💘 13

8.6K 886 103
                                    

Sebetulnya buatku mudah nulis kisah cinta yang romantis karena sebelum ketemu Wattpad, bacaanku novel romantis.

Tapi sekarang, banyak pertimbangan yang kulakukan. Karena, bagaimanapun, sekecil dan sesepele apapun kata dan kalimat yang kutulis itu mempengaruhi orang lain.

Makanya kan sampai Bianca kecil aja diplagiat? 😤

Jadi, buat kalian yang juga penulis...bijaklah dalam menulis. Tebar kebaikan bukan keburukan agar kelak kau bisa berbangga dengan karyamu tanpa harus bersembunyi.

Jadi...intinya adalah...nggak akan ada drama heboh-heboh. Aliran real life yang sederhana saja. Nulis adegan berat itu berasa ngerjain soal matematika.

Terima kasih buat kalian yang setia dengan tulisan sederhanaku ini. It's mean a lot.

I love you all 💋💋💋

Oke, sekian intermezzonya 😎

🐆🐯

Ini pertama kalinya Arjuna merasa gugup bukan main. Tak henti-hentinya ia menggenggam dan melepaskan kedua tangannya sendiri. Jantungnya berdebar kencang. Setelah mengucapkan basmallah untuk yang kesekian kali, akhirnya, dengan tangan gemetar ia mengetuk pintu rumah di depannya.

"Assalamu'alaikum," ucapnya selantang mungkin.

Tak sampai lima menit tapi baginya terasa bagaikan lima jam, pintu akhirnya terbuka. Tampak lelaki berseragam dinas lapangan darah mengalir dan baret merah kloningan Eyang Arman versi muda berada dibaliknya, menatap tajam lelaki muda tampan pujaan banyak wanita berseragam dinas lapangan dengan baret hijau.

"Wa'alaikumussalam, masuk!" perintah Damai.

"Siap, terima kasih." Arjuna menghormat lalu mengikuti sang tuan rumah masuk.

Arjuna seketika merasa takut. Bukan lagi khawatir. Bukan juga karena pangkat melainkan hati.

Setelah dipanggil dan berbicara dengan Rashad dalam kapasitas sebagai Komandan sekaligus Ayah asuhnya, ia segera meminta petunjuk Allah. Dan begitu bisa cuti, segera ia menuju Kartasura.

Dan di sinilah ia berada. Di hadapan Damai Pratisena Yasa bin Arman Kertoadji. Walaupun sang tuan rumah menyuruhnya duduk, ia tetap duduk dalam posisi siap.

"Ada apa ke sini?" tanya Damai galak.

"Siap, saya..."

"Kamu pikir kamu siapa?" potong Damai marah sambil menggebrak mejanya membuat Arjuna berjingkat sedikit karena kaget.

"Siap salah!"

"Jelas salah!" suara Damai kembali menggelegar. "Kamu mempermainkan Mehreen? Kamu anggap Mehreen, mainan? Jawab!"

"Siap salah! Izin..."

"Sudah berapa tahun? Sejak di Papua sampai hari ini, heh?!"

Nyali Arjuna menciut seketika. Tapi ia harus tetap duduk tegak dan bersiap akan segala kemungkinan. Ia sudah pernah melihat para Komandan dan pelatih marah tapi yang paling seram adalah Rashad dan Damai.

"Jawab!" Damai kembali menggebrak meja.

Semua orang berpikir dirinya sempurna sebagai prajurit tapi Arjuna juga tahu untuk bergabung dengan pasukan khusus harus memiliki kualifikasi tertentu. Sehingga ia percaya untuk berhadapan satu lawan satu sekalipun usianya tidak muda, Damai bukan lawan mudah dan cenderung diwaspadai. Mudah sekali membuatnya bertekuk lutut.

"Siap salah! Izin menjawab, Ndan," pinta Arjuna setenang mungkin padahal jantungnya sudah mau copot dan keringat deras mengalir di wajahnya.

"Silahkan!"

Jodoh ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang