TGS|15

2.5K 258 51
                                    

Aku mual, baru kali ini baca cerita bau banget Psycho karya AuthorID sukses buat aku gemeteran, perut nyel-nyelan. (Biasanya engga! Feelnya dapet bgt!) Tpi bagus bgt sih sumpah, enak dibaca, paling penting mah alurnya pas ngga bertele-tele. Mau ngerasain mual yg sama? Skuy baca karya-karyanya.

Happy reading, Beb's

Tidak habis pikir, benar. Kesabaran Dina emang suka banget diuji sama sepesies manusia yang satu ini.

Tak!

Kembali, Dina menjitak kepala dia luamayan keras. Ngga memperdulikan norma kemanusiaan, Dina udah geregetan pake banget.

"Auww, mantap!" erangnya puas.

"Husst." Nasyila mendelik, tangannya ia larikan menutup mulut laki-laki yang memiliki rasa baperan tingkat tinggi ini.

Napas Dina ngos-ngosan tidak beraturan, dia benar-benar kesal.

"JELASIN!" bentaknya keras, suaranya melebihi ramainya kantin di siang hari ini.

Bagaimana ingin menjelaskan kalau mulut Ruli saja... "Mphmphhmph."

"Nanas! Tangannya nyingkir dong! Ruli mau jelasin!" tunjuk Dina, membuat Nasyila sadar bahwa tangannya masih setia membekap mulut Irul.

Gadis itu-Nasyila tersenyum tak enak. Kemudian kembali bungkam saat Dina masih saja, menampakkan ekspresi garangnya. Nasyila merutuki, laki-laki disebelahnya, duh Ruli! Suka banget cari gara-gara.

"Gini lho, aku kan ngga salah Nana. Dia yang peluk kamu itu kan bukan Trio, hayo! Jangan berniat mendua ya. Aku ngga suka!" tuduhnya, dan langsung dihadiahi cubitan keras di tangannya, siapa lagi pelakunya kalau bukan Dina.

Dina berdiri, kedua tangannya bertengger masing-masing disamping tubunya. Berdecak, entah dapat kekuatan dari mana Ruli bisa menjotos telak, Ibnu-Sepupunya. Sampai terjungkal kebelakang, hingga menimbulkan lebam kebiruan dihidung mancungnya pula, ah kasian dia.

"Harusnya kamu tanya dulu, dia siapa sampai-sampai kami berani berpelukan! Mikir aja dong, emang aku semurahan itu main nempelin tubuh ke sembarangan orang. Dia yang kamu tonjok itu Ibnu-Abangku, sekaligus Sepupuku. Edan koe!

Emosi Dina, masih aja berada di tensi teratas. Nasyila, melihat sekitarnya, ramai, mata para pelajar memandang ke arah mereka. Jika terus-terusan disituasi seperti ini, bakal lebih banyak lagi orang yang kepo perihal masalah keduanya. Dina memang suka sekali jadi sorotan orang-orang, karena sifatnya yang suka meledak-ledak tetapi ngga tau tempat.

"Udah, semua ini udah kejadian. Nana bener, seharusnya kamu ngga langsung mukul orang gitu, Irul. Ngga baik, beruntung sepupu Dina ngga memepermasalahkannya," kata Nasyila memperingati, bijaknya memang sudah melekat pada dirinya.

Ruli menangguk, seperti seorang anak yang sedang dimarahi Ibunya. "Maaf, maafin Irul. Nana dan Nanas, aku salah," sesalnya kemudian.

Dina menghela napasnya, astaga! Harusnya dia ngga usah sampai emosinya bangetan, "Ngga papa. Maafin aku juga Irul, sempat kebawa emosi. Huh, udah lah lupain yang udah terjadi. Sebaiknya kita siap-siap masuk ke kelas, bentar lagi bel masuk soalnya," katanya akhirnya.

Segampang itu, Dina melupakan apa yang telah terjadi. Sejujurnya, mana ada sahabat yang betah, marahan lama-lama.

Tetapi tetap saja, gara-gara ini. Mengerjakan soal Ujian pertamanya jadi kacau balau, Dina kepikiran tentang bagaimana keadaan Ibnu, tentang soal-soal yang ia kerjakan begitu susah, dan tentunya tentang. Kenapa Trio tidak juga menguhubunginya.

°•°•°•°•°•°

"Ngga perlu gengsi, ngga perlu malu. Kalau kamu ngerasa emang kamu yang salah, kamu harus minta maaf duluan sama dia. Kalian perasaan awet pacaran kok, kayaknya baru kali ini ya marahannya bangetan. Sana, bujuk dia lagi. Semangat Nana-ku."

Ah sial! Emang seharusnya Dina ngga perlu curhat sama Nasyila, teman ukhti nan bijaknya. Jadi gini kan, kata-kata yang terus teriang itu mengantarkannya pada rumah besar milik, orang tua Trio tentunya. Ngga susah buat nyarinya, karena dulu,  Dina sering bolak-balik kemari.

Dina menatap ragu, gerbang besar didepannya. Kira-kira, dia beneran harus masuk atau putar badan aja? Mending balik ke rumah nunggu Trio yang memburunya lagi aja gitu. Eh udah kaya apaan.

Tetapi jujur, Dina takut jika kedatangannya di tolak mentah-mentah sama Trio. Ah sudah! Dina menggeleng, mengusir pikiran negatif-nya, lebih baik dia memencet bel yang ada di depannya ini. Perihal Trio tidak suka dan berahkir mengusir Dina, itu udah jadi resikonya.

Susah payah, Dina memencet semacam saklar ini, tinggi sekali. Berhasil, tinggal menunggu seseorang membuka gerbangnya, ngga berapa lama. Karena seorang mbak-mbak berlari dengan tegopoh-gopohnya, nafasnya ngos-ngosan mendekati gerbang ini. Dina jadi kasihan, seharusnya tak perlu seterburu-buru itu.

Saat sudah terbuka, wanita yang Dina perkirakan seorang yang bekerja disini, mungkin bahasa awamnya pembantu, menatapnya bingung. Seperti tak mengenalnya, wajar, wanita itu sepertinya masih baru.

"Iya, dengan siapa ya?" tanyanya kemudian, hanya kepalanya saja yang muncul, setengah badan wanita itu masih berada di dalam.

Dina tersenyum, "Ehm, saya Dina. Kedatangan saya kemari mau menemui Trio, kiranya ada ngga ya mba didalam?"

Di lihat, mbak-mbak itu mengangguk. "Tuan muda ada didalam, maaf kalau boleh tau adek ini siapanya Tuan muda?" tanyanya kembali.

Dina menununjuk dirinya sendiri, "Saya? Ehm Tunangan Trio, Mbak."

Sudah sangat Dina duga, respon selanjutnya wanita didepannya ini, terkejut.


"Maaf ya dek, saya tidak tau kalau adek tunangannya Tuan muda," sesalnya, keduanya sekarang ini sudah berada didalam kediaman rumah milik orang tua Trio, masih terlihat sama suasana interiornya yang klasik, namun masih ada unsur elegannya ini.

Dina mengangguk santai menanggapinya. "Ah ngga papa Mba," jawabnya singkat, karena ternyata langkah mereka telah sampai di anak tangga atas terakhir, dimana tempat ini menghubungkan, lift teratas dimana kamar Trio berada.

"Sekali lagi saya minta maaf, Adek langsung saja ke lantai atas lagi. Tuan Muda sudah lama, dari kemarin malam hingga siang ini tidak keluar-keluar dari kamar. Saya khawatir, semoga Adek bisa membujuknya untuk turun dan makan," katanya perhatian, pengucapan sedih yang wanita ini lontarkan terdengar tidak dibuat-buat. Sepertinya wanita ini memang sungguh-sungguh perhatian.

Tak ada hal yang bisa Dina lakukan selain, menepuk pundak wanita ini sebagai penenang sekaligus janji, "Saya pasti bakal bawa Trio turun ke bawah Mba. Tenang saja."

°•°•°•°•°•°

Dina sudah sampai, didepan pintu berwarna abu-abu tua milik Trio, warna kesukaan mereka memang hampir sama. Bukannya lekas mengetuk pintu, Dina tetap bergeming di tempat, lagi-lagi rasa ragunya lebih kuat dari pada tekatnya.

Tubuh Dina hampir saja berbalik, tetapi sayang sekali karena entah itu cuman kebetulan pintu didepannya ini terbuka juga. Sempat mendengar seseorang didalam membuka kuncinya terlebih dahulu.

Tanpa ada suara, dibukanya pintu itu seakan memerintahkan Dina untuk segera masuk, ragu Dina bersuara, "Trio? Kamu didalam?" tanyanya dan sama sekali tidak mendapatkan jawaban.

Sekali lagi, pikir Dina. "Sayang?"

Dina menengok kanan dan kirinya, sepi? Dia jadi merinding. Kemungkinan yang ada disini cuman ada tiga orang kan, mbak-mbak itu dibawah, ada Dina dan mungkin Trio didalam.

Takut, sebelum suara serak menambah kengeriannya,

"Sya, masuk." Itu suara Trio.

Penasaran? Mau up cepat tydak? 15 vote buat next deh. Ahaha bai ditunggu.

Pstt, baru aja ngetik hampir aja kehapus. Dasar ponsel edan! :'v

Tbc

Trio Get, SheWhere stories live. Discover now