💘 10

8.5K 887 39
                                    

Sampai menjelang akadnya Sahil dan Hilwana, tak ada kesempatan bagi Arjuna dan Mehreen chit-chat santai. Selalu tak ada waktu atau kesempatan. Perasaan Arjuna kali ini cukup berbeda saat bersama dengan Ai dulu tapi ia tak tahu dan tak bisa menggambarkan apa namanya.

Akhirnya akad nikah Sahil pun tiba. Semua lega saat si bungsu dari Letkol Rashad Dwi Aditya dan Ibu Francesca Melati berhasil mengucapkannya dengan lantang.

Saat acara ramah tamah, Arjuna yang sejak pagi tidak sempat sarapan mendesah lega. Ia mengambil nasi goreng dan sate ayam plus fuyunghai. Sungguh perpaduan yang aneh tapi baginya yang penting kenyang dan nikmat.

Arjuna langsung duduk begitu melihat kursi kosong tanpa tahu siapa yang ada di sampingnya karena terlalu fokus pada perut dan piringnya. Setelah menyendok beberapa suap barulah ia menoleh dan ...

"Mbak Mehreen?" cetusnya kaget.

Mehreen yang sedari awal tahu Arjuna di sampingnya tapi tak kuasa beranjak hanya tersenyum tipis.

"Apa kabar? Saya nggak perhatiin kalau dari tadi Mbak Mehreen di sebelah saya. Maaf," ucap Arjuna sungkan.

Mehreen menggeleng. "It's okey. Alhamdulillah saya baik."

Arjuna mengangguk. "Saya nggak nyangka kalau Mbak Mehreen keponakan Papa. Berarti Mehreen yang dimaksud Papa selama ini saat Mas Sahil jadi korban gempa dan menyusul ke sana dengan grup relawannya itu Mbak Mehreen ya? Masih teman-teman yang sama?"

Selesai mengatakan kalimat terpanjang dalam hidupnya kepada perempuan selain Savita dan Rembulan itu, Arjuna kaget sendiri. Dan ia menyadari bahwa jantungnya kembali bekerja lebih keras dari biasanya.

Mehreen mengangguk. "Ya masih grup relawan yang sama tapi beda orang. Jumlah kami seratus total keseluruhan." Ia terdiam sesaat dan menyuap sup kimlonya. "Saya juga nggak sangka ternyata Serda Arjuna adalah orang yang sama yang melamar Dek Ai. Apa ke Papua dalam kondisi oleng dulu karena patah hati dengan Dek Ai?" Ia menatap sambil menyipitkan matanya.

Arjuna menggeleng sambil tersenyum kecil. Ia juga menyuap nasi gorengnya. "Mbak Ai bukan jodoh saya dan saya ikhlas. Anggota yang dekat dengan saya memang mengira demikian bahwa saya patah hati bahkan dikirim Danyon sebagai hukuman atau apalah." Ia kembali menggeleng. Kali ini ekspresinya geli.

"Jadi?" Ekspresi penasaran Mehreen mengundang gelak Arjuna yang langsung membuat Mehreen manyun.

"Justru Danki mengirim saya ke Papua untuk menyelamatkan saya dari pernikahan?"

"Oh...perjodohan sepihak dari Pakliknya Serda Arjuna? Eh...maaf Sertu ya sekarang. Selamat."

Arjuna mengangguk. "Terima kasih. Ya, perjodohan sepihak. Mbak Mehreen tahu kan kalau tentara tak bisa menikah tanpa persetujuan kantor? Dan saya ingin pernikahan sekali seumur hidup yang sah tak hanya di mata agama tapi juga negara."

"Papa marah sekali sama Pakliknya Sertu Arjuna," kata Mehreen mengingat saat itu. Abinya hendak turun tangan juga tapi dilarang.

Keduanya pun makan dalam diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing dan jantung masing-masing hingga makanan habis.

"Jadi...masih belum mendapat pengganti Dek Ai," gumam Mehreen.

Arjuna menggeleng. "Saat ini belum."

Mehreen manggut-manggut.

Selanjutnya tak ada yang bicara lagi di antara keduanya. Terutama Arjuna yang sibuk dengan pikirannya sendiri dan degup jantung yang tiba-tiba seperti tak tahu diri bertalu-talu seenaknya.

Ia bingung dengan reaksinya sendiri. Ada apa? Kenapa?

💘💘💘

Sepulang dari pernikahan Sahil dan Hilwana, Mehreen lebih banyak diam. Ia lebih banyak bermain dengan Bianca atau si kembar Abhi dan Garin yang masih tinggal di rumah orang tuanya.

Jodoh ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang