarkan masukan dari bunda dan mba Ulin. Cincin yang sudah ia takar jauh-jauh hari akan pas di jari manis Shilla.

"Shill..." Cakka mengisyaratkan dengan matanya agar Shilla duduk dan menunda acara mencuci piringnya. Kebiasaan Shilla memang, sehabis makan ia akan langsung mencuci piring.

"Kenapa?"

Cakka membuka kotak cincin tersebut. Shilla terpana dan membekap mulutnya. Cincin yang sangat cantik, pikir Shilla.

Cakka meminta Shilla mengulurkan tangannya, Cakka lalu memasangkan cincin tersebut di jari manis Shilla. Pas sekali.

"Will you marry me?" Ucap Cakka sambil menatap Shilla intens dengan mata teduhnya.

Tolong sadarkan Shilla jika ini adalah mimpi. Shilla benar-benar tak percaya ia dan Cakka akan sampai ke tahap ini mengingat begitu banyak halangan dan rintangan yang terjadi antara mereka.

"Kkaa.., kamu, serius?" Shilla masih tak percaya.

"Ya, Shill. Apa yang kita tunggu lagi? Sekarang atau setelah kamu wisuda? Aku pikir akan sama aja. Aku ga mau nunggu lagi." Ucap Cakka.

"Kamu maukan nikah sama aku? Jadi ibu untuk anak-anak kita kelak?" Tanya Cakka sambil menggenggam tangan Shilla. Ini untuk pertama kali Cakka menggenggam tangan Shilla selama mereka dekat kembali semenjak Shilla menginjakkan kakinya di Jogja kurang lebih dua tahun silam. Ia tahu tidak boleh bersentuhan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim. Tapi kali ini ia ingin memohon ampun pada Allah SWT, ia melakukannya kali ini saja, dan akan melakukannya lagi hanya setelah mereka menjadi pasangan halal nanti setelah mereka menikah.

"Shill...?"

Shilla yang masih menganga tak percaya, ditambah Cakka yang menggenggam tangannya. Hal yang menurut Shilla mustahil akan dilakukan Cakka mengingat Cakka sekarang sudah 'hijrah'.

"Ah, iya, Kka. Aku mau. Aku mau. Bahkan dari dulu, jika itu kamu, maka aku mau."

Cakka tersenyum bahagia mendengar jawaban Shilla. Ingin sekali ia memeluk Shilla seperti di sinetron-sinetron saat seseorang diterima lamarannya oleh kekasihnya. Tetapi Cakka menahan diri, ia hanya perlahan-lahan melepas genggamannya dari tangan Shilla dan meletakkan tangan kanannya di dada kirinya sambil membungkukkan sedikit badannya berterima kasih kepada Shilla karena dengan tulus menerima lamarannya.

"Terima kasih ya, Shill. Semenjak kejadian belasan tahun silam aku benar-benar ga berani ngarep banyak. Bisa jadi teman kamu aja udah Alhamdulillah. Dan sekarang malah kamu nerima lamaran aku. Sekali lagi terima kasih, Shill."

"Aku gatau mau ngomong apa, Kka. Di atas semuanya, yang aku rasa hanya cinta, dan yang aku mau hanya kamu. Sesederhana itu."

Shilla dan Cakka tersenyum satu sama lain. Shilla menelisik cincin yang diberi oleh Cakka sambil sesekali menatap Cakka dengan senyum yang tak bisa berhenti terpatri di wajah cantiknya walau hanya dipoles dengan make-up sederhana.

"Kita langsung nikah ya, Shill. Ga usah pake tunangan." Putus Cakka.

"Tapikan kita belum nyiapin apa-apa, Kka.."

"WO banyak yang bagus-bagus, Shill.."

"Bukan itu.."

"Terus?"

"Something like... tempat tinggal kita?"

"Aku punya apartemen, sengaja aku beli sebulan yang lalu, deket-deket sini kok."

"dan kamu se-prepare itu?"

"Ho iya dong. Aku kan mau ngidupin anak gadis orang. Harus aku matengin semuanya untuk meminimalisir kendala."

"Rumah ini gimana dong?"

"Tergantung mama kamu nanti. Kalau kita diminta tinggal disini ya udah kita jual aja lagi apartemennya, kita tabung uangnya untuk tambahan biaya sekolah krucil-krucil kita suatu saat nanti." Ucap Cakka sambil menaik-turunkan kedua alisnya.

Shilla menggetok pelan kepala Cakka dengan sendok makan yang ada dihadapannya.

"Mikirnya kejauhan, Paaak!"

Mereka kemudian tertawa bersama dan melanjutkan mengobrol sambil menikmati makanan penutup dinner mereka malam itu, hingga jarum jam tepat berada di angka 10.30 Cakka pamit pulang.

*****

To Be Continued......

16.21
25 Februari 2020
Ciputat Timur, Tangerang Selatan

Karena Kisahmu Tertulis Denganku (COMPLETE)Where stories live. Discover now