Part 2

126K 2.9K 15
                                    

Di sebuah ruangan, terdapat sesosok wanita yang tengah terbaring lemah tak sadarkan diri. Jari- jarinya bergerak perlahan seiring matanya yang mulai terbuka.

Saat sudah sadar sepenuhnya, ia pun melirik ke seluruh penjuru ruangan yang bercat putih itu.

Rumah sakit?

Wanita itu berusaha bangkit namun mendadak pandangannya buram. Ia meraba bagian belakang kepala lalu turun ke bahu kirinya yang sama-sama terasa sakit. Dan dua bagian tubuhnya itu bersama pergelangan tangan kirinya sama-sama di lilit perban.

Sementara pergelangan tangan kanan telah tertancap jarum infus.

"Ahhh... aku masih hidup?" Gumamnya.

Perlahan, ingatan demi ingatan muncul. Ia berusaha untuk kembali bangun namun harus gagal lagi karena kepalanya kembali berdenyut sakit sehingga ia harus merebahkan tubuhnya lagi.

Pada saat yang sama, pintu terbuka dan menampakkan wajah seorang pria muda ber jas putih. Wajahnya tampan dengan alis tebal dan bibir merah yang menggoda sambil tersenyum ramah. Terlihat di nametag yang menempel di dada kirinya tertulis; dr. Zaki Resmawan. Ya, pria itu adalah seorang dokter. Tentu saja.

"Ah.. nona Arinda? sudah siuman rupanya."

Wanita yang ternyata adalah Arin itu kembali berusaha bangun namun dokter muda tadi segera menahannya.

"Lebih baik anda jangan dulu banyak bergerak." Sarannya dengan senyum yang belum juga pudar.

"Apa ada kerusakan dalam tubuh saya? Saya pingsan berapa lama? Orang itu.. orang yang saya tolong... yang.... yang-"

Zaki terkekeh mendengar pertanyaan beruntun dari Arin. "Anda tenang dulu. Jangan panik."

"Dokter tau tidak kronologis kejadian itu? Saya tidak mengingat apa-apa lagi setelah mobil didekat saya meledak."

"Iya. Saya tau. Tapi, sebelum itu anda harus minum dulu. Mari, saya bantu."

Melangkah lebih dekat, Zaki membantu Arin meminum air dari gelas yang entah sudah sejak kapan ada di atas nakas disamping ranjangnya.

"Jadii... bagaimana dok?" Tanya Arin tidak sabar saat ia sudah kembali membenarkan posisinya.

Dokter itu pun menarik kursi dan duduk di sebelah kanan ranjang tempat Arin terbaring.

"Anda tidak sadarkan diri selama 3 jam..." Ucapnya. Memberi sedikit jeda sebelum melanjutkan,

"... saat kejadian, anda berada dalam jarak 14 meter saat mobil meledak. Sehingga anda terlempar sejauh 2 meter dan mendarat dalam keadaan menyamping ke arah kiri. Itu sebabnya, kepala bagian belakang, pundak dan pergelangan tangan kiri anda terluka sehingga butuh beberapa jahitan. Sebuah keajaiban sebenarnya. Karena anda tidak mengalami luka serius. Mungkin tuhan masih ingin anda hidup lebih lama."

"O-orang yang saya tolong.... a-apa dokter tau bagaimana keadaannya?" Arin bertanya dengan mimik wajah cemas yang sangat kentara. Berbagai macam dugaan-dugaan buruk muncul satu persatu dalam otaknya. Membuat kepalanya semakin pusing.

"Beliau mendapatkan banyak luka akibat kecelakaan yang ia alami. Terutama di bagian kepala. Apalagi beliau juga terkena dampak ledakan seperti anda. Jadi, sekarang... beliau dalam keadaan kritis."

Arin memekik tertahan.

Orang itu, sedang kritis?

"Apa ada kemungkinan beliau bisa kembali sembuh?" Tanya Arin harap-harap cemas.

"Kami sudah mengusahakan yang terbaik sebisa kami. Selebihnya kita hanya bisa berdoa. Semoga tuhan memberi keajaiban bagi beliau."

Pandangan Arin beralih menuju langit-langit kamar. Mengingat kembali kejadian paling mengerikan dan menakutkan pertama dalam hidupnya.

MLM (TAMAT) Where stories live. Discover now