iii. senyampang tenteram

167 21 1
                                    

─────────────────────

kala itu arungga sedang alai-belai dengan ayahnya agar mendapat izin pergi bermain.

ia jenuh.

"tidak boleh, kamu harus belajar." balas adinata tanpa melirik sedikit putrinya.

menggertakkan gigi, tinggal menghapus bibir. tapi tak jua berserah.

"kalau gitu, aku pergi, yang penting aku sudah izin sama papa, aku nggak peduli." bagai meletakkan api di bubungan. arungga tak segan untuk berpasrah.

"berani membantah ya kamu!" adinata bangkit lalu menegakkan diri menyangatkan bentakan.

arungga tak mengindahkan bentakan adinata; arungga mengambil langkah panjang.

"bodoamat lah, yang penting gue seneng." menghela napas panjang sebelum tersenyum tipis.

ia mengeluarkan benda pipih yang ada di dalam tasnya, mengetikkan nomor yang akan ia tuju.

"halo? gama, gue otw,"

"ya, lo tunggu di sana."

informasi: arungga sudah mengenal gama dengan baik.

ia tinggal memesan taksi online saja. sudah beres.

"laopo to? gendeng a kowe?" baru saja arungga memasuki kafe yang didiskusikan oleh teman-temannya, sudah terdengar suara perdana yang melontarkan kata yang asing bagi arungga.

ia mengamati satu-persatu insan yang berada di tempat itu. banyak orang asing,

pasti mereka dari sekolah kita, batin arungga.

ya memang acara ini sekadar menjadikan satu insan yang masih asing, belum bertatap rupa.

"hai semua, gue arungga." keramahannya selalu diutamakan, ia tak mau jadi penyendiri akibat ulah orang tuanya.

"hai arungga, duduk dulu." perintah pemudi yang berparas ayu.

tak lama kemudian, pemudi yang terlihat terburu-buru berlari manis datang.

"maaf gue telat," katanya terlebih dulu.

netranya masih tak terlepas dari pemuda yang sepertinya tak asing.

iya, pemuda mengantar pulang farras kala ia kehujanan.

nggak mungkin, paniknya.

kilas balik.

di kala matahari mulai tenggelam, di tempat itu ia merasa diperhatikan oleh seorang pemuda bermata manis.

dia mendekat, farras menghindar.

tapi pemuda itu tak mau mengalah. ia terus mengejar.

merasa diikuti, farras mempercepat tungkainya agar tidak terkejar.

merasa lelah, farras mendudukkan tubuhnya di tempat yang teduh, agar tidak semakin terserang penyakit.

ia sudah bersin sedari tadi.

pemuda itu tak ada lelahnya mendekati raga farras dan menawarkan ajakan pulang, lagi.

"daripada lo jadi sakit, mending gue anterin pulang aja, gratis." ajak pemuda sembari melukis kurva di pigura.

"emang lo kenal gue?" ketus dibalasnya.

"ya, kalo lo mau hujan-hujan terserah, gue balik." mana mungkin farras menolak?

CELAHWhere stories live. Discover now