🌱7. Insting kembaran

49.6K 2.8K 276
                                    

-OPEN PO-
(Bisa pesan dan peluk bukunya)

Cek IG @Sherinauci
Dan @queenfha publisher


Happy reading semua!!!

.
.

"Bangunlah! Saya belum menghukummu!"

Vana terbangun, merasakan wajahnya disiram air oleh seseorang. Ia mengelap wajahnya, melihat dengan jelas siapa yang sudah menyiramnya.

Dia Davier Bhatia, seseorang yang kejam dan bengis sama seperti Devano. Berdiri angkuh di depannya sambil melipat kedua lengannya di dada.

Vana menelan saliva kasarnya. "Hu-hukum kak? Aku salah apa?"

"Jangan berpura-pura bodoh Devana! Dan jangan coba-coba untuk membohongiku atau aku akan menambah hukumanmu!"

"A-apa kak? Kenapa? Aku kenapa?" tanyanya lugu.

"Kau baru pulang hm?"

Vana menggeleng ribut. "Kak, gak kak!"

"Diam!" bentak Davier. "Aku sudah tahu semuanya, dan kau pantas dihukum!"

"Pasti Shila kan? Yang ngasih tau kakak!" teriak Vana.

"Shila anak yang baik, saking baiknya dia berusaha untuk menghalangiku saat tadi ingin menemuimu. Ah, saya tidak suka Shila membantu dan menyembunyikan kesalahan." Davier memandang Vana dengan tatapan datar.

Sementara Vana, dia sudah ketakutan. Tangan dan kakinya agak sedikit bergetar.

"Kemarikan kakimu," kata Davier lembut.

Vana menggeleng. Sebaik mungkin menyembunyikan kakinya. Ia yakin pasti kakinya yang akan menjadi korban.

"Turuti perintahku, maka aku tidak akan bersikap kasar padamu. Semakin kau menuruti perintahku, semakin pula Aku jinak. Kakimu Vana?"

Vana masih diam, ia menutup matanya. Kalau ia menuruti semua perintah Davier maka sama saja ia menerima perlakuan Davier kepadanya. Ia menggeleng pelan.

Davier, sepertinya kesabaran dia telah habis. Dia menarik kaki Vana paksa. Vana terisak, tangannya bergetar saat melihat Davier mengeluarkan sebilah pisau kecil. Tidak! Ia harus menghindar, ia tidak boleh diam saja bukan?

Tak sengaja Vana menendang wajah Davier hingga dia terhuyung ke belakang. Apa tadi Davier jatuh karena dirinya? Kenapa ia bisa sehebat itu?

Tak ingin melewatkan kesempatan ini Vana hendak kabur namun tangan Davier lebih dulu mengenggam lengan Vana kuat.

"Berani-beraninya kau! Sepertinya kau tidak bisa di ajak untuk berkompromi. Yang kau pikirkan hanya kelicikan dan akal busuk!" Davier mempererat genggaman tangannya.

Davier sangat marah sekarang. Vana hanya bisa menangis dan menutup matanya, tak ingin menatap wajah Davier yang sangat menakutkan. Ia sadar, kalau pun ia bisa kabur, Davier akan selalu menemukannya dan ia sadar juga kalau Davier lebih menakutkan dari pada daddy Devano.

"Berhenti berulah Vana! Jangan membuatku malu di depan daddy! Hei! Tatap aku! Aku sedang berbicara kepadamu!" teriak Davier mendongkakan kepala Vana agar dia mau menatapnya.

Davier mendorong Vana ke kasur. Vana terisak, tubuhnya bergetar. Hal yang paling ia takuti adalah kemarahan Davier bahkan ia lebih memilih dimarahi daddy Devano daripada Davier. Dia menarik kakinya kasar dan mulai melakukan aksinya. Ya, aksi dia dalam melukai Vana.

"Sakit kak." Ringis Vana.

"Argh! Sakit, maaf hiks."

Vana memegang tangan Davier yang berlumuran darah. Davier menongkak kemudian tersenyum miring. "Minta maaf!" titahnya.

Vana & Shila [SUDAH TERBIT & KARYAKARSA]Where stories live. Discover now