"Nel, ayok!"

Elzi semakin panik. Elzi merutuki dirinya. Entah berapa lama tadi ia melamun hingga tak menyadari bundaran  Traffic Light telah berubah warna. Beberapa pengendara juga sudah melesat pergi. Termasuk Nata. Ditengah kepanikannya, Elzi sempat melihat ke tempat Nata berada tadi. Dia sudah pergi bersama gadis di boncengannya.

"Nel? Gimana?" tanya Elzi yang tak mengurangi intonasi gusarnya.

Nelly masih mencoba menyalakan si butut. Bukan hanya ia saja. Nelly pun terlihat sama paniknya dengan Elzi. Bahkan bulir keringat sudah membasahi pelipis Nelly. Mendadak perasaan Elzi tidak enak. Sangat.

Oh, ayolah.

Tidak lagi.

***

Pagi yang tadinya cerah, seketika berubah menjadi gumpalan awan mendung dan gemuruh di atas kepala Elzi. Alih-alih berada di kelas, dan mengikuti pelajaran Bahasa Inggris. Elzi dan Nelly justru harus membersihkan area lapangan basket yang sialnya tengah di pakai oleh kelas Nata.

Si butut kini berada di bengkel. Seperti yang kalian tau, dia berulah lagi tadi. Jadilah mereka berdua datang terlambat tanpa ada embel-embel penyelamat seperti waktu itu. Sebenarnya bukan Elzi dan Nelly saja yang terlambat. Ada beberapa lagi yang Elzi tak tau mereka kelas berapa. Seperti sekarang ini, yang membersihkan lapangan basket pun bukan hanya dua biang kerok bersahabat itu saja. Ada satu lagi, yakni adik kelas mereka. Namanya, Putra.

"Eh, Puput. Sini bantuin gue." Panggil Elzi di ujung tribun.

Mendengar panggilan sang kakak kelas pun membuat siswa itu mendengus sebal.

"Durhaka lo, ya." Elzi berkacak pinggang kala mendapati respon Puput yang tak mengenakan.

"Lima kali aku udah bilang ke kakak. Aku Putra, bukan Puput." Sungut Putra seraya berjalan mendekati Elzi.

"Iya-iya sama aja. Ada Put Put nya." Elzi tak mau kalah.

"Ada apa?" Putra to the point.

Elzi menunjuk tong sampah di sampingnya, sedangkan tangan yang lain ia gunakan untuk memegang sapu. "Ambilin tong sampah dong, tangan gue nggak nyampe."

Putra memberikan senyuman penuh keterpaksaan. Tong sampah di samping Elzi, hanya perlu mencondongkan tubuhnya sedikit, Putra yakin Elzi bisa meraihnya. Oke, kakak kelas di hadapannya benar-benar menyebalkan.

Dengan setengah hati, Putra memberikan tong sampah itu kepada Elzi.

"Minta tolongnya sama temen kakak aja kenapa sih." Ucap Putra seraya melirik gadis yang tengah tertidur di ujung bangku tribun dengan mulut yang terbuka.

"Durjanam lo, ya. Kagak dapet pahala lo."

"Lagian, pacar kakak serem." Ucap Putra.

"Lo ngejek kejombloan gue?"

"Itu, Bang Nata liatin aku-nya serem banget." Ucap Putra seraya memberi kode dengan ujung matanya.

Elzi mengalihkan pandangannya ke lapangan basket. Yang ia dapati justru Nata tengah asik mendribble bola besar di tangannya. Kontan, Elzi memberi tatapan datar kepada Putra.

NATA [Selesai]✓Where stories live. Discover now