12 | Chaos

45 20 0
                                    

Aku mulai bertanya-tanya mengenai hubunganku dengan Jungkook. Bagiku, dia hanyalah seorang teman. Tetapi kenapa aku justru memejamkan mataku saat dia menciumku kemarin malam?

Aku menatap pantulan diriku pada cermin di dalam kamar mandi. Aku masih berada di dalam rumah Jungkook. Ini masih pagi dan Jungkook mungkin masih tertidur di kamarnya. Atau justru dia belum tidur? Aku sendiri pun mengalami kesulitan untuk tidur. Selain karena berada di tempat asing, euforia setelah ciumannya benar-benar masih terasa.

Well, that's my first kiss and that was so weird, awkward, hot, and wet. Jungkook was a good kisser.

Aku menggeleng. Menyingkirkan pikiran kotor yang tiba-tiba muncul di dalam kepalaku. Hubungan seksual adalah hal yang tabu bagiku. Rasanya masih terlalu menggelikan untuk membayangkannya hingga membuat bulu-bulu halusku berdiri.

"Kau terlalu lama di kamar mandi, kau tidak apa-apa kan, Sky?"

Suaranya di balik pintu lebih-lebih membuatku merinding. Haruskah kubuka pintu kamar mandi ini? Aku menatap sekeliling. Tempat ini terlalu berbahaya. Terlalu pas.

Aduh, aku memikirkan apa sih?! Aku berjalan mendekati pintu, lalu membukanya, langsung menemukan Jungkook berdiri di depan pintu dengan rambut panjangnya yang acak-acakan dan memakai kemeja super besar.

Oke, dia seksi dan aku kembali meruntuki diriku.

"Kukira kau terkena serangan jantung di sana," guraunya, lalu tertawa ringan.

Aku mendengus. "Kau mendoakan hal yang tidak baik untukku."

Dia tidak menanggapi ucapanku dan bertanya, "Tidurmu nyenyak?" Dia tampak berpikir sejenak, memperhatikanku dari atas sampai bawah. "Sepertinya tidak."

"Sudah tahu jawabannya seharusnya tidak perlu bertanya." Aku mendengus, namun segera menahan napas saat kurasakan jemarinya menyentuh leherku.

Aku mundur beberapa langkah karena terkejut. Tatapannya yang sempat tertuju pada leherku, kini kembali menatap wajahku.

"Untung saja aku tidak meninggalkan tanda di sana," ucapnya ringan.

Pipiku panas. Aku pun membuang muka, tetapi tangannya lebih dulu menahanku. Dia bergerak sangat cepat, aku saja tidak sadar dia sudah berada dekat denganku dan meraih daguku untuk menatap matanya.

Matanya seperti lubang hitam. Untuk beberapa alasan terlihat indah, tetapi tetap saja berbahaya. Dia menyedot duniaku padanya.

"Berjanjilah padaku untuk tidak pernah meninggalkanku." Tatapannya sangat dalam dan serius, aku sampai hilang kata.

"Ayo, berjanjilah padaku kalau kau tidak akan meninggalkanku," ucapnya mulai tidak sabaran.

Aku menatap lurus ke dalam matanya. "Jika aku berjanji untuk tidak meninggalkanmu, apa kau juga akan melakukan hal yang sama padaku?"

Rasanya sangat menyakitkan sekaligus mengecewakan saat jemarinya turun dari daguku, lalu berbalik. Meninggalkanku yang mematung di tempat.

Jadi, beginikah akhirnya? Dia akan memunggungiku dan meninggalkanku tanpa jawaban?

When the moon leave the sky, it's gonna be chaos.

***

Ternyata benar, sekali kau berbohong, kau akan ketagihan untuk melakukannya.

Kemarin aku berbohong pada orang tuaku dan bilang aku menginap di rumah teman perempuanku. Aku menyebut nama Seungwan yang kebetulan terlintas di pikiranku.

Dan saat aku berhadapan dengan Seungwan, rasanya aneh sekali. Kami sedang makan berdua di kafeteria. Seungwan sesekali bercerita tentang Joohyun yang masih menyindirnya melalui SNS, tetapi menutup mulut rapat-rapat saat mereka berpapasan.

Aku sama sekali tidak tahu siapa itu kekasih Joohyun, tetapi mendengar bahwa orang itu terus menggoda Seungwan hingga Joohyun salah paham, sepertinya orang itu adalah orang brengsek.

Omong-omong orang brengsek, entah mengapa aku mengingat Jungkook.

"Sky, apa ada tipe idealmu di sekolah ini? Atau kalau tidak ada, tipe idealmu itu orang yang seperti apa?" Seungwan menatapku seraya meminum jus apelnya.

Aku baru menyelesaikan makanku dan menaruh sumpit ketika dia bertanya padaku. Aku menatapnya. "Entahlah," jawabku singkat.

Seungwan menatapku kecewa, lalu mencondongkan tubuhnya. "Dari buku-buku yang kubaca, karakter seseorang sepertimu pasti menyukai laki-laki yang pintar. Apakah Min Yoongi dari kelas senior? Kudengar kalian bergandengan tangan saat pulang sekolah minggu lalu."

Jantungku berdebar begitu nama Yoongi disebut. Rasanya benar. Tipe idealku adalah seseorang yang seperti Yoongi. Seseorang yang pintar dan mengerti diriku.

"Entahlah, aku tidak yakin," ucapku seraya menatap Seungwan. "Tetapi rasanya hubungan kami dibangun di atas perasaan senasib, bukan karena perasaan semacam itu."

"Tetapi kau mengharapkannya, kan?" tanya Seungwan lagi. Rasanya aku ingin mengangguk, tetapi sulit. Aku tidak ingin terlalu dekat dengan orang lain. Tidak mudah bagiku. Aku selalu dibayangi rasa takut. Karena semakin banyak seseorang menyimpan rahasiamu, semakin besar pula kesempatannya untuk menghancurkanmu.

Aku sudah cukup hancur. Aku belum siap untuk hancur lebih parah lagi.

Seungwan meraih jemariku, menggenggamnya bagaikan seorang sahabat. "Aku tidak memaksa. Memang sulit menerima orang baru, tetapi cobalah untuk membuka dirimu. Because you deserve to have a friend."

Aku tersenyum dan mengangguk. "Kalau kau bagaimana? Siapa tipe idealmu?"

"Jeon Jung Kook Sunbaenim."

Aku hilang kata. Jantungku berdetak lebih cepat lagi daripada sebelumnya, bahkan lebih parah. Perutku rasanya seperti lemon yang diperas. Aku mendadak tidak menyukai percakapan ini.

"Oh, ya? Kenapa?" tanyaku pada akhirnya, mencoba untuk terlihat baik-baik saja. Tetapi memangnya apa alasanku untuk tidak baik-baik saja?

"Dia itu misterius. Pintar, tetapi seperti orang bodoh. Tetap tampan meskipun penampilannya berantakan. Suaranya bagus. Bisa bermain instrumen. Tetap memiliki prestasi meskipun catatan hitamnya banyak. Di mataku, dia itu hot." Seungwan tersenyum cerah, tetapi aku merasakan hatiku sakit. Aku merasa sakit atas alasannya bahagia.

Andai saja Jungkook mengenal Seungwan, apakah Jungkook akan jatuh cinta padanya?

Tentu saja. Seungwan pintar, cantik, dan pemberani. Sangat berbanding terbalik dengan diriku. Dia adalah permata sementara aku hanyalah batu jalanan.

Seungwan kini menatapku serius. "Aku sempat melihat dia makan di kafeteria bersamamu. Dia bahkan datang ke kelas untuk menaruh susu dan roti melon di atas mejamu. Kalian tidak ada hubungan spesial selain teman, kan?"

Aku bingung. Jujur saja aku sangat bingung karena aku tidak mengerti ada apa di antara aku dan Jungkook. Jika aku jawab tidak pada Seungwan, rasanya seperti berbohong karena aku dan Jungkook sudah pernah berciuman.

Tetapi jika aku jawab iya, Jungkook bahkan tidak pernah memintaku untuk menjadi kekasihnya.

Ini membuatku merasa serba salah.

Aku merasa buruk pada Seungwan ketika aku menjawab, "Tidak. Kami hanya teman."

Bodoh. Bodoh. Bodoh. Chaesky kau sangat bodoh! Lagi-lagi aku menyalahkan diriku atas kebodohanku.

Seungwan kembali tersenyum. "Syukurlah. Karena aku memiliki rencana untuk mulai mendekatinya hari ini. Aku masuk ke Ekstrakurikuler Taekwondo, ekstrakurikuler yang sama dengan Jungkook."

Aku membenci obrolan ini. Obrolan ini hanya membuatku terus mengatakan kebohongan. Aku terus bersikap palsu di hadapan Seungwan dan itu membuatku merasa sangat buruk.

Aku bangkit dari posisiku dan memaksakan senyumku untuk terukir. "Aku ingin pergi ke perpustakaan ya."

Seungwan mengangguk. "Aku juga akan berkumpul dengan yang lainnya di aula untuk membahas keperluan taekwondo. Doakan aku berhasil, ya?"

Aku tersenyum. Palsu. Aku sangat palsu. Aku berbohong padanya dan diriku sendiri. Tidak ada hal yang lebih buruk selain membohongi dirimu sendiri.

"Ya, semoga beruntung, Son Seung Wan."

Someone gonna take the moon away and the sky just say good luck?

MikrokosmosWhere stories live. Discover now