XLV

280 65 9
                                    

           ( Long Chapter hehe ;) )

Perkataan Ex membuat seluruh tubuhku merinding. Aku tahu pada akhirnya hari ini akan tiba, tapi aku tak menyangka hari itu akan datang secepat ini. Di saat kepalaku masih memproses, alarm lab berbunyi kencang, menandakan kami harus segera pergi ke ruangan utama untuk melakukan rapat. Aku yakin Regis juga terkejut saat ia terbangun dan melihat salju sudah mulai turun.

Di ruangan utama, ruangan biasa kami melakukan rapat, terlihat yang lain sudah duduk. Wajah mereka terlihat pucat, otot-otot di tubuh mereka menegang. Beberapa dari mereka menunduk. Setelah semua orang dirasa hadir di ruangan utama, Regis memimpin rapat.

"Seperti yang kalian lihat, salju sudah mulai turun pagi hari ini, dan jika prediksi 50 tahun lalu benar terulang, inilah hari dimana kita akan berperang melawan zombie" Regis membuka rapat disusul oleh anggukan yang lain.

"Untuk saat ini, kurasa yang paling baik bagi kalian adalah mengasah kemampuan bertarung kalian dengan senjata kalian masing-masing" ucap Jesica menambahkan.

"Aku, Jesica, dan beberapa lainnya akan memantapkan alat-alat teknologi untuk terakhir kalinya, dan mengecek alat-alat yang kita buat selama kalian pergi" kata Regis mengambil tugas. Suaranya mulai samar di telingaku.

"Siapkan tenaga dan mental kalian...." suara Mark menipis. Benar-benar menipis di telingaku. Aku tak fokus. Aku bahkan tak menyimak apa yang mereka katakan setelahnya. Pikiranku tertuju pada gua itu, dan pada rencanaku yang akan pergi kesana hari ini juga. Aku tak punya waktu lagi.

Rapat berakhir setelah sekitar 20 menit dan dari seluruh rapat itu, aku hanya mendengar 3 percakapan pertama. Aku bahkan tak tahu apa yang direncanakan mereka sebelum malam tiba. Ini masih jam setengah 7 pagi dan aku masih tak yakin apa yang harus kulakukan sekarang. Kurasa yang lain pun masih tak yakin apa yang akan mereka lakukan sepagi ini. Aku tak menyalahkan bila mereka memilih untuk kembali tidur mengingat kejadian kemarin membuat mereka terbangun di tengah malam. Lagipula, kami semua butuh stamina lebih untuk malam nanti.

Aku sendiri memilih untuk duduk dan menyenderkan punggungku pada kursi panjang di dekat jendela, mencoba mengingat-ingat rute di mimpiku. Jalan setapak di hutan, sebuah pohon yang agak bungkuk, batu-batu besar, gua yang menganga lebar dan setelahnya aku tak tahu apa yang akan menungguku di dalam sana. Aku menghembuskan nafas kasar, mulai lelah bahkan sebelum melakukan apapun. Semua perjalanan ini melelahkan, terlebih lagi kali ini aku akan berangkat sendirian. Astaga,...

"Mam?" tanya Ex tiba-tiba menghampiriku.

"Hm?" tanyaku sedikit terkejut.

"Mam bisa cerita" katanya seolah tahu bahwa aku banyak pikiran. Ah maksudku, kurasa semua orang tahu. Wajahku cukup jelas.

"Gua itu, Ex. Gua yang kita lihat saat berada di helikopter. Kurasa aku harus kesana hari ini juga. Aku bahkan sempat memimpikannya" jawabku sambil memegang kepalaku, pusing.

Ex menghela nafas dan diam sebentar. Kurasa ia sama berpikirnya denganku. Setelah hening beberapa saat, ia akhirnya kembali bicara.

"Mam, aku minta maaf aku tak bisa menemani Mam. Pasti ada alasan mengapa hanya Mam yang memimpikannya. Aku harap Mam baik-baik saja" kata Ex. Ayolah, Ex, tak apa.

"C'mon Ex, itu bukan salahmu bila kau tak ikut, kau tak perlu meminta maaf" jawabku berusaha agar Ex tak menyalahkan dirinya sendiri.

"...Tapi Ex, apa kau tau dimana peralatan pertahanan tubuh disimpan? Kurasa aku akan butuh itu" tanyaku setelah jeda panjang.

"Eu,... kurasa tadi Prof. Regis sempat menyebutkan soal alat pertahanan dan senjata. Mam tunggu disini, aku akan mengambil satu set untuk Mam" kata Ex sambil beranjak pergi. Aku tersenyum tipis, bersyukur memiliki orang-orang baik di sekitarku.

Life in Death 2 : IllusionМесто, где живут истории. Откройте их для себя