10. Masa Lalu Kia

2.9K 49 9
                                    

Esoknya setelah salat subuh Kia kembali bergelung dalam selimut. Demamnya memang sudah reda tapi efek dari flu yang dideritanya masih menyisakan sakit kepala dan hidung tersumbat. Semalam Kia tidak bisa tidur nyenyak karena kesulitan bernapas. Bimo sendiri selalu berada di sampingnya sepanjang malam. Semua itu juga karena permintaan Kia sendiri. Sejak kecil ia tidak akan bisa tidur sendirian ketika sedang sakit. Kia memang begitu dimanjakan oleh keluargnya. Apalagi semenjak Azka abangnya berkuliah di Jakarta. Perhatian kedua orang tuanya tercurah hanya kepadanya.  

Sejak kecil Kia memang sedikit pendiam dibandingkan dengan para saudara sepupunya. Kia tumbuh menjadi gadis yang lembut, cerdas, dan tegas seperti bundanya. Jadi tak heran jika Ardan memilih Kia untuk menggantikan posisinya di perusahaan. Bukan karena Azka putra pertama Ardan tidak layak menjadi pemimpin di perusahaan. Tapi dari segi kemauan, pendidikan, dan kemampuan Kia lah yang lebih mumpuni. Azka sendiri menolak dengan tegas tidak ingin terjun dalam dunia yang digeluti oleh Ardan. Azka ingin menjadi seorang dokter seperti yang saat ini ditelah disandangnya. 

Di dapur kini Bimo berada. Laki-laki itu sedang mengolah bahan makanan untuk membuat sarapan. Hari ini Bimo berencana izin tidak bekerja.  Bimo ingin menemani dan merawat Kia hingga sembuh. Banyak hal yang ingin Bimo tanyakan pada perempuan itu. Semalam Kia berulang kali mengigau. Dalam igaunya Kia seperti orang ketakutan. Istrinya itu seperti diteror oleh pengalaman buruknya di masa lalu. Semakin ke sini Bimo semakin mengkhawatirkan keadaan istrinya. 

“Ya ampun gue sampai lupa kasih garam,” rutuk Bimo saat mencicipi sayur sup buatannya yang belum dikasih garam. Hambar.

Gegas Bimo memasukkan garam, gula, dan lada secukupnya. Setelah diaduk barulah Bimo kembali mencicipinya. “Sip!” puji Bimo dengan hasil masakannya. Selama ini Bimo jarang sekali mencicipi masakan yang dibuatnya. Karena Bimo sendiri sudah hapal dengan takaran bumbu yang biasa digunakannya. Tapi kini beda lagi. Bimo ingin membuat Kia menyukai masakannya apalagi Bimo tahu Kia pandai memasak. Jadi jangan sampai Bimo mempermalukan dirinya sendiri dengan masakan buatnnya yang tidak lezat. Setelah semuanya matang Bimo lantas menata di atas meja makan. 

Bimo bergegas mengambil ponselnya saat melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Sekilas Bimo menatap ke arah kamar tempat Kia beristirahat. Sembari berbicara di telepon Bimo menutup makanan itu dengan tudung nasi. Bimo tidak ingin mengganggu istirahat Kia. Jadi Bimo akan menunggu hingga perempuan itu bangun sendiri. Setelah sambungan telepon berakhir Bimo bergegas menuju mesin cuci. Pakaian basah yang mereka kenakan kemarin saat ini sedang direndam dengan pengharum pakaian. Dengan cekatan Bimo mulai mengeringkan pakaian tersebut. Setelah memindahkan ke dalam ember Bimo segera menjemurnya di belakang rumah. 

Di kamar, Kia mulai terusik dengan suara bising kendaraan bermotor di jalan raya. Perlahan Kia mencoba membuka matanya yang terasa berat. “Jam berapa ini?” gumam Kia mencoba mengumpulkan kesadarannya lalu berbalik badan demi memastikan waktu yang telah ia lewati begitu saja dengan tidur.

“Ya Allah aku ini tidur apa pingsan ya?” pekik Kia dengan mata terbelalak. Gegas Kia menyingkirkan selimut dari tubuhnya.

Sejujurnya Kia masih betah menjadi kepompong di dalam selimut tebal itu. Tapi Kia ingat jika ia bukan lagi seorang putri di kediaman mewah keluarga Alfarizi melainkan seorang istri dari laki-laki biasa yang berprofesi sebagai dokter spesialis paru-paru. Mengabaikan rasa pening di kepalanya Kia segera ke luar dari kamar. 

“Mas Bimo!” panggil Kia seraya memindai ke segala sudut rumah yang terjangkau oleh netranya. 

Melihat rumah rapi dan bersih membuat Kia merasa sungkan. Semua pekerjaan rumah telah diatasi oleh Bimo sendiri tanpa melibatkan dirinya. Memang Kia tidak bisa melakukan pekerjaan rumah selain memasak. Tapi Kia ingin belajar dan menjadi istri yang baik. Meskipun berat ke luar dari zona nyamannya selama ini. Kia sadar diri ia bukan lagi seorang putri yang segala keperluannya telah tersedia. Semua keinginannya selalu terpenuhi hanya dalam sekejap mata. 

The Sweetest Love (End) Where stories live. Discover now