Seperti yang kuduga, udaranya jauh lebih menyegarkan disini. Deburan ombak yang cukup kencang, birunya air laut, beberapa burung camar yang berterbangan, pasir halus dengan beberapa atribut perusak seperti ranting-ranting pohon patah, dan langit yang mulai berubah menjadi jingga. Siapa yang tahan untuk tak keluar dari mobil?

  “Pantaaaaai!!!” teriak David bersemangat sambil berlari menghampiri air laut.

Tentu saja, aku juga turun dari mobil dan menghampiri pantai. Ah, sudah berapa lama sejak aku terakhir melihat pantai? Aku menarik nafas dalam. Udaranya benar-benar menyegarkan pikiranku.

Kau tahu, seharian berada di mobil benar-benar melelahkan. Udaranya pengap dan membuatku ingin muntah. Setidaknya, tidak untuk sekarang.

Ex ikut berlari menghampiri pantai. Langkahnya bahkan lebih cepat dibandingkan aku. Ia tersenyum lebar, senyum yang miring dan agak bodoh. Kurasa wajahnya sekarang terlihat seperti anak kecil yang bahagia karena dibelikan permen lolipop, yaaah, walaupun aku tak tahu apakah anak kecil jaman sekarang masih tersenyum sebahagia itu saat diberikan permen lolipop.

Mark juga ikut menghampiri air laut. Langkahnya lambat dan kurasa ia tak berniat untuk berlari seperti Ex ataupun David. Perlahan tapi pasti, ia sampai ke tempat kami berdiri. Aku berdiri lebih maju, mendekatkan telapak kakiku dengan pasir yang basah. Saat ombak datang, air laut menghampiri telapak kakiku, pelan. Kurasa aku bisa merasakan kepalaku tumbuh pohon. Kau tahu, maksudku ini benar-benar menyegarkan.

David lebih parah. Ia berdiri sekitar 2 meter di depanku. Dengan jarak seperti itu, air laut yang menghampirinya hampir setinggi pahanya. Mark berdiri di belakangku sedangkan Ex berdiri selangkah lebih depan dariku. Langit sore yang berubah menjadi jingga tipis dan angin laut yang mengkibarkan rambut adalah hal yang paling kusukai kali ini.

  “Ri! Kau yakin tak bisa kesini?” teriakku ke arahnya yang sepertinya masih berada di dalam mobil.

  “Tak bisa! Aku tak bisa terkena air!” balas Ri sambil melambaikan tangannya lewat kaca mobil, memberi tanda bahwa ia tak bisa ikut berenang.

  “Setidaknya keluarlah dari mobil! Kau harus merasakan udaranya!” Mark ikut berteriak pada Ri. Ia diam sebentar, kemudian pintu mobil terbuka. Yeah, Ri. Kau harus merasakannya.

  “Mungkinkah disini ada zombie?” tanya Mark tiba-tiba. Dalam keadaan apapun, ia selalu waspada, yah?

  “Um, aku tak tahu. Tapi disini tak ada zombie yang terlihat jadi untuk sementara waktu, mari kita fokus untuk menikmati momen ini” jawabku mencoba menenangkannya.

  “Kalau begitu, bagaimana kalau kita main ayun-ayun lempar?” tanya David semangat.

  “Hah? Apa itu?” tanyaku bingung.

  “Mark, kau pegang tangan El” seru David sambil berusaha memegang kakiku.

  “Eh? Eh? Apa-apaan ini?” tanyaku panik.

Ex ikut bergerak membantu David untuk memegangi kakiku. Tunggu, kenapa aku ada di posisi ini? Kini aku benar-benar terayun karena kakiku dipegang oleh David dan Ex sedangkan Mark memegang kedua tanganku.

Ah sialan, kurasa aku bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.

  “Ayun ayun ayun!” teriak David semangat sambil mengayunkan tubuhku ke kanan dan ke kiri. Rasanya punggungku sudah basah karena terkena air laut.

  “Berhenti dasar kalian orang-orang tak waras!” teriakku kesal.

  “1!” hitung Ex.

  “2” Mark melanjutkan.

  “3!!!” teriak David semangat.

  “BYURRR” ah, sudah kubilang aku tahu apa yang akan terjadi. Mereka benar-benar melemparku ke air. Aku terlempar cukup jauh ke depan dan tentunya kini basah kuyup.

Ugh asin.

  “SIALAN KALIAN DASAR ORANG-ORANG GILA” kataku kesal setelah bangkit dari air. Aku menghampiri David sedangkan ia mengambil ancang-ancang untuk berlari.

Aku bergegas mengejarnya untuk melakukan pembalasan. Enak saja kalau dia tak tercebur ke air.

Ia berlari di sepanjang pesisir pantai dan aku mengejarnya. Ugh, anak itu benar-benar memiliki stamina yang kuat. Seperti biasanya, aku terlalu lelah untuk terus berlari mengejarnya, jadi aku hanya berhenti dan memandanginya dengan geram. Dan kurasa Mark tak akan berlari-lari seperti David. Kau tahu maksudku, bukan?

Aku berjalan menghampiri Mark dan mendorong tubuhnya, berharap ia akan terjatuh sepertiku ke air laut. Tapi sialnya, tubuhnya terlalu keras dan berat. Aku mendorongnya dari belakang dengan kencang, tapi sepertinya ia tak bergeming sama sekali. Kurasa aku sedang mendorong tembok.

  “Mam, kau terlihat menyedihkan” gumam Ex pelan saat melihat usahaku sia-sia.

  “Ex, kau mau aku dorong juga?” tanyaku melotot ke arahnya.

  “Um, aku bisa sendiri” jawabnya disusul oleh ia yang menjatuhkan dirinya sendiri ke air. Ah, aku tak mengerti anak itu.

  “Bagaimana dengan rencana pertandingan David dan Mark?!” teriak Ri tiba-tiba dari jauh.

  “Bagaimana David? Apakah kau siap?” tanya Mark pada David percaya diri.

  “Huh, tentu saja! Siapa takut?” kata David semangat.

David dan Mark maju ke bagian yang lebih dalam, berencana untuk memperlihatkan keahliannya berenang. Mereka mengambil ancang-ancang sambil menunggu ombak datang. Aku dan Ex hanya melihat mereka dari jauh. Sebenarnya aku tak perlu menebak siapa yang akan menang. Kau tahu, Mark benar-benar bukan main-main.

  “David! Hati-hati!” teriakku padanya sambil melambaikan tanganku ke arahnya. Jantungku kini berdebar lebih cepat. Rasa tak enak itu kembali datang menghampiriku. Aku harap ini bukanlah lambaian terakhir yang ia lihat.

Ia mengangguk senang. Saat ombak benar-benar datang, mereka mulai berenang. Sebenarnya aku tak tahu keahlian apa yang mereka maskud, dari sini aku bahkan tak bisa melihat gerakan tubuh mereka. Maksudku, pasir yang tercampur dengan air tak membuat mereka terlihat. Satu detik, dua detik, aku masih menunggu. Gulungan ombak mulai kembali surut, kembali pada asalnya. Tunggu, dimana mereka?

  “MARK?! DAVID?!” teriakku panik. Kemana mereka?

Life in Death 2 : IllusionWhere stories live. Discover now