Isha turun dari sepedanya untuk melihat kondisi korban. Anan tidak mengalami luka yang berarti. Hanya sedikit lecet di lutut dan telapak tangan. Namun, ia terlihat sangat ketakutan.

"Memangnya aku seseram apa sih?" Isha membatin.

Isha merendahkan tubuhnya. "Apa kau terluka? Maafkan aku."

Anan menatap Isha takut. Ingin mundur, tapi kakinya sakit.

Isha heran. Diambilnya tangan kiri Anan yang masih menyentuh tanah. "Cuma luka kecil. Yuk! Ke rumah aku. Biar aku obati." Isha membantu Anan berdiri. Mendudukkan anak laki-laki itu di belakangnya lalu memboncengnya ke rumah.

Anan tak menolak. Ia memang sedang butuh tempat persembunyian dari kejaran Roby.

***

"Aku pulang!" seru Isha membuka pintu.

"Selamat datang!" sahut Hani dari dalam.

"Kamu tunggu di sini, ya. Aku ambilin obat dulu," ucap Isha setelah Anan duduk di sofa.

"Bu, kotak P3K di mana?" tanya Isha pada Hani yang sedang mengiris tomat.

"Di sana," Hani menunjuk rak kayu di samping kulkas. "Siapa yang luka?"

"Temen. Tadi ketabrak sepeda aku," Isha menyengir kemudian kembali ke ruang tamu.

Hani hanya menggeleng, kemudian melanjutkan aktivitasnya.

Isha menuangkan alkohol ke kapas untuk membersihkan luka Anan. "Sini aku lihat."

Anan memberikan tangan kirinya ragu-ragu.

Isha membersihkan luka Anan pelan-pelan.

Anan menarik tangannya.

"Perih, ya?" Isha meniup luka Anan.

Anan merintih kesakitan.

"Tahan ya, sebentar aja."

Isha mengobati luka Anan satu persatu. Sedikit heran dengan luka goresan di tangan kanan anak itu. Luka sedalam itu tidak mungkin karena jatuh.

"Luka ini bekas apa?" tanya Isha.

Anan cepat-cepat menarik tangannya.

Isha heran.

"Ya sudah. Jika kau tidak mau menjawab tidak apa-apa. Sini biar aku obati," pintah Isha mengeluarkan kain kasa.

Sandra keluar dari kamar setelah menunggu terlalu lama. Diamatinya Isha yang sedang duduk di sofa bersama seorang lelaki asing.

"Siapa dia?" Sandra penasaran. Ia menghampiri mereka.

"Gorenganku mana?" tanya Sandra.

Isha menegakkan kepalanya.

"Masih di sepeda," jawab Isha menyengir.

"Terus ini siapa?" Sandra menatap Anan heran.

"Temen, tadi ketabrak sama sepedaku. Gara-gara kakak sih suruh aku beli gorengan!"

"Idih pake nyalahin aku! Kamu sendiri yang nggak hati-hati. Untung nggak mati anak orang."

Isha nyengir lagi. "Sana ambil gorengannya! Jangan lupa bagianku!" usir Isha.

Sandra pergi mengambil gorengan. Tidak lupa menjulurkan lidahnya pada Isha.

"Isha, temanmu sudah selesai dikasi obat?" Hani keluar sambil membawa secangkir teh hangat untuk Anan.

"Ini dikasi minum dulu," Hani meletakkan cangkir tehnya di meja.

"Hampir selesai, Bu," jawab Isha menempelkan pleter terakhir ke lutut Anan.

"Anan, silakan diminum," Isha mempersilakan.

Anan tak menyentuh cangkirnya. Tangannya masih sakit.

"O, iya aku lupa! Tanganmu kan sakit!" Isha menepuk dahinya. "Sini aku bantu," Isha mengangkat cangkir dan mendekatkanya ke bibir Anan.

"Cie... Cie..." suara Sandra dari belakang membuat Isha menoleh. Teh di tangannya hampir tumpah.

"Maaf," ucap Isha mengembalikan perhatiannya.

Sandra meletakkan gorengan di atas meja dan duduk di samping adiknya. Mengambil sebuah bakwan lalu menggigitnya.

Mata Isha menangkap saliva Anan hampir menetes. "Mau ini?" Isha menawarkan pisang goreng kepada Anan.

Anan mengangguk, tidak bisa berbohong bahwa dirinya sedang lapar.

Isha mengambil satu dan mulai menyuapi Anan.

"Kacang! Kakaknya di sini bukannya diajak ngobrol malah asyik pacaran!" dumel Sandra merasa terabaikan. Ia berjalan ke kamarnya sambil menghentakkan kaki.

Tiba-tiba seorang pria masuk tanpa mengetuk pintu. Sandra berbalik, Isha menganga, Anan ketakutan.

Roby menarik Anan secara paksa.

"Ampun," Anan merintih kesakitan saat rambutnya ditarik.

Belimbing Musim Hujan Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα