AKU, KAMU, DAN HUJAN

28 4 0
                                    

Hujan itu telah pergi namun entah kenapa aku masih enggan untuk beranjak pergi. Hujan? Hujan adalah sesuatu yang tidak termasuk kategori menyenangkan karena aku membencinya. Aku benci hujan karena bunyi yang ditimbulkan olehnya sangat memekakkan telinga. Aku benci hujan karena dengan melihat hujan aku kembali mengingat hari itu, hari yang menjadi sebuah kenangan yang sangat membekas. kenangan yang membuat aku terlalu nyaman untuk menetap dalam hasuninasi ini. Kenangan yang membuat seluruh duniaku berwarnakan hitam putih. Yah.. aku merindukan DIA dan aku tak tau bagaimana cara menghilangkan rindu ini jika kami takkan pernah bisa bertemu lagi.

Gorontalo, 12 Mei 2018

Yah, lagi-lagi hariku dihiasi oleh sang hujan. Sial, payungku tertinggal dikelas. Kurapatkan kembali seragam yang kupakai karena hanya itulah yang menjadi pemisah antara aku dan sang hujan. Seiring berjalannya waktu, suara yang ditimbulkan oleh hujan sudah mencapai suara yang tidak kusukai. Yah, aku benci hujan, aku benci kenyataan kalau aku phobia akan suara hujan. "ARGH!!" teriakku ketika mendengar gemuruh langit. Haissh.. kenapa harus hujan? Aku sudah tak tahan lagi. Rasanya ingin sekali untuk memejamkan mata ini dan menghilang untuk sementara. 

Hangat... aneh, bukannya aku tidak memakai jaket? Kembali kubuka mataku dan terkejut akan kehadiran dirinya. Ingin rasanya untuk menyapa tapi mulut ini hanya bisa menutup seolah takut mengeluarkan kata yang salah. "jangan memandangku seperti itu. aku tau kamu phobia terhadap 'air' ini jadi ku sarankan, kau pejamkan saja matamu dan ingatlah aku selalu berada disisimu, menjaga kamu" suranya terdengar seperti perintah untukku dan tanpa bisa ku cegah senyum ini merekah dengan sendirinya. "terima kasih, ril terima kasih.." ku dengar dia tertawa dan itu semakin menambah banyaknya bunga yang bermekaran dalam perutku.

 " kenapa masih disini?" tanyaku tanpa membuka mata. "pertanyaan macam apa itu? ayolah lis, aku tau kamu ceroboh mengenai payung hello kitty-mu itu" ucapnya. Aneh.. pernyataannya sangat tidak bisa untuk ku terima. "maksud mu?" ku dengar kursi ini berderit pertanda bahwa dia mempersempit jarak diantara kami. "jangan banyak bicara, bibirmu sudah membiru" ucapnya sembari merengkuh diriku dalam pelukannya. Segera kulepaskan pelukkannya karena aku merasa tak nyaman. "yah sudah kalau tak mau kupeluk apa kau bisa memberikan tanganmu?" "buat apa? Tangan ini sudah membeku dan aku tak ingin sumber kehangatan 'orang lain' berubah menjadi beku seperti tangan ini" seketika itu juga tawanya terdengar dan membuatku lupa akan kehadiran sang hujan. "Lilis, jangan gitu juga kali. Nadine gak pernah cemburu kalo aku perhatian sama kamu. Dia tau kok kamu itu sepupuku" lagi-lagi alibi itu... "iya, Nadine gak cemburu tapi aku yang gak nyaman, aril" "ya udah kalo gitu aku duluan yah, nih hello kitty-mu dan untuk jaket itu pakai saja. Aku kuat kok! Hujan mah masalah kecil untukku" ucapnya ceria dan segera menghilang ditelan sang hujan. Sejenak suasananya kembali seperti tadi.

Bruk..ckitt.. "TOLONG!! Disini ada korban tabrak lari!! Tolong siapapun tolong!" suara keras baja yang menghantam manusia tercampur aduk dengan suara teriakan yang sungguh memekakkan telinga. "lis! Kamu gak mau liat?" perlahan ku buka mata ini. "lihat apa?" sebenarnya aku tahu mereka hanya ingin aku bergabung dengan mereka untuk melihat tabrak lari itu. "astaga LILIS!!! Yang ditabrak itu si ARIL!" secara tak sadar tubuhku bergerak dengan sendirinya. Aril..aril..aril.. kuucapkan namanya dalam hati. Semoga bukan aril-ku semoga bukan dia!! Semoga itu aril yang lain!! Jangan dia ku mohon..... tidak, kumohon.. jangan dia! "permisi, permisi!!" tubuh yang tergeletak itu bersimbah darah. Aku bisa saja langsung meninggalkannya jika tak kulihat gelang couple yang ada pada pergelangan tangannya itu dan tiba-tiba semua menjadi gelap.

Gorontalo, 16 Mei 2020

"lis, bangun gih udah mau jam tujuh loh" "hmm, bentar lagi kak mager nih" semenjak insiden 2 tahun lalu aku tinggal bersama kakakku karena semenjak insiden itu kejiwaanku mulai terganggu. Jujur aku sangat menyesal membiarkan dia pergi bersama hujan. Seharusnya aku sadar bahwa hujan memang tak pernah bisa membuang rasa bencinya terhadapku. Tak ada yang mengerti perasaanku bahkan dokter psikiater ku sekalipun. Iya, mereka memang tahu aku merasa kehilangan dia, tapi mereka semua tak pernah bisa menyadari bahwa air mata ini jatuh bukan karena saudara yang telah tiada tapi karena seseorang yang kucintai pergi untuk selama-lamanya. Iya... Aril Putra Kusuma itu telah merebut hatiku dan tega pergi bersama-Nya tanpa sempat mengembalikan hatiku. 

Kalian tau ?mengucapkan selamat datang kepada yang pernah pergi memang sulit tapi, mengakui rasa rindu kepada yang telah pergi adalah hal yang mustahil.. jadi saranku jangan pernah memendam rasa karena mungkin kalian takkan pernah bisa mendapatkan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan kalian.

JUST A STORYTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon