"Kita tidak saling pergi, tidak juga ingin bersama lagi"
Kalau ditanya kenapa Karif dan Dias terlibat hubungan, bahkan bertahan 2 tahun lamanya maka baik Karif ataupun Dias tidak tahu bagaimanya untuk menjawabnya. Bukan karena saling menyukai tanpa...
" Tolong mengertilah, aku tidak begitu terluka namun tidak juga baik-baik saja."
-Hello, Good Bye Bae-
Saat ini tak mengapa bukan tertawa mengingat potongan memori saat itu, rasanya seperti menjatuhkan harga diri sendiri. Tetapi, memang begitu adanya. Mau bagaimana lagi?
Hampir sebagian orang percaya, sesuatu yang datang erat kaitannya dengan siap menerima kehilangan kapanpun itu, katakanlah perasaanmu harus siap terluka. Namun, bukankah pernyataan ini seperti menghakimi hati untuk melepaskan seseorang saat hatimu benar-benar tidak siap menerima semuanya?
Terlalu banyak kata dan tanya untuk takdir yang belum tahu jawabannya.
"Kak, stop! Please..." entah berapa kalinya Yola-perempuan yang duduk di kursi penumpang sebelah kemudi meminta perempuan yang saat ini tengah mengemudi diantara hiruk pikuk kepadatan lalu lintas kota Jakarta dini hari untuk menghentikan laju mobilnya.
Namun bukannya menuruti, perempuan yang lebih tua empat tahun dari Yola itu memilih mengabaikan saja dan semakin dalam menginjak gas setelah melewati persimpangan jalan. Ia benar-benar fokus menyetir dan mengacuhkan Yola yang semakin kencang menangis di sampingnya.
"Yas... Dias... Yas please! Gue nggak mau pulang!" kali ini Yola berganti memohon kepada satu lagi perempuan di dalam mobil itu yang duduk di kursi belakang. Yola berharap perempuan itu mengerti dirinya.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Dias Maharani, perempuan itu hanya menatap Yola tanpa berkata apapun.
Yola menghela napas berat, percuma saja berbicara dengan dua orang yang tidak berada dipihaknya. "Kalian buang-buang waktu gagalin rencana gue, percuma juga Kak Jeje bawa gue pulang, percuma juga lo sebagai sahabat nggak ngertiin gue Yas. Gue muak dengan semua ini. Kalian lebih milih melihat gue mati pelan-pelan saking muaknya terperangkap melihat keadaan keluaga gue!"
Ciiitttttttttttt
Jeje mengerem kejut mobilnya, membuat suara decitan yang timbul dari gesekan ban mobilnya dengan aspal jalam. Tubuh mereka bertiga terdorong kedeoan, Yola dan Dias terkejut atas tindakan Jeje yang di luar dugaan.
Jeje memegang kedua bahu Yola, membuat perempuan itu sepenuhnya menghadap ke arahnya. "Kenapa? Kamu mau coba cara lain untuk bunuh diri?" tanya Jeje. Yola terdiam, masih terbawa keterkejutannya barusan. "Kamu mau tabrakin diri kamu di jalanan sana, atau lompat dari jembatan atau kamu mau coba gantung diri?"
"Kamu pikir selama ini Kakak nggak buang-buang waktu buat nyembuhin kamu?"
Yola tidak mampu menahan air mata dipelupuknya untuk jatuh semakin deras saat menatap Jeje. "Sampai kapan kamu seperti ini terus La?" Jeje bertanya dengan nada yang terdengar begitu frustasi.
"Kak, kalian perlu waktu bicara berdua, biar aku tunggu di luar." Sebelum turun, Dias menepuk bahu Yola. "La, jangan pernah lo lupa gue masih ada di sini sekarang karena perkataan lo waktu itu."