16 : Pulpy Orange

Start from the beginning
                                    



. . . . .




Lamunan Janu semakin lama semakin tenggelam, sampai ia tak sadar jika Abang jangkungnya sudah berkali kali menggoyangkan tangan di depan wajahnya.

Sampai akhirnya, Jinan menyerah dan memilih memakan somaynya saja. Mungkin Janu tidak mau pesen minuman kali, makanya Ia dicueki terus daritadi.

"Kamu pesen sendiri aja sih, jangan nyuruh – nyuruh orang lain," nasehat Senin yang duduk di samping Janu, tepat di hadapan Jinan.

"Ck, udah biasa aku suruh kok dia kalo dirumah," alasan Jinan membuat Senin malas berdebat dan memilih kembali fokus menghabiskan Somaynya juga.

"AKU INGET!"

Tiba – tiba suara nyaring Janu membuyarkan konsentrasi Senin dan Jinan yang tengah asyik lahap menyantap somay mereka.

"Astagfirullah, kaget abang Nu. Apaan sih? Inget apaan? Inget belum matiin kompor di rumah? Tenang, ada Bi Ratih."

"Ih bukan bang!"

"Terus apaan?" tanya Jinan.

"Itu, helm baru Kang Jaiz." Kening Jinan berkerut. "Kamu pengen helm kaya si Jaiz? Nanti abang beliin gampang. Kamu belajar naik motornya aja dulu yang bener! Katanya mau ngalahin Rossi."

"Janu gak bisa naik motor?" Tanya Senin.

"Janu bisa naik motor kok Teh, udah punya SIM juga dari SMA."

"Iyalah, siapa dulu yang ngajarin," bangga Jinan.

"Terus itu belajar motor apalagi?"

"Belajar balapan sayang," jelas Jinan tersenyum. Senin refleks mengetok kepala Jinan galak.

"Jangan diajarin balapan! Kamu tuh jadi Abang gimana sih? Bahaya tahu! Udah tahu kamu sendiri sering jatoh, malah diajarin ke adeknya."

Jinan diam tanpa balasan. Mana berani dia kalau Senin udah galak begini.

"Jadi apa maksud kamu tadi Nu? Kamu mau helm kaya Kang Jaiz?" tanya Senin jauh lebih lunak dan langsung berubah ekspresi dari galak ke lembut pada Janu.

"Bukan itu maksud Janu."

"Terus apaan? Inget apaan, sih?" greget Jinan.

"Janu inget, kalo pernah liat helm Kang Jaiz pas malem – malem depan gerbang Kampus."

"Yaelah, kirain apaan."

"Masalahnya, Janu liatnya yang pake helm itu bonceng Teh Salwa," jelas Janu.

Disambut pandangan tanya Senin – Jinan. "Salwa yang jutek dan galak itu? "

Janu mengangguk.

Senin dan Jinan saling bertatapan, tapi sedetik kemudian tertawa.

"Hahaha, paling si Jaiz nganterin Salwa balik."

"Hahaha Iya Dek, di Pers Kampus udah biasa itu. Anak cowoknya emang berkewajiban jagain anak ceweknya. Udah biasaa.. dulu abangmu juga suka nganterin teteh pas sebelum jadian. "

"Meskipun sebelum naik motor, Teh Salwanya dicium? Terus di motornya sambil pelukan?"

"Hah?"

Senin dan Jinan mendadak jadi keong.




. . . . .

Pers Kampus 2.0✔Where stories live. Discover now