Bab 15 :: Kontrol

968 113 40
                                    

Suara sirine bergaung di udara, bersama butir demi butir salju yang menari-nari sebelum jatuh menghujam tanah. Berpasang-pasang mata berada di sana, mengabaikan para orang dewasa yang berusaha mengalihkan mereka. Pandangan terpaku sepenuhnya pada sosok yang diseret meninggalkan sekolah, dengan kedua tangan tertahan di balik punggung serta raut penuh rasa malu.

Aku berkedip beberapa kali ketika setitik salju turun menghinggapi bulu mata, sebelum menangkap sosok Paman Johnny dan Jungwoo yang menoleh sekilas ke arahku, sembari membawa Guru Lee memasuki mobil mereka.

Kasus penemuan mayat di perpustakaan terpecahkan, dengan Guru Lee sebagai tersangka tetap. Ia terbukti membunuh salah satu siswi yang dihamilinya.

Seluruh murid berada di sana, menyaksikan bagaimana sosok terhormat yang kami elu-elukan ternyata tak lebih layak dari seekor anjing. Yena berdiri di sampingku, menautkan tangan kami, membagi rasa dingin dari telapak tangannya. Aku menoleh dan mendapati ia menatap lurus pada Guru Lee yang memasuki mobil, bersama uap tipis melayang di depan hidung. Marlena juga di sana, bersama para guru. Eunbin dan kawan-kawan pun tak luput, diam-diam mengangkat ponsel dan mengabadikan momen. Hal seperti ini bagai sesuatu menyenangkan untuk tetap disaksikan. Tetapi yang membuat perhatian teralih adalah ketika sosok Mark tak di sini.

Aku yakin bahwa berita penangkapan Guru Lee menyita perhatian tiap pribadi, bahkan aku yang termasuk sosok cukup malas bersosialisasi sampai keluar dari kelas demi menyaksikan yang terjadi. Namun pemuda itu tak di sini. Terheran-heran; ke mana sekira ia?

Baru saja memikirkan tentangnya, sebuah tepukan menyapa bahu kiriku. Seketika aku menoleh, dan saat itulah sosok yang kucari berdiri di sana. Syal tebal melingkar di lehernya, namun ekspresi wajah yang ditampilkan sama sekali membuatku bertanya-tanya.

"Kita harus bicara," kata Mark secara tiba-tiba. Aku tidak pernah menangkap raut wajahnya yang seserius ini sebelumnya.

"Oke," jawabku. "Tentu." Secara perlahan aku melepas tautan Yena, membuatnya menoleh dan mendapati kehadiran Mark. Mereka sempat bertukar pandang dengan sirat yang sama sekali tak kumengerti, sebelum akhirnya Yena memasang senyuman tipis dan membiarkanku pergi.

Aku dan Mark membelah kerumunan yang tercipta di depan sekolah, kemudian masuk ke koridor sepi, menaiki anak-anak tangga, hingga akhirnya sampai di tempat yang pernah kami datangi. Tempat di mana si kabut hijau pernah mengganggu Mark dan menyebabkan luka kecil di pelipisku. Aku tidak lagi merasa takut, sebab rasa hangat di dalam gedung membuatku merasa lebih nyaman ketimbang di luar pada waktu salju begini.

Mark membalik badan menghadapku. Matanya melirik ke kiri dan kanan, tampak terganggu. Aku berkedip di tempatku.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" Tak ada sedikit pun rasa curiga. Aku tidak bertanya mengapa ia sampai membawaku ke tempat sepi lagi berhantu ini, hanya menunggunya menjelaskan apa pun yang sekira ingin disampaikan.

Mark menarik napas panjang sebelum berkata, "Kita berada di bawah kontrol, Haechan."

Aku berkedip, diam di tempat, tidak tahu bagaimana harus bereaksi.

"Apa?" tanyaku, berusaha memastikan bahwa aku tidak sedang salah dengar atau semacamnya.

Mark menatapku, "Kitaㅡsemuanya, berada di bawah kontrol."

"Apa maksudmu?" Aku berusaha tidak menanggapi serius, namun tak juga bisa berbohong bahwa apa yang ia sampaikan memang menarik perhatianku. Teka-teki lain berhasil dimuntahkan, pertama Jungwoo dan sekarang ini. Aku lantas menyeringai, mulai yakin ada yang tak beres di sini, di sekitarku.

Mark mengambil langkah maju, menyisakan jarak hanya satu langkah, sebelum akhirnya mendekatkan wajah dan berbisik tepat ke telingaku, "Kita sedang diperhatikan," katanya. "Semua sedang dikendalikan."

[✓] Lucid Dream [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang