Bab 2. Tendangan di Bawah Meja

3.3K 186 21
                                    

Bismillah ....

Tendangan di Bawah Meja


Khaira hari itu mengenakan mengenakan gamis berwarna khaki, senada dengan jilbabnya. Untunglah dia sudah menyiapkan baju ganti sehingga tidak perlu mengenakan seragam guru SMA Al Ikhlas ketika datang ke resto ini. Perempuan itu melirik steak yang sudah terhidang sejak 5 menit yang lalu. Black pepper steak kesukaannya, sama dengan kesukaan Yashinta. Khaira melirik arlojinya yang berwarna putih dengan kombinasi biru. Sudah jam 12.20 tetapi Yashinta belum muncul. Khaira mencoba mengganjal perutnya dengan kentang goreng dan meneguk minumannya.

Ketika jarum jam bergerak lagi, Khaira sudah tidak sabar. Dia meraih gawainya dan mencari nama Yashinta, kemudian dengan cepat menekan icon telepon. Dering klasik yang membosankan itu terdengar, teleponnya tidak dijawab. Khaira mulai kesal, dengan wajah cemberut gadis itu mengirim pesan kemudian mencari hiburan dengan gawainya. Yashinta memang suka telat dan dia akan muncul di saat terakhir tanpa merasa bersalah sama sekali. Itu sudah biasa.

Detik berikutnya Khaira memutuskan mulai mencicipi steak pesanannya yang mulai dingin. Dia tak peduli jika nanti Yashinta protes karena dia makan duluan.

"Ra, aduh sorry sorry," Yashinta muncul dari belakang Khaira, menepuk punggung sahabatnya yang sedang memotong steak.

"Iya dimaafkan, kan udah biasa kamu telat," jawab Khaira dengan wajah datar.

"Jangan marah dong, Ra. Sorry beneran, aku nggak punya niatan mau nelat tadi." Yashinta memandang sahabatnya dengan wajah menyesal.

"Ya udahlah nggak usah dibahas, makan yuk. Aku laper banget tau," ucap Khaira. Perempuan itu mulai menyuapkan potongan daging dan beberapa kali meneguk milkshake cappucinonya.

"Ini aku yang bayar deh, sebagai permintaan maaf," kata Yashinta.

"Ya emang kamu yang kudu bayar, yang ngajak ke sini siapa? Yang bilang mau nraktir?" tanya Khaira lagi.

"Eh aku ya, Ra?! Ya ampun aku lupa, Ra, sorry banyak urusan. WO lagi rame, biasalah musim kawinan." Yashinta menjawab sambil menepuk keningnya.

"Kamu tuh lupa bukan karena banyak kerjaan, tapi ... urusan sama Jeff kebanyakan." Khaira melirihkan suaranya, siap menghadapi reaksi Yashinta.

"Jangan sebut Jeff di sini dong, Ra. Kan aku jadi kangen, padahal dia ke sininya masih 3 hari lagi."

"Yash, udah deh putusin Jeff. Kamu nggak takut apa kalo nanti ketahuan Mas Ryan. Ini tuh beresiko banget tahu nggak? Kamu mempertaruhkan pernikahan kamu, cinta Mas Ryan dan reputasimu juga." Khaira terlihat sangat serius. Perempuan itu menatap Yashinta dengan sorot mata tajam, berharap Yashinta akan mengalah dan memutuskan hubungannya dengan Jeff.

"Gini ya, Ra. Kamu kan tahu aku nggak mungkin mutusin Jeff sekarang. Nggak mungkin. Aku butuh Jeff, aku cinta sama dia. Aku butuh perhatian dan sikap lembut dia." Yashinta bersikeras.

"Kamu nggak capek kaya gini terus Yash?" tanya Khaira.

"Nggak," balas Yashinta. Satu kata itu diucapkan dengan tenang dan bibirnya menyunggingkan senyum.

Khaira langsung menatapnya tajam. Hot plate tempat steak digesernya ke samping, sekarang Khaira menatap Yashinta dengan mata menyipit.

"Aku yang capek, Yash. Kamu tahu kan Jeff suka ngejar aku kemana-mana kalo dia ada maunya. Nanyain kabarmu kalo hapemu mati, terus dia maksa aku neleponin kamu kalo kamu lagi sama Mas Ryan.

Aku capek, Yash! Aku tuh juga punya urusan, ngertiin dong."

Khaira terlihat kesal sedangkan Yashinta malah terbahak. Perempuan itu meraih minumannya dan meneguknya dengan cepat. Yashinta belum bisa berhenti tertawa. Bayangan Jeff yang sibuk mengikuti Khaira yang judes sangat lucu bagi Yashinta. Dia juga merasa tersanjung dengan cerita Khaira. Bagaimana Jeff begitu gigih mencari info tentang dirinya, itu berarti Jeff benar-benar mencintainya.

Cinta Ketiga (New Version)Where stories live. Discover now