Chapter 7

3.8K 331 117
                                    


Udara itu terasa lembab, sedikit dingin dan basah. Mungkin kota telah diguyur oleh hujan lebat beberapa hari, atau mungkin juga tidak. Kesadarannya bangkit pelan-pelan. Terlalu lambat dan sulit. Kepalanya berat dan pusing, tangannya pegal luar biasa, seperti di tarik atau nyaris digantung.

Lalu tiba-tiba ada air bah yang menghanyutkan tubuhnya, datang tiba-tiba hingga kesadarannya terkumpul terlalu cepat. Dia membuka mata, dengan tergagap sambil mencari-cari oksigen. Matanya menemukan kegelaman di sekitar. Tidak ada cahaya kecuali yang berasal dari atas tubuhnya. Satu-satunya yang membuat dia terlihat seperti actor opera di bawah spotlight.

Mata biru itu melihat apa yang disajikan oleh pemandangan di depannya. Semuanya gelap. Kecuali sesosok pria bertubuh besar dan kekar. Emosinya berat menutupi kenyataan bahwa pria blonde di depannya lumayan tampan.

"Sudah sadar, heh?" ujar pria itu.

Naruto merasa tubuhnya pegal sekali. Dan ketika dia sadar apa posisinya, matanya melotot. Di tengah berdiri dengan tangan yang diikat ke atas dengan rantai-rantai kuat di ruangan yang gelap dengan seorang pria paruh baya berwajah keras.

"Bagus sekali."

Suara lain terdengar. Ternyata dia berada dalam ruangan dengan 2 orang pria berwajah keras. Yang satunya seperti keturunan Jepang juga, dengan mata sipit dan wajah penuh bekas luka.

"Apa-apaan ini? Lepaskan aku." Naruto memberontak. Gemerincing rantai terdengar nyaring di ruangan itu. Tubuhnya setengah gemetar, dingin karena air yang membasahi. Mungkin mimpi tentang air bah adalah realita dari siraman air yang dia dapat di dunia nyata.

"Hobert, kita banyak membuang waktu." Ujar pria penuh luka itu, dan saat mata Naruto memandang pada pria blonde yang dipanggil dengan nama Hobert. Matanya membeliak cemas.

"Tentu saja." Robert menyeringai "Selamat datang di ruang siksaan bocah." Ujarnya sadis sambil membawa cambuk di tangannya.

CTAAK

"AAARRGGGKKK!!" Naruto berteriak saat sebuah cambukan datang tiba-tiba, seperti menyayat tubuhnya. Naruto berteriak minta ampun, dan cambukan demi cambukan datang bertubi-tubi.

"Apa yang kalian inginkan dariku?" suaranya berubah parau. Sakit bekas cambukan di tubuhnya beberapa mengeluarkan darah. Bajunya sobek di beberapa bekas cambukan.

"Tidak ada, hanya membuatku dalam keadaan setengah mati saja." Ujar Hobert.

Dan cambukan terdengar kembali di ruangan itu.

"Betapa tidak beruntungnya kau terlibat masalah ini."

.

:: The Payback ::

.

"NARUTOOOO!!" Gaara tersentak bangun dari tidurnya. Keringat membasahi dahinya seakan ia baru saja lari marathon sepanjang 7 mil "Haah..haa..haaah" ia meremas rambutnya.

Mimpi itu begitu jelas, seperti tayangan langsung yang dapat Gaara lihat di depan mata kepalanya. Naruto disiksa habis-habisan kemudian dibunuh dengan kejam. Sebuah tusukan melintang di bagian perutnya. Gaara mengingat dengan jelas kepekatan warna merah dalam mimpinya, lalu air mata Naruto yang menetes dari dagunya. Kekasihnya memanggil namanya dalam kesakitan, tapi Naruto tidak tahu dia ada di depannya dan Gaara tidak bisa bergerak untuk mencapai tubuh kecil pemuda itu yang perlahan tumbang.

Mimpi itu menakutkan, mimpi buruk ke dua dalam hidupnya yang membuatnya bangun dan gemetar. Gaara nyaris tidak bisa membedakan batas antara mimpi dan nyata. Dengan tergesa dia lari ke kamar mandi, menyalakan kran dan membasuh wajahnya. Lalu membuka kotak obat di dekat wastafel. Mengambil sebotol obat depresi dan menelan beberapa pil. Tangannya masih gemetar, wajahnya pucat seperti orang kena anemia kronis, nafasnya tak terkendali. Dia takut kehilangan Naruto. Dan demi apapun dia akan menyelamatkan pemuda itu.

The PaybackUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum