eps. 6

13.7K 756 43
                                    

Mobil itu terhenti tepat di depan pintu gerbang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mobil itu terhenti tepat di depan pintu gerbang.

"Oh iya, Sayang. Aku lupa bilang kalo hari ini aku overtime lagi. Paling pulang jam 9-an."

Raut wajah Acha berubah. Kenapa akhir-akhir ini suaminya selalu sibuk dengan pekerjaan? Ya Acha memaklumi memang. Sudah kewajiban seorang CEO seperti itu.

"Iya. Kamu yang semangat ya! Mau makan apa nanti malem? Aku masakin."

"Em... apa aja deh. Masakan istri aku kan enak semua."

"Apa, sih." Acha mendorong pelan lengan Aiden karena telah menggodanya.

"Terus, kamu nggak masuk dulu? Nggak ganti baju? Nanti kolega kamu pingsan gimana? Ini aja aku daritadi nahan bau kamu yang kaya terasi." Acha berlagak jijik sembari menutup hidungnya.

"Terasi gini kamu juga tetep mau. Nih! Nih!" Aiden justru semakin menggoda Acha dengan menakut-nakutinya dengan bau ketiak dari tubuhnya.

"IH AYAH JOROK BANGET SIH!" Acha melarikan diri menuju ke dalam rumah. Sementara Aiden hanya tertawa terbahak-bahak.

Acha memasuki rumah. Di sana terlihat sepatu sport yang sudah tentu milik Eddo. Benar saja. Terlihat cowok remaja itu sedang asik bermain dengan Aleena.

"Do, Aleen nyiksa kamu ya dari tadi?" Tanya Acha sembari menaruh tasnya di sofa ruang keluarga.

Eddo hanya tertawa sambil melihat Aleena yang entah kenapa tidak berhenti tersenyum.

"Loh, Ayah mana, Mah?"

"Tau tuh mampir dulu apa nggak. Soalnya hari ini Ayah lembur katanya."

"Ini Ayah mampir. Mah, mana baju gantinya. Katanya mau gantiin." Ujar Aiden manja sambil mengaitkan lengannya ke lengan Acha.

Sontak, Acha mencubit pelan pinggang Aiden karena dia sangat tidak tahu situasi--atau lebih tepatnya sengaja menggodanya di depan anak dan teman anaknya itu.

"Aleen udah makan?"

"Udah tadi sama Kak Eddo. Dibeliin soto sama jajan batagor."

Acha sedikit terkejut. "Aleena karung kan, Do? Habis berapa porsi dia?"

"Ahaha nggak kok, Tan. Tadi Aleena cuma makan dua porsi. Terus beli batagornya minta sepuluh ribu."

Sudah bukan kejutan lagi bagi Acha dan Aiden mendengar hal semacam itu soal putrinya.

"Aduduh... jadi makin berat nih Princess-nya Ayah." Aiden mengangkat tubuh Aleena lalu menggendongnya.

"Tapi kalo gitu caranya, kamu sama aja ngerampok, Sayang. Lain kali, kalo ada temen atau kenalan kamu yang beliin makan, jangan minta yang berlebihan ya? Namanya apa? Nggak so--?"

"Pan," Lanjut Aleena patuh. "Tapi-tapi.. tadi Kak Eddo sendiri yang bilang, 'nggak papa Leen. Tambah aja kalo masih laper.' Gitu kok!"

"Iya. Tapi lain kali jangan diulangi, ya?"

Aleena mengangguk lalu memaksa turun dari gendongan pria tinggi itu. "Kok turun?"

"Badan ayah lengket ah. Mandi sana! Bau!"

"Hahahah! Kaya terasi kan, Leen? Tos dulu sama Mamah." Acha menyodorkan telapak tangannya.

"Nggak mau. Mamah kan musuh aku."

"Oalah dasar anaknya orang paling cantik sedunia."

***

Aiden membuka kemejanya. Dia berjalan menuju kamar mandi sementara Acha menyiapkan setelan baru untuk Aiden. Lima menit kemudian, Aiden keluar kamar mandi dengan keadaan shirtless. Sudah bertahun-tahun pun Acha masih tidak bisa mengendalikan detak jantungnya.

Acha berdehem kecil. Mencoba menghilangkan gugup. "Loh, kamu nggak mandi, Yah?"

"Nggak keburu, Mah. Ayah bisa telat kalo mandi. Ini cuma cuci muka sama gosok gigi doang."

Acha melihat jam di dinding. "Yaudah gih, pake."

"Pakein.." Aiden merengek manja.

"Dasar bayi tua!"

Acha dengan telaten memakaikan kemeja ke badan kekar Aiden. Tapi, kalau soal celana, Aiden melakukannya sendiri. Setelah itu Aiden duduk di tepi ranjang agar istrinya bisa dengan nyaman memakaikan dasi di lehernya. Karena jika Aiden berdiri, dia hanya akan merasa kasihan pada Acha sebab tubuhnya yang terlalu tinggi.

Acha berjalan menuju meja rias. Mengambil sedikit gel rambut lalu mengoleskan pada rambut Aiden. Tidak lupa juga Acha menyisir rambut Aiden dengan rapi. "Nah, bayi tuaku udah ganteng. Berangkat, gih!"

"Give me an energy." Ujar Aiden semacam kode.

"W-what?"

Cup~

"Yah, baru 25 persen. Tambah lagi biar 100 persen, dong!"

Acha memutar bola matanya malas. Melihat tingkah suaminya yang super menggemaskan itu.

Cup! Cup! Cup!

"Udah kan? 100 persen?"

Chu~

Aiden menarik tangan Acha agar lebih mempersempit jarak. Kali ini bukan hanya kecupan singkat, melainkan sentuhan-sentuhan lembut dari pergerakan bibir Aiden membuat perut Acha serasa digelitiki.

Aiden menarik pinggang Acha agar lebih merapat padanya. Sementara kedua tangan Acha bertumpu pada bahu Aiden. Tangan nakal Aiden tidak diam saja. Mereka berusaha melepas pengait bra yang Acha kenakan. Acha sangat terkejut lalu mendorong pelan Aiden.

"Ayah! Jam berapa sekarang?" Acha marah-marah--takut Aiden terlambat.

Aiden menoleh pada jam. "Masih ada 5 menit." Lalu pagutan mereka kembali terjadi. Bukan cuma itu, kini tangan Aiden mengelus pinggang kecil milik istrinya itu dengan lembut.

'Masa bodoh kolega gue nunggu. Yang penting gue hak-e hak-e dulu.'

Namun, Acha mendorong Aiden lagi.

"Berangkat sekarang apa nggak ada jatah?"

"Iya! Siap! Ini mau melucur!" Ujar Aiden semangat karena dia paling takut dengan acaman 'no jatah'.

Aiden menyambar jasnya kemudian berjalan keluar kamar. Tapi sebelum benar-benar keluar, Aiden berbalik lalu berbisik pada Acha.

"Padahal Si Carlos udah bangun, Mah."

________________

Purworejo, 29 Desember 2019

Ada yang kenal Carlos?

*Bonus

Halo, Mahmud!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang