23 : See You, When I See You

Start from the beginning
                                    

Jaiz tersenyum, "Santai sih, toh gue tahu juga gak sengaja. Itung – itung gue bantuin lu nyembunyiin aja sementara waktu. Sekarang, kalau mau pacaran di sekre udah bisa dong ya? Gak perlu nunggu sekre sepi, terus gak akan kepergok kaya sama gue lagi?"

Salwa mengepalkan tangannya dan meninju lengan Jaiz cukup keras. "Apaan sih lu! Boro – boro begitu, Om buncit itu malah kaya orang ayan tiap kali gue ngedeket di sekre. Padahal santai aja, iya gak sih? Grogian banget."

"Namanya juga demen, gimanasih Sal. Perlu waktu lah buat dia terbiasa."

"Malah bahas gue, jadi lu mau ngomong apa? Daniel kayaknya bakal telat."

Sebuah notif masuk ke ponsel Jaiz. Ternyata dari Daniel, Ia bilang sudah di gerbang utama kampus. Tak perlu waktu lama, selang sekitar lima menit, Daniel datang dengan cengiran khasnya.

Memilih duduk di samping Salwa dan merangkul bahu gadis itu akrab. "Gak ada kelas lu Niel?" tanya Salwa.

Daniel menggeleng, "Gue kelas ntar siangan, jam satu."

Salwa melihat jam di ponselnya, duh baru jam 9 pagi ternyata. Tapi dia masih sangat mengantuk.

"Jadi gimana Jai? Mau ngomong apa lu?"

Jaiz membasahi bibirnya yang mengering. "Lu pada tahu kan, gue udah gak jalanin tugas redaksi lama? Sering ngilang juga. Gue gak enak sama pengurus yang lain."

Salwa dan Daniel merapatkan diri, fokus pada penjelasan Jaiz. Helaan nafas terdengar dari Redaktur Senior itu, "Apa gue keluar aja ya?"

"Jai, kalo lu emang jenuh sama Pers Kampus, tahan dulu deh. Pasti masa – masa kaya gitu bakal lewat kok," bujuk Daniel.

"Gue ngerti lu sibuk kerja juga, ngerawat nyokap lu juga. Egosi memang, tapi gue masih pengen bareng sama lu di Pers Kampus," tutur Salwa.

"Tapi gue terancam kena SP (Surat Peringatan) Wa?"

Surat peringatan, jika sudah keluar tiga kali, maka pengurus tersebut akan dikeluarkan. Pengurus periode ini sendiri belum pernah mendapat SP dari Hanif. Kecuali saat Sian dulu mendapat SP dari Siddiq karena mengacau di sekre Ormawa lain.

Salwa menggeremat kesal, "Yaelah SP doang gak bakal bikin IPK lu turun. Baelah (biarinlah)."

"Kalau lu kena SP yaudah, gak ngaruh sama status lu di Pers Kampus. Baru pertama juga kan? Gue bakal usahain ngomong ke Sian, buat bujuk Hanif. Kalem."

Salwa mengangguk menyetujui, "Lu gak perlu malu cuman karena SP."

Yah, dia sudah bisa menebak sih respon Salwa dan Daniel ini. Jaiz kembali menelan mentah – mentah hal yang ia ingin ucapkan. Mungkin, memang Ia lebih baik gak bilang aja.



. . . . .



Tiga hari selepas pembicaraan itu, Saat malam hari, selepas Rapat untuk majalah ke tiga kalinya, pukul 10 malam. Seluruh pengurus berkumpul di sekre tanpa terkecuali. Anak ayam langsung diminta pulang atau keluar sekre sehabis rapat ditutup.

Maka, perasaan para pengurus pun sudah bisa menebak, akan ada penyampaian Surat Keputusan atau Surat Peringatan dari Pemimpin Umum mereka, Hanif.

Hanif duduk dengan kursi di tengah sekre, menghadap seluruh pengurus yang duduk di depannya. Salwa dan Daniel langsung melihat ke arah Jaiz begitu Hanif mengeluarkan kertas putih.

Sian menyentuh dadanya refleks, "Anjir, gue jadi flashback setahun lalu."

"Lu bertingkah lagi?" sinis Kanaya,

Pers Kampus 2.0✔Where stories live. Discover now