🌱1.Sahabat terbaik

76.9K 3.9K 91
                                    

-OPEN PO-
(Bisa pesan dan peluk bukunya)

Cek IG @Sherinauci
Dan @queenfha publisher

Sinar matahari pagi menembus kaca balkon, membuat Vana membuka matanya karena silau. Hari libur adalah hari yang sangat dinanti-nantikan oleh semua orang, tapi-- tidak dengan Vana. Malah Vana beranggapan kalau hari libur seperti berada di dalam neraka. Sudah beberapa tahun ia hidup seperti ini. Diumur ke 17, Vana merasa benar-benar tak berguna.

"Morning sayang!" sapa seorang wanita paruh baya, dia mendekat ke arahnya.

Vana bangun, melihat jelas siapa wanita itu. Senyumnya merekah tatkala melihat wanita itu adalah orang yang paling disayanginya. Ia bangkit dari kasur dan langsung berlari memeluk wanita itu dengan erat.

"Bundara? Kangen," ucap Vana sedikit manja.

"Bunda juga kangen," balas wanita itu melepaskan pelukannya.

Nama wanita itu adalah Raira. Dia adalah tantenya. Ia memanggilnya dengan sebutan bundara, itu panggilan kesayangannya. Kalau ia disuruh untuk memilih antara ibu kandung atau wanita ini maka ia akan memilih wanita ini. Banyak alasan yang membuatnya bisa memilih Raira dan banyak alasan juga ia tidak memilih ibu kandungnya sendiri.

"Okay girls. Sekarang kamu mandi terus langsung ke meja makan ya. Kami menunggu," ucap bunda Raira mencium kening Vana.

"Bunda," lirih Vana.

"Kenapa sayang?"

"Udah telat. Pasti Vana diomelin daddy. Bisa gak Bun, Vana sarapan di sini aja."

Raira tersenyum. "Tenang aja. Bunda bakal bantuin Vana ngomong. Kamu cepet mandi gih," suru Raira lantas pergi keluar dari kamar Vana.

Akankah saat ia turun nanti, ada perang dunia ketiga? Rasanya takut sekali saat nanti daddy memarahinya di depan semua anggota keluarga. Entahlah, kadang ia ingin pingsan saja sampai semua drama di sini benar-benar selesai. Lelah harus menyandingkan dirinya dengan Shila-- kembarannya. Shila bagai mutiara sedangnya dirinya? Hanya rempahan bubuk basi.

OoO

"Selamat pagi semua," sapa Vana ramah saat hendak duduk di kursi meja makan.

"Pagi Van," balas Raira.

"Pagi Van." Setelahnya Shila.

Hanya mereka berdua. Yang lainnya diam, menikmati hidangan. Hatinya teriiris, sakit. Andai saja Shila yang menyapanya mungkin semua orang akan membalas sapaannya. Ia membenci Shila! Ia sangat membenci Shila. Semua orang menyayangi Shila, semua orang memperhatikan Shila sedangkan dirinya seperti angin yang tak terlihat.

Tak ingin berlama-lama berpikir hal yang tidak jelas. Vana langsung memakan makanannya. Adab dan tata krama di sini sangat diterapkan. Tidak boleh ada yang melangggarnya. Aturan di rumah ini pun sangat ketat hingga siapa pun yang ada di sini, merasa tidak betah terutama dirinya sendiri.

Setelah sarapan selesai. Vana berniat beranjak dari duduknya namun suara seseorang membuatnya duduk kembali.

"Jangan dibiasakan membuat kami menunggu terlalu lama. Kau seorang gadis, tidak seharusnya kau bangun terlalu siang," kata Devano-- ayahnya dingin.

"Kak, Vana hanya kelelahan. Biasanya dia tidak bangun sesiang ini," bela Raira menjelaskan.

Devano menatap Raira tajam. "Kau bersikap seolah-olah Vana anakmu Ara. Berhenti untuk memanjakan dia."

"Iya aku tahu Vana anakmu. Tapi--"

"Please, jangan berdebat denganku Ara. Aku tidak ingin berdebat denganmu untuk saat ini," ucap memohon pada bunda Raira.

Vana & Shila [SUDAH TERBIT & KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang