Pertemuanku (Part 5)

6 0 0
                                    

"Hey, aku kira kau tidak datang"

"Tentu saja aku datang, kemana lagi aku akan melepas kebosanan jika bukan ke taman ini? Hahaha."

Ia menepuk pundakku. "Ayo lanjutkan lagumu tadi."

Aku tersenyum tipis. Kupetik gitarku, dan menyanyikan lagu tadi untuknya. Ia terlihat sangat menikmati. Sambil memejamkan mata, tanpa sadar ia meletakkan kepalanya dipundakku. Kala itu, aku merasa menjadi pria yang paling beruntung. Karena dapat membuat nyaman malaikat sepertinya. Itu adalah saat saat paling berkesan tentangnya. Saat itu pula aku berikrar, akan selalu bersama perempuan itu, apapun kekurangannya.

Tiba tiba ia mengangkat kepalanya.

"Aduh maaf ya aku malah nyender nyender, aku terlalu menghayati tadi," katanya malu. Wajahnya memerah. Terlihat malah semakin manis.

"Ahh tidak apa apa, padahal sudah enak tadi," ujarku menggodanya.

"Ihh dasar, malah keenakan ternyata." Ia mencubit perutku.

"Aduhh, hahaha sakit sakit."

Aku pun berdiri, dan mendorong kursi rodanya, "ayo kita jalan jalan saja."

Ia mengangguk.

Kami berjalan kearah selatan taman. Disanalah tempat pepohonan pinus. Tempat berbagai macam burung cantik berkicau dan bersarang. Cocok untuk sekedar bersantai dan menenangkan pikiran dari bisingnya hiruk pikuk kota.

Jalanannya cukup berbatu. Hampir saja kursi roda Nadifa terjungkal. Untung,saja nadifa tidak terlempar, karena aku terus memegangi tangannya. Ia pun tidak mau melepaskan tangannya dariku. Kami berjalan seraya angin menari dibawah terik matahari yang cerah.

Tiba tiba kami berhenti karena ada seseorang yang menghalangi jalan kami. Itu adalah bos Rojak dan teman temanku yang lain.

"Mau kemana kamu?" Tanya bos Rojak santai.

"Hey apa apaan kamu menghalangi jalan kami," kata Nadifa membentak bos Rojak. Aku coba menenangkannya.

"Siapa ini wan?" Tanya bos Rojak.

"Sepupuku bos, dia sedang sakit," ujarku.

Nadifa terlihat bingung dan menatap kearahku.

"Yasudah bos, aku harus mengantarkan sepupuku ini dulu pulang."

Bos Rojak masih tetap tidak memberikan jalan pada kami. "Setoran mana hah?"

"Ada bos dirumah, ini ingin saya ambil bos."

Bos Rojak masih dengan tatapan selidiknya. "Baiklah aku percaya padamu. Segera kau antarkan sepupumu itu pulang dan ambil uang setoran. Setelah itu kembali lagi kesini, kita akan melakukan operasi besar."

Nadifa masih diam mematung mendengar pembicaraanku dengan Bos Rojak. Dia nampak sangat syok, hingga tidak bisa berkata apa apa.

"Oke bos." Kataku pasrah. Itu lebih baik, karena aku tidak mau menempatkan Nadifa dalam bahaya jika aku terlihat memberontak didepan Bos Rojak.

Bos Rojak dan anak buahnya akhirnya memberi jalan pada kami. Aku mendorong kursi roda Nadifa dengan perasaan gugup. Nadifa pasti kecewa berat padaku. Aku bahkan tidak berani untuk mengajaknya bicara kala itu. Sepanjang perjalanan hanya ada keheningan yang tidak mengenakan.

Setibanya kami di daerah taman pepohonan pinus, tiba tiba ia berkata.

"Lepaskan tanganmu dari kursi rodaku."

"Aku sedang ingin sendiri, tinggalkan saja aku disini," lanjut Nadifa.

"Mphh-Nad.. aku tidak bermaks--,"

"Sudahlah Ridwan, pulanglah." Katanya bahkan hampir tidak melihat kearahku, Namun menatap kearah rimbunan pepohonan.

Aku benar benar tidak berdaya saat itu. Tidak tau lagi harus menjelaskan apa. Semuanya telah jelas di mata Nadifa, bahwa aku adalah bagian dari gerombolan penjahat paling berbahaya di kota. Ia pasti sangat kecewa karena telah kubohongi. Terlebih, mungkin saja kini ia takut padaku. Maka dari itu aku memutuskan untuk mengikuti keinginannya. Aku pergi dari sana.

Sejak saat itulah aku tidak pernah bertemu dengan ia lagi di taman. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 12, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Beautiful BirdsWhere stories live. Discover now